Fimela.com, Jakarta Selalu ada cerita, pengalaman, dan kesan tersendiri yang dirasakan tiap kali bulan Ramadan datang. Bahkan ada kisah-kisah yang tak pernah terlupakan karena terjadi pada bulan suci ini. Tiap orang pun punya cara sendiri dalam memaknai bulan Ramadan. Tulisan kiriman Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Berbagi Cerita tentang Indahnya Ramadan di Share Your Stories Bulan April ini pun menghadirkan makna dan pelajaran tersendiri.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Nova Ulya
Bulan Ramadan, bulan penuh ampunan, bulan penuh keberkahan. Bulan yang paling ditunggu umat muslim di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Warna-warni semarak menyambut bulan Ramadan membuat kita semakin rindu dan ingin terus bertemu. Tarawih bersama, buka puasa bersama, takjil, ngabuburit menjelang buka puasa, hingga masjid-masjid berlomba-lomba untuk mengumandangkan lantunan ayat Al-qur’an dan sholawatan penuh keberkahan. Indahnya Ramadan di negara tercinta Indonesia.
Namun, lain cerita kala kita berada di belahan bumi Eropa, Inggris Raya tepatnya. Menjalani puasa 19 jam lamanya menjadi cerita tersendiri dan pengalaman penuh arti. Bagaimana tidak? Kita, umat muslim yang tinggal di negara ini harus menjalani puasa di tengah musim panas tiba. Diawali dengan makan sahur pukul 2.30 pagi hingga buka puasa pukul 21.30 malam. Ya, saat musim panas waktu berpuasa berlangsung lebih lama.
Awal menjalani memang terasa berat, namun lambat laun semua dapat dijalani dengan lancar tanpa beban. Meskipun tidak ada riuh gempita ala Ramadan seperti di Indonesia, paling tidak penyambutan bulan Ramadan cukup terasa di beberapa supermarket dan outlet belanja. Mereka tidak menjalani tapi tetap menghargai. Indahnya keberagaman, itu yang aku tangkap kala Ramadan di sini.
Beberapa masjid disini mengadakan buka puasa bersama, ada yang 15 hari pertama Ramadan, ada juga yang 30 hari full puasa Ramadan. Jamaah masjid disini berbeda dengan di Indonesia. Di sini, kita dari berbagai negara tanpa pandang siapa, dari mana, warna kulit apa, menyatu dalam kebersamaan. Berderet dan berjajar, duduk berdampingan kala buka puasa itu tiba. Indahnya keberagaman.
Advertisement
Kehangatan dan Keberagaman
Sajian khas nasi kebuli dengan olahan kambing yang khas cukup menggugah selera. Meski tak terbiasa tapi cukup nikmat diterima lidah kita orang Indonesia. Selain nasi kebuli, nasi biryani pun tak kalah sedap untuk disantap. Menu khas Timur Tengah menjadi andalan berbuka puasa hampir divsetiap masjid di sini. Ya, mayoritas umat muslim berasal dari negara tersebut.
Menjalani puasa 19 jam memiliki berkah tersendiri. Dengan singkatnya waktu antara jam berbuka puasa dengan waktu makan sahur, membuat kita untuk tidak memasak terlalu banyak menu makanan. Karena belum sempat perut ini terasa lapar, kita harus bersiap untuk makan sahur. Memasak sedikit makanan untuk menghindari mubadzir. Beberapa dari kita yang masih single dan sedang masa belajar disini lebih memilih untuk berbuka puasa di masjid.
Bagiku yang kala itu masih menyusui si kecil, menjadi tantangan tersendiri dalam menjalani puasa 19 jam. Awal terasa berat, namun lambat laun begitu nikmat. Mencoba produktif dan fokus dengan si kecil ternyata cukup membantu untuk mengalihkan rasa haus dan lapar. Mengikuti beberapa event children activity baik yang diadakan oleh council atau komunitas lain, kelas memasak, kelas parenting, dan aktivitas-aktivitas lainnya. Aku lebih memilih kegiatan indoor agar tidak terlalu menguras energi. Selain itu, beberapa komunitas muslim mengadakan beberapa acara special Ramadan seperti tilawah dan mengaji bersama di masjid.
Dengan waktu puasa yang lebih lama, secara tidak langsung lebih lama pula waktu kita beribadah selama bulan Ramadan. Keindahan dalam keberagaman pun tercipta kala tetangga-tetangga saling berbagi menu buka puasa. Menu spesial nasi biryani dengan olahan kambing sering mampir ke rumahku, dan tak lupa berbalas makanan khas Indonesia kepada mereka. Sate, martabak, kolak, es campur ternyata memberi rasa penasaran bagi mereka hingga resep pun mereka minta. "Enak sekali," kata mereka. Alhamdulillah. Cerita Ramadanku di belahan bumi Eropa menjadi pengalaman hidup yang tak pernah aku lupa.
#ElevateWomen