Fimela.com, Jakarta Apakah manusia pada hakikatnya terlahir baik? Atau malah setiap manusia sudah memiliki bawaan sifat buruk sejak lahir? Kita sesungguhnya terlahir baik atau buruk? Perkara ini bisa mengundang perdebatan yang panjang. Rasanya berbagai macam teori akan diungkapkan untuk mendukung setiap keyakinan setiap kubu.
"Ini adalah buku mengenai suatu gagasan radikal," begitu kalimat pembuka dalam judul bab "Suatu Realisme Baru" dalam buku Humandkind: Sejarah Penuh Harapan karya Rutger Bregman. Gagasan radikal yang dimaksud adalah bahwa sebagian besar orang pada dasarnya baik. Dalam bencana-bencana terbesar sepanjang sejarah, ada bukti-bukti bahwa ketika krisis terjadi, manusia justru bisa memunculkan sisi terbaik.
Saat ada bencana, tragedi kemanusiaan, atau musibah, manusia bisa memunculkan hakikat terbaik dirinya. Saling bantu, saling menolong, dan saling memulihkan diri satu sama lain menjadi temuan-temuan luar biasa di tengah terjadinya suatu peristiwa buruk. Manusia punya ketidaksukaan yang berakar terhadap kekerasan seperti pemaparan tentang banyak serdadu perang yang tak tega menarik pelatuk, dan sebagian besar korban jatuh karena serangan dari jauh oleh para pilot atau penembak yang tak pernah perlu menatap mata musuh.
Advertisement
BACA JUGA
Advertisement
Buku Humankind Karya Rutger Bregman
Judul: Humandkind
Penulis: Rutger Bregman
Penerjemah: Zia Anshor
Tata letak isi: Fajarianto
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Ada satu kepercayaan yang mempersatukan kelompok kiri dan kanan, ahli psikologi dan ahli filsafat, penulis dan pencatat sejarah. Kepercayaan itu mengilhami judul berita di sekeliling kita dan hukum yang mengatur hidup kita. Dari Machiavelli sampai Hobbes, Freud sampai Dawkins, akar kepercayaan ini telah menghunjam dalam pemikiran Barat. Kita diajari bahwa manusia bersifat dasar egois dan digerakkan kepentingan pribadi.
Humankind mengajukan argumen baru: bahwa lebih realistis sekaligus revolusioner andai kita beranggapan bahwa manusia itu pada dasarnya baik. Naluri untuk bekerja sama bukannya bersaing, memercayai bukannya tak percaya, punya dasar evolusioner yang ada sejak awal kehadiran spesies kita. Menganggap buruk orang lain bukan hanya memengaruhi cara kita memandang orang lain, melainkan juga politik dan ekonomi kita.
Di buku penting ini, penulis laris internasional Rutger Bregman merangkum beberapa penelitian paling terkenal di dunia dalam kerangka baru, memberi sudut pandang baru untuk 200.000 tahun terakhir dalam sejarah manusia. Bregman menunjukkan bagaimana kepercayaan terhadap kebaikan dan altruisme manusia bisa mengubah cara kita berpikir—dan menjadi dasar untuk mencapai perubahan sejati di masyarakat.
Waktunya ada pandangan baru atas hakikat manusia.
***
"Kita terlahir dengan kecenderungan memilih kebaikan; itu sifat dasar kita." (hlm. 212)
"Manusia punya bakat fenomenal, kata mereka, penyelamat yang membedakan kita dari makhluk lain. Bakat itu dapat kita andalkan. Itulah keajaiban yang bisa kita gantungi harapan. Nalar." (hlm. 246)
Rutger Bregman melalui buku ini ingin membuktikan bahwa manusia pada dasarnya tidak jahat. Manusia pada dasarnya baik dan terlahir dengan sifat baik. Untuk menguatkan gagasan dan keyakinannya itu, ia melakukan banyak riset tentang peristiwa-peristiwa besar di dunia seperti Perang Dunia dan kamp konsentrasi Auschwitz. Sejarah manusia dari masa ke masa pun ia kupas untuk menelisik lebih jauh tentang hakikat manusia.
Buku ini memaparkan sejarah penuh harapan dengan pembahasan dari berbagai sisi, mulai dari sisi sosiologis, filosofis, historis, hingga psikologis. Kita pun diajak untuk lebih mengenali diri sendiri. Manusia seperti apa kita sebenarnya? Apakah kita benar-benar bisa menjadi manusia yang baik terlepas dari berbagai tekanan dan masalah yang muncul dalam kehidupan? Banyak pemaparan yang cukup mengejutkan sekaligus membuka mata terkait diri kita yang sesungguhnya.
Membaca buku ini ada baiknya dicerna secara perlahan. Banyak sekali bukti-bukti studi, hasil riset, dan ragam teori terkait sejarah dan kehidupan manusia. Mungkin akan ada hal-hal yang membuat kening kita berkerut, tapi ada juga yang akan membuat kita tersenyum.
Harapan selalu ada. Kita masih punya harapan memiliki dan membangun dunia yang lebih baik. Dunia ini memang sangat kompleks, bahkan manusia itu sendiri juga punya sejumlah sisi paradoks. Namun, harapan untuk bisa menjadi manusia yang lebih baik dan menghadirkan pengaruh positif dalam kehidupan ini selalu ada.
#ElevateWomen