Fimela.com, Jakarta Seluruh dunia telah bergumul dengan COVID-19 selama setahun terakhir, namun banyak orang yang sangat kaya terus memanjakan diri mereka, seperti yang selalu mereka lakukan sebelum pandemi. Mera Viglia bisa bicara seperti ini karena ia bekerjja di restoran mewah di kota ski yang juga mewah.
Tugas Mera adalah memberikan pengalaman bersantap mewah bagi para tamunya. Jutaan orang memilih untuk tetap tinggal di rumah mereka, makan pizza beku, menonton Netflix secara berlebihan, dan mencoba untuk tidak memikirkan bagaimana atau apakah mereka akan mampu membayar sewa bulan depan.
Advertisement
BACA JUGA
Tapi para tamu di restoran tempat Mera bekerja justru masih bisa menikmati sebotol anggur seharga 500 dollar, bermalas-malasan selama 3 jam atau lebih, dan biasanya bertingkah seperti COVID-19 tidak ada. Mera mengakui bahwa ia mendapatkan keuntungan dari pekerjaan yang dilakoninya, ia mampu membayar asuransi kesehatan dan makanan, serta penginapannya, karena orang-orang yang makan di restoran tersebut.
Namun, faktanya tetap mengganggu Mera, ia bersyukur bisa mencari nafkah dan melihat sekilas gaya hidup serba mewah selama salah satu momen paling menantang dalam sejarah, baru-baru ini. "Aku tidak suka suasana di sini," kata seorang perempuan paruh baya dengan berliannya yang besar pada Mera, suatu malam saat Mera menunjukkan mejanya.
Saat itu akhir bulan Juli, Mera memberi tamu tersebut tempat di dalam tenda, di luar ruangan, ini merupakan upaya restoran tersebut memberikan tempat duduk yang lebih aman dan nyaman, setelah undang-undangan kapasitas terbatas mengurangi ruang makan dalam restoran kecil tersebut menjadi hanya 5 meja saja. Karena ini adalah tugas Mera untuk menyenangkan pelanggan mereka, ia harus menelan komentar tajam tersebut dan membawanya kembali ke dalam, di mana ia menawarinya meja di sudut.
"Bisakah kamu menambahkan meja lain di tengah ruang makan ini? Pencahayaannya jauh lebih bagus di sana," ia bertanya kepada Mera. Ketika Mera menjelaskan kepada tamu tersebut bahwa restoran diminta untuk memisahkan pengunjung sejauh 6 kaki, sehingga tidak ada ruang untuk meja tambahan, ia berunding dengan suaminya dan berkata lagi, "Kami memiliki hotel di seluruh dunia dan memiliki ekspektasi yang lebih tinggi di sini."
Lalu mereka berlalu. Mera telah bekerja di restoran tersebut selama 2 tahun, sehingga ia sudah tidak asing dengan perilaku seperti itu yang ditunjukkan oleh beberapa tamu VIP mereka.
Â
Â
Advertisement
Tingkah pelanggan dari orang kaya yang merasa mereka tidak terpengaruh oleh pandemi COVID-19
Bahkan sebelum COVID-19 ada, banyak dari mereka yang memaksa dengan kasar ketika mengajukan permintaan yang tidak masuk akal, yakin bahwa aturan atau undang-undang pun tidak berlaku bagi mereka, hanya karena status keuangan mereka. Mera bahkan menebak bahwa sebagian besar dari orang-orang ini tidak pernah bekerja di layanan pelanggan, karena jika mereka memiliki pengalaman tersebut, mereka tidak akan memperlakukan pelanggan seperti itu.
Banyak dari mereka hampir tidak melakukan kontak mata saat meminta sesuatu, beberapa lainnya menyebut teman selebritas mereka dengan harapan mendapatkan perlakuan istimewa, atau mengajukan permintaan seperti meja terbaik seperti di rumah pada reservasi online, dan mengungkapkan kekecewaan yang sangat parah jika keinginan aneh mereka tidak terpenuhi. Seorang pelanggan mengancam akan memecat Mera karena minuman yang dibuatnya tidak cukup kuat dan ia berteman dengan pemilik resor ski tersebut.
Beberapa kali selama setahun terakhir, Mera dipekerjakan untuk bekerja di acara makan malam pribadi di beberapa rumah termegah di kota tersebut. Di satu rumah, tanda di dekat pintu menginstruksikan Mera untuk melepas sepatu dan ia berjalan di lorong terbuka besar dengan kaus kakinya dengan nampan makanan, mencari tamu di ruang permainan tuan rumah, bar yang penuh, ruang duduk, atau dek yang besarnya 2 kali apartemen studionya yang mahal.
Walaupun tuan rumah cukup ramah, mereka tidak berusaha mengenakan makser ketika mereka mendekati Mera atau staf lain yang disewa, dan tampaknya mereka berpikir bahwa itu bukan masalah untuk mengadakan pesta makan malam besar ketika pertemuan tatap muka dibatasi di seluruh dunia. Begitu mereka duduk, Mera terpaksa mendengarkan mereka bicara tentang perjalanan yang baru-baru ini dilakukan ke tempat-tempat dengan kasus COVID-19 yang tinggi, seperti Florida dan Texas untuk bisnis atau merenovasi banyak rumah mereka.
Setahun terakhir ini, karena peraturan COVID-19 diberlakukan dan diubah setiap minggunya, Mera ditugaskan untuk menegakkan aturan tersendiri demi menjaga keamanan staf dan pengunjung restoran. Alih-alih berkonsentrasi menyediakan layanan terbaik bagi para tamu, Mera terpaksa menemukan cara-cara kreatif untuk memuaskan kebutuhan mereka sambil tetap mematuhi undang-undang yang berlaku.
Tuntutan yang tinggi dari beberapa pelanggan dan aturan baru yang dirancang untuk mengurangi potensi risiko mematikan makan di luar membuat interaksi rumit di restoran. Banyak tamu yang tampaknya tidak dapat menerima penolakan layanan yang mereka rasa pantas mereka terima, meskipun undang-undanglah yang membatasi pengalaman mereka.
Banyak interaksi Mera dengan orang kaya selama setahun terakhir telah mengungkapkan betapa bodohnya orang-orang ini tentang kenyataan pahit hidup melalui pandemi yang dihadapi oleh semua orang. Mera dan rekan kerjanya harus meluangkan waktu ekstra untuk sering mencuci tangan dan membersihkan kaamar mandi, serta permukaan yang sering disentuh, belum lagi mengingatkan para tamu untuk mengenakan masker saat masuk ke dalam restoran, sambil terus memberikan pelayanan yang prima.
Mera berusaha beradaptasi dengan aturan yang terus diperbarui dan melayani pelanggan dengan baik selama pandemi COVID-19
Mereka harus terus mendapatkan informasi baru dan mengikutinya, mulai dari jam malam, peraturan take away, hingga para tamu yang hanya diperbolehkan makan di luar ruangan. Ketika restoran tempat Mera dibuka kembali setelah dibekukan selama beberapa bulan, ancaman untuk ditutup kembali dan tidak memiliki penghasilan sama sekali selalu muncul di balik setiap pembatasan baru.
Selain itu, Mera dan rekan kerjanya telah menghabiskan setahun terakhir dengan ketakutan bahwa salah satu tamu tanpa masker yang mereka layani dapat menginfeksi mereka dengan COVID-19. Mera memiliki kondisi kesehatan bawaan, menempatkannya pada risiko tinggi untuk komplikasi jika ia tertular virus.
Sayangnya, banyak tamu kaya yang pernah dilayani oleh Mera berasumsi bahwa status keuangan mereka menempatkan mereka di luar batasan pandemi. Namun, dengan senang hati, Mera menyatakan bahwa tidak semua orang sangat menuntut.
Restorannya dapat tetap buka dan beradaptasi dengan COVID-19 berkat orang-orang yang telah menyumbang dana bantuan restoran kota. Ada juga tamu yang sangat luar biasa, seperti mereka yang meninggalkan tip yang sangag murah hati, terkadang lebih dari 1.000 dollar.
Ada seorang tamu yang membatalkan reservasi melalui telepon, namun bersikeras tetap memberikan tip untuk staf yang bertugas atau para tamu yang tetap mengenakan masker dan hanya melepaskannya saat makan saja. Yang benar-benar luar biasa adalah mereka yang dengan tulus berterima kasih restoran tersebut tetap buka sehingga mereka bisa merasakan pengalaman keluar rumah dan minum anggur dalam suasana yang berbeda.
Mera memutuskan untuk mengambil cuti dan mencoba menemukan karier yang tidak ditentukan oleh keinginan orang kaya. Walaupun beberapa perilaku mengecewakan Mera, namun ia memilih fokus pada kemurahan hat dan empati yang ditunjukkan oleh beberapa tamu.
Terlepas dari semua itu, Mera bersyukur ia masih memiliki pekerjaan selama pandemi. Bagaimana menurutmu, Sahabat FIMELA?
#Elevate Women