Fimela.com, Jakarta Tulisan kiriman Sahabat Fimela.
***
Oleh: Lasri Sugiarto
Advertisement
Aku lahir dari keluarga yang miskin, pendidikanku pun tidak tinggi, tapi orang tuaku mendidik anak-anaknya untuk mandiri dan tidak boleh menadahkan tangan untuk meminta-minta. Kedua orang tuaku selalu kerja lembur dan jarang pulang sore, bapak dan ibu kerja berangkat subuh pulangnya malam hari saat kami sudah mengantuk dan kadang kami sudah tertidur saat mereka pulang ke rumah. Kami jadi kurang kasih sayang dari kedua orang tuaku.
Kami lima bersaudara. Saat kecil kami diasuh oleh nenekku. Kehidupan kami sekeluarga penuh kekurangan makan dan kesulitan uang. Semua itu membuat kami lebih sabar menjalani hidup. Kami sering kekurangan makan, bahkan karena kemiskinan kami sering makan nasi karak, nasi jagung, nasi gaplek, nasi sukun, nasi ubi jalar, nasi basi pun kami pernah makan. Nasi putih dan makan lauk ayam kare atau pun ayam goreng itu makanan istimewa buat kami. Kami makan nasi putih hanya saat ada syukuran atau saat hari raya saja, itu pun kami harus berbagi makan untuk orang satu rumah.
BACA JUGA
Tapi kesabaran dan ketelatenan nenekku saat mengasuh kami, membuat kami bisa bertahan hidup. Senyum manis penuh kasih sayang nenekku yang merawat kami saat itu membuat kami bisa melewati masa sulit kami.
"Nduk, kamu harus selalu berbuat baik pada sesama, karena yang akan membalas kebaikan dirimu adalah Allah. Jangan memakai hitung-hitungan matematika pada manusia, karena kalau hitungan manusia 1 +1 = 2, tapi kalau kita memakai hitungan yang di atas, 1+1 bisa jadi seratus, bisa jadi seribu, jadi ingatlah itu, jangan berhenti untuk berbuat baik pada siapa saja," ucap nenekku saat itu, dan sampai sekarang aku masih mengingatnya.
Saat usiaku menginjak remaja aku putuskan untuk merantau ke luar pulau untuk mencari uang agar bisa mengubah nasibku. Dan setelah dua tahun merantau, aku pulang ke desaku.
Saat itu nenekku sudah terlihat sangat tua dan sakit parah, aku yang saat itu masih remaja dengan pemikiran yang egois, aku melakukan kesalahan. Saat nenekku sakit parah dan ingin makan buah manggis, aku disuruh untuk membeli buah manggis ke kota, karena di desaku tidak ada yang jual buah manggis, aku pun pergi ke kota untuk membeli buah manggis itu.
Kesalahanku adalah aku tidak langsung pulang saat itu, tapi aku malah pergi main-main dulu di kota, setelah sore aku baru pulang ke rumah. Tapi setelah sesampainya aku di rumah orang-orang sudah mengeluarkan perabotan dari dalam rumahku, aku merasa heran, apa yang terjadi, aku bergegas masuk rumah. Di dalam rumah sudah banyak orang berkumpul dan menangis.
Advertisement
Ada Kesedihan dan Penyesalan yang Tersisa
Ternyata nenekku sudah meninggal, tanpa merasakan makan buah manggis yang aku beli, buah yang ingin nenek makan. Rasa sesal dalam hatiku sampai sekarang terus menghantuiku. Bukan karena buah manggis itu, tapi rasa sesal kenapa aku tidak langsung pulang ke rumah, tapi kenapa malah aku main-main dulu.
Nenekku yang merawat diriku dari kecil sampai dewasa, nenek hanya ingin makan buah manggis, tapi aku malah menyepelekan keinginan nenek yang terakhir itu. Hidup dan mati milik Allah, tapi kalau kita bisa menghargai keinginan orang tua pasti hidup akan lebih berharga dan bermakna.
Sekarang saat aku sudah sukses dan sudah hidup layak, tapi semua orang tua sudah tiada. Rasa sedih itu kadang datang.
Dalam pikiranku, andai saja kedua orang tuaku, nenekku mereka bisa menikmati makanan lezat seperti yang aku makan, naik mobil mewah seperti yang aku kendarai. Andai saja itu terjadi, mereka pasti akan sangat bahagia melihat hidup anaknya sudah mapan. Tapi mereka semua sudah tiada, mereka hanya bisa melihatku dari surga.
Hanya doa sekarang yang bisa aku panjatkan buat semua almarhum orang tuaku yang telah meninggal. Beruntung orang-orang yang masih memiliki kedua orang tuanya, sayangi mereka, hormati dan muliakanlah hidup mereka, karena doa mereka yang bisa membuat hidup kalian mulia dunia dan akhirat.
#ElevateWomen