Fimela.com, Jakarta Kita semua pernah punya pengalaman atau kisah tentang cinta. Kita pun bisa memaknai arti cinta berdasarkan semua cerita yang pernah kita miliki sendiri. Ada tawa, air mata, kebahagiaan, kesedihan, dan berbagai suka duka yang mewarnai cinta. Kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories Februari 2021: Seribu Kali Cinta ini menghadirkan sesuatu yang baru tentang cinta. Semoga ada inspirasi atau pelajaran berharga yang bisa dipetik dari tulisan ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: fuatuttaqwiyah
Februari bagi sebagian orang adalah bulan cinta. Aku pun menganggap sama. Bagiku, Februari adalah bulan penuh cinta. Kebetulan aku dan suami lahir di bulan yang sama, Februari. Salah satu doaku puluhan purnama sebelumnya, mempunyai suami lahir di bulan yang sama.
Tidak seperti tahun sebelumnya, kusambut Februari dengan penuh ceria. Bahkan aku menyiapkan event menulis khusus di bulan bertebar cinta itu. Namun, seperti mendapat firasat, tanganku seakan berhenti. Keinginan untuk membuat event menulis Komunitas Nderes Literasi pun sirna perlahan.
Kabar Duka
Sore itu duniaku serasa hancur. Kabar dari Magelang, membuat duniaku seakan terhenti. Tanpa firasat, tanpa pesan, tanpa mimpi, Bapak berpulang. Sore 3 Februari 2021, mendung mulai menggelayut di wajahku.
Aku beruntung ada suami yang ada di sampingku. Dia menemaniku pulang ke rumah Bapak. Sepanjang perjalanan dialah yang membuatku tegar dan kuat. Tangis memang kutahan walau masih banyak yang mengganjal dibhati.
Advertisement
Ikhlas Melepas Bapak
Meski berat, sebagai anak aku masih sempat menyalatkan dan berdoa untuk Bapak bersama para tamu yang datang bertakziah ke rumah duka. Sejak aku datang hingga Bapak dimakamkan, banyak orang yang hadir untuk menyalatkan.
Di situ aku terharu. Aku tidak kenal orang-orang itu. Mereka adalah kenalan Bapak, murid, tetangga, dan saudara. Tangis kutahan di dada. Bapak adalah orang baik. Terbukti dengan banyaknya pelayat yang datang mendoakan. Tidak peduli panas dan protokol kesehatan yang diterapkan di rumah Bapak.
Alhamdulillah prosesi pemakaman berjalan lancar. Kulihat ada air mata. Namun, semua kulihat begitu ikhlas melepas Bapak. Aku pun belajar melepas Bapak dengan ikhlas.
Cinta yang Datang Terlambat
Satu hal yang kusadari, aku terlambat menyatakan cinta kepada Bapak. Di antara anak Bapak, aku yang tidak pulang ketika beliau sakit. Saat itu pandemi masih melanda. Aku pun tidak berani pulang karena khawatir tidak bisa balik ke Surabaya.
Penyesalan yang terlambat. Aku tidak sempat mendengar suara beliau mendoakanku. Tidak ada lagi yang akan mendoakanku dalam setiap sujud dan wirid harian. Tidak ada lagi tangan yang mengelus kepalaku. Aku benar-benar kehilangan Bapak.
Badanku pun seakan tidak terima. Berhari-hari aku jatuh sakit. Separuh jiwaku seakan pergi. Bahkan beberapa kelas pun sempat kutunda karena berduka.
Move On
Kehilangan begitu terasa. Saat melihat makam Bapak, rasanya aku masih belum percaya beliau telah tiada. Andai tidak kulihat gundukan tanah penuh dengan bunga itu, mungkin aku masih menganggap Bapak ada. Bapak, seribu cinta untukmu.
Menjaga Hubungan Baik dengan Adik-Adik
Terlahir sebagai anak nomor dua, dengan jumlah adik yang banyak, ada banyak amanah yang harus kupenuhi. Bapak memang tidak memberikanku harta, tetapi doa, amalan, keridaan, selalu beliau berikan.
Cerita adik tentang Bapak membuat mataku kembali berlinang. Bapak sudah bahagia dengan keberhasilan dan kemandirianku. PR Bapak tinggal adik-adik. Pak, jangan khawatir, adik-adik akan sukses seperti aku dan mbak Nurul, kakak pertamaku. Kami akan meneruskan perjuangan Bapak dan membina hubungan baik dengan adik-adik, keluarga, dan teman-teman Bapak.
#ElevateWomen