Fimela.com, Jakarta "Suamiku dan aku adalah pasangan kampus. Romansa kampus yang ada pada umumnya, kami mengalaminya. Kami satu kelas, langsung menjadi teman, menemukan sebuah ikatan dan dia memintaku jadi pacarnya pada tahun pertama kuliah," papar Anya (bukan nama sebenarnya) seperti yang ia ceritakan di laman timesofindia.indiatimes.com. Anya dan pria yang kini menjadi suaminya (sebut saja Divit) sudah berpacaran sejak kuliah. Selama berpacaran mereka telah membuat banyak kenangan indah. Mulai dari berkencan, saling memberi kejutan ulang tahun, hingga belajar bersama untuk ujian.
Anya pun menyadari bahwa masa-masa berpacaran semasa kuliah itu adalah masa yang paling indah. Setelah lulus kuliah, Anya bekerja di sebuah agensi periklanan dan Divit bekerja di bidang Teknologi Informatika. Anya dan Divit pun sibuk dengan pekerjaan masing-masing dan hanya bertemu pada akhir pekan.
Advertisement
BACA JUGA
Memutuskan untuk Menikah
"Pada tahun 2017 adalah saat ia mengajakku kencan romantis dan melamarku. Ya, dia berlutut dengan satu kaki dan membuatku menangis," kata Anya yang menceritakan bagaimana saat itu merasa terharu dan bahagia Divit akhirnya melamarnya.
Orangtua Anya dan Divit sudah saling kenal. Orangtua Anya sangat menyukai Divit, tapi orangtua Divit ingin Divit menikahi perempuan lain. Namun, Divit tetap ingin menikahi Anya.
Pada akhirnya, orangtua Divit memberi restu. Anya dan Divit menikah dengan resepsi yang hanya mengundang orang-orang terdekat. Itu adalah momen yang sangat membahagiakan bagi Anya.
Advertisement
Tinggal Serumah dengan Mertua
"Kami tinggal dengan orangtuanya dan aku tak masalah karena aku sendiri tipe orang yang sayang keluarga. Tapi ada sesuatu yang tidak beres dengan orangtuanya," kata Anya.
Mertua Anya sering ikut campur dalam keputusan yang dibuat Anya dan Divit. Ibu mertua Anya sering membuat Anya sibuk melakukan banyak pekerjaan rumah sebelum dan sesudah ia pulang kerja. Bahkan pada akhir pekan, mertua Anya meminta Anya dan Divit untuk bisa menghabiskan waktu bersama mereka, entah dengan menemani di rumah atau mengajak mereka keluar berjalan-jalan.
Lama-kelamaan, Anya merasa makin tidak nyaman. Mertua Anya yang tak lain adalah orangtua Divit menjadi satu-satunya penyebab banyak pertengkaran. Tak ada privasi. Anya dan Divit tak bisa pergi berduaan. Bahkan di setiap pembuatan keputusan, Anya harus melibatkan mertuanya. Belum lagi dengan tekanan untuk bisa segera punya momongan.
Memutuskan Berpisah
Anya merasa sangat tertekan dan stres. Karena kehidupan pernikahannya yang makin rumit, kehidupan kariernya pun ikut memburuk. Dia pun tak tahan lagi dan menawarkan dua pilihan pada suaminya.
Anya memberi dua pilihan pada suaminya. Pertama, tetap hidup bersama orangtua Divit tanpa ada kebebasan. Kedua, hidup berdua dengan Anya demi kedamaian hubungan.
"Dia memilih yang pertama dan aku tahu besarnya cintaku tak akan bisa mengalahkan komitmennya kepada orangtuanya," kata Anya.
Anya pun berpisah dari suami yang sebenarnya sangat ia cintai itu. Anya sendiri menjalani terapi, mencari pekerjaan baru, dan pindah ke rumah baru. Dia dalam proses untuk memulihkan diri dari trauma mental.
"Aku dulu mencintai suamiku, sekarang pun masih sama, tapi aku sadar aku tak mau merendahkan diriku demi orang lain, apalagi dengan mengorbankan kesehatan mentalku," tutup Anya mengakhiri ceritanya.
#ElevateWomen