Fimela.com, Jakarta Menderita stroke langka pada 2006 membuat Marisa Hamamoto lumpuh hampir sekujur tubuhnya. Tidak hanya itu, ia pun mendapat perilaku rasisme, penghinaan terhadap tubuh, dan serangan seksual yang membuatnya depresi hingga didiagnosa menderita PTSD (Post Traumatic Stress Disorder).
Marisa Hamamoto sendiri merupakan penari keturunan Jepang Amerika. Namun akibat stroke yang dialaminya membuat Marisa harus meninggalkan dunia tari sepenuhnya selama hampir empat tahun.
Advertisement
BACA JUGA
"Saya takut menari dan takut berada di hadapan orang-orang. Saya mengalami mimpi buruk dari seluruh kelumpuhan yang terjadi," ungkap Marisa.
Selama menjalani perawatan, Marisa pun menghabiskan banyak waktu di atas kursi roda. Namun pesta liburan yang menampilkan penari salsa justru menjadi momen Marisa untuk 'comeback' ke dunia tari. Ia menemukan dunia tari dari atas kursi roda.
Advertisement
Membongkar koreografi
View this post on Instagram
Dari momen itu Marisa pun sadar bahwa dunia tari belum cukup adil bagi penyandang disabilitas. Sementara, penelitian menyebut 1 dari 4 orang di dunia mengalami kecacatan.
Ia pun akhirnya menghubungi Adelfo Cerame Jr, seorang binaragawan kursi roda untuk mengajaknya mencoba berdansa. Setelah sesi berjam-jam, tarian yang mereka buat sama sekali tidak mendiskriminasi penyandang disabilitas. Marisa menemukan tarian bagi mereka yang merupakan penyandang disabilitas.
Pada 2015, Marisa membentuk Infinite Flow, sebuah grup tari asal Los Angeles yang mempekerjakan penari dari berbagai kalangan.
"Kami mengubah narasi seputar disabilitas dan keragaman. Kami menggunakan tarian sebagai cara untuk membongkar stereotip," katanya.
Agen perubahan
View this post on Instagram
Marisa dan tim membongkar mekanisme koreografi yang memungkinkan para penyandang disabilitas dapat tetap menari dengan mudah. Berkat kerja kerasnya, Infinite Flow telah tampil di sejumlah acara penting yang membuka mata masyarakat akan kesempatan yang lebih besar bagi penyandang disabiitas.
Pengalaman ini juga membantu Marisa untuk bersuara menentang diskrimasi terhadap rekan-rekannya yang merupakan keturunan Asia-Amerika. Marisa terus melakukan eksplorasi dan pembelajaran yang lebih baik. Sebagai seorang perempuan, ia yakin bisa menjadi agen perubahan yang lebih baik jika ia tahu apa yang benar untuk dibela.
Advertisement
Simak video berikut ini
#Elevate Women