Fimela.com, Jakarta Bicara tentang bisnis memang penuh dengan tantangan. Tidak hanya persoal memiliki modal saja, namun juga tentang kreativitas dan kemampuan untuk bertahan, serta berkembang lebih besar.
Untuk Diary Fimela kali ini, Tim FIMELA berkenalan dengan Dody Andri, inisiator dan pemilik dari bisnis tas kayu asal Bantul, Yogyakarta yang kini telah mendunia. Ketika dihubungi oleh Tim FIMELA, Dody mengaku sejak lulus kuliah dari jurusan Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dirinya memang telah berkenalan dengan dunia kayu karena sering bekerja dengan para perajin untuk proyek developing.
Advertisement
BACA JUGA
Sampai ketika Dody bertemu teman lama dan mendapatkan lingkaran pertemanan yang baru, ia memutuskan untuk membuat brand produk kayu sendiri. Di tahun 2015, produk jam tangan kayu sedang sangat populer dan saat itu, Dody terinspirasi untuk membuat brandnya sendiri.
Namun, sekali lagi membuat dan membangun bisnis tidak hanya tentang semangat dan ketertarikan di awal saja, namun juga bagaimana bisa membuat bisnis tersebut berkembang dan dikenal oleh sebanyak mungkin orang. Sejak awal, Dody telah mengalami kesulitan menemukan perajin yang mau membantunya memproduksi jam tangan dari kayu, karena limbahnya jauh lebih banyak dan harga jualnya akan menjadi tinggi sekali, sehingga sulit bersaing dengan brand-brand yang telah muncul sebelumnya.
Satu hari, Dody bertemu dengan seorang perajin di daerah Pajangan, Yogyakarta, di mana perajin ini telah memiliki sebuah brand bernama Ruaya yang telah collaps dan memutuskan untuk mengambil alih brand ini. Dody melakukan riset selama 3 bulan, sebelum akhirnya memutuskan untuk beralih memproduksi speaker dari kayu.
Inilah mengapa sejak awal Ruaya dikenal sebagai brand speaker kayu. Bisnis speaker kayu ini bertahun hingga tahun 2017-2018 dan Dody merasa ia harus memutar otak lagi untuk menghasilkan produk baru yang lebih diminati dan mempertahankan bisnis yang sudah ada.
"Masa produk kan tertentu, jadi harus putar otak untuk cari produk yang bisa bertahan lama," cerita Dody ketika diwawancarai oleh Tim FIMELA.
Advertisement
Awal mula Ruaya dikenal sebagai brand tas kayu yang unik dari Yogyakarta
Sejak tahun 2018 hingga sekarang, akhirnya Ruaya dikenal sebagai brand tas kayu, karena Dody menemukan bahwa kebanyakan pembeli produk Ruaya adalah perempuan, sehingga ia ingin menciptakan produk yang bisa dikenakan sehari-hari oleh perempuan. Dody merasa beruntung dan bersyukur sejak awal terjun di bisnis kayu ini, ia dikelilingi oleh sesama pengusaha yang saling mendukung.
"Saya malah merasa nggak ada persaingan. Kalau namanya jualan ya wajarlah ya ada waktu-waktu sepi, ada waktu-waktu ramai, tapi sesama pengusaha, kita malah saling sharing, saling kasih dukungan."
Usaha dan kerja keras Dody ini membuahkan hasil. Dody yang awalnya sendirian, sekarang telah memiliki 6 orang pegawai yang membantunya di Ruaya.
"Produk utama Ruaya itu tas. Tapi karena pembuatan tas kayu itu kan limbahnya besar, jadi limbahnya kita pakai untuk produk-produk lain yang lebih kecil, seperti souvenir."
Melalui akun Instagram Ruaya (@ruaya.co) dan beberapa e-commerce, kamu bisa melihat berbagai kreasi Ruaya, mulai dari tas yang dijual dengan rentang harga Rp650.000 hingga Rp1.200.000 dan produk-produk kecil mereka yang dijual dengan rentang harga Rp70.000 hingga Rp300.000. Dody juga mengakui bahwa Ruaya yang sekarang ini berawal dari keisengannya.
"Dulu, brand ini iseng, bukan sesuatu yang serius. Lalu, terlanjur dikenal orang, ya mau nggak mau harus diseriusin."
Karena memang berawal dari keisengan, walaupun telah memiliki akun Instagram dan website, semuanya tidak dikelola dengan baik. Hingga suatu hari, Dody dihubungi oleh pihak salah satu e-commerce besar di tanah air yang memang sedang mengumpulkan brand-brand lokal, berhasil berkolaborasi dengan Daniel Mananta, dan berangkat dari situlah Ruaya mulai dikenal banyak orang.
Produk-produk Ruaya sudah sampai ke Rusia dan Prancis
Hingga saat ini, produk Ruaya telah berhasil sampai ke Rusia dan Prancis. Sama seperti pengusaha lainnya, Dody juga kesulitan mempertahankan bisnisnya di masa pandemi ini, bahwa produk-produk Ruaya sebenarnya paling laku setelah pameran.
"Kalau nggak ada pameran, seperti sekarang ini, ya rantainya mati, karena produk kita kan sebenarnya tersier. Masyarakat lebih mengutamakan pengeluaran untuk hal lainnya. Selama pandemi, tas nggak laku, jadi saya dan tim ya mengerjakan proyek apapun, seperti pesanan lemari atau box cerutu."
Ada satu pepatah lama yang didapatkan Dody ketika membaca sebuah buku yang mengatakan "Tetaplah menjadi naif." Kata-kata yang menurut Dody sangat sederhana, namun benar.
"Dulu kan saya memulai Ruaya benar-benar naif. Sekarang waktu sudah sedikit banyak tahu, justru kerasa lebih ribet. Bisnis sendiri itu tergantung effort kita. Yang agak ribet itu ya manajemennya. Sekarang semuanya saya urus sendiri, kadang bingung juga untuk atur waktu."
Dody juga setuju bahwa memulai sebuah bisnis tidak melulu soal modal. Modal besar di awal ada baiknya, menurut Dody, asal tahu strategi.
"Kalau bisnis sudah jalan, kita sudah punya SDM, mau nggak mau ya kita harus mati-matian gimana biar bisnisnya jalan terus, karena ada orang-orang yang bergantung sama kita di situ."
Di bulan puasa ini, Dody dan tim Ruaya sedang mempersiapkan sebuah kolaborasi menarik dengan Ridwan Kamil untuk mengadakan pameran yang berisi brand-brand lokal dari seluruh Indonesia. Bagaimana menurutmu, Sahabat FIMELA?
#Elevate Women