Fimela.com, Jakarta Kita semua pernah punya pengalaman atau kisah tentang cinta. Kita pun bisa memaknai arti cinta berdasarkan semua cerita yang pernah kita miliki sendiri. Ada tawa, air mata, kebahagiaan, kesedihan, dan berbagai suka duka yang mewarnai cinta. Kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories Februari 2021: Seribu Kali Cinta ini menghadirkan sesuatu yang baru tentang cinta. Semoga ada inspirasi atau pelajaran berharga yang bisa dipetik dari tulisan ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Sofianingsih
Tidak pernah ada kata “terbiasa” ketika kita kehilangan orang-orang tercinta, meskipun itu terjadi berkali-kali.
Februari 2017
Aku sedang dalam perjalanan mengantar anakku sekolah, Ketika handphone-ku berdering. Saat kuangkat, terdengar suara omku di seberang sana, mengabarkan bahwa nenekku telah meninggal dunia. Aku syok dan menangis. Nenekku memiliki peran yang sangat penting dalam hidupku, bisa dikatakan aku adalah aku yang sekarang karena peran besar nenek dalam hidupku.
September 2019
Kakakku mengabarkan bahwa ibuku terkena stroke ringan, dan harus masuk rumah sakit. Aku meminta izin pada suamiku untuk pulang kampung.
Selama 3 hari aku menemani beliau di rumah sakit. “Apa Ibu masih mengenaliku?” tanyaku, dan beliau hanya mengangguk tanpa berbicara. Karena izin cutiku habis, aku harus kembali ke Surabaya dan berjanji bulan depan akan menjenguk ibu lagi. Namun, Tuhan lebih menyayangi ibuku.
Seminggu setelah aku kembali ke Surabaya, tepatnya hari kamis 12 September 2019, pukul 4 dini hari, adik perempuanku menelepon, mengabarkan ibu sudah berpulang ke rahmatullah. Aku tidak bisa pulang kampung karena kehabisan tiket, sementara perjalanan darat akan membutuhkan waktu dua hari. Aku hanya bisa menangis dan mendoakan beliau.
Advertisement
Juli 2020
Tahun 2018, suamiku divonis mengalami gagal ginjal yang mengharuskannya menjalani cuci darah (hemodialisis) sebanyak 2 kali seminggu, seumur hidup. Pertama kali mengantarnya ke ruang HD, aku berusaha untuk tidak menangis, aku tidak ingin dia sedih melihatku dan merasa down.
Dua hari dalam seminggu, aku izin kepada atasan karena harus mengantarnya ke rumah sakit, menunggui di samping tempat tidurnya selama 4 jam, sampai proses HD selesai. Dua minggu setelah ulang tahunnya, suamiku dilarikan ke IGD pada pukul 1 dini hari, karena sesak napas. Bapaknya yang juga mertuaku, menunggui di rumah sakit sementara aku menunggu di rumah sambil menjaga anakku yang juga sedang demam tinggi. Bertepatan dengan azan subuh, bapak mertuaku menelepon, mengabarkan suamiku tidak tertolong. Paru-parunya kemasukan air yang mengakibatkan gagal napas. Hingga hari ini, penyesalan terbesarku adalah aku tidak ada di sisinya, di saat terakhirnya.
Januari 2021
Setelah kepergian suamiku, aku mengirim anakku pulang ke kampung, untuk tinggal bersama kakakku karena aku tidak ingin dia terlantar saat aku harus bekerja dari pagi hingga sore. Aku berencana pulang untuk menjenguknya, memanfaatkan liburan tahun baru. Namun sebaik apa pun kita berencana, Tuhan juga yang menentukan, di saat aku menjalani tes rapid, aku dinyatakan positif covid-19 dan harus menjalani karantina.
Di saat aku sedang berjuang untuk sembuh, aku mendapat kabar dari kampung, bapakku mengalami stroke akibat terjatuh di kamar mandi. Setelah pulang dari wisma karantina, aku masih melanjutkan karantina di rumah selama 10hari, dan tepat ditanggl 16 Januari 2021, kakakku menelepon dan mengabarkan bahwa bapak sudah berpulang. Dan lagi-lagi kali ini aku tidak bisa pulang kampung, hanya bisa menangis.
Saat ini aku berusaha untuk tetap kuat dan tegar, karena masih ada anakku yang membutuhkan aku. Tidak jarang di kantor aku menangis jika teringat, terutama pada almarhum suamiku, namun aku percaya Tuhan Maha Baik. Aku dan anakku pasti bisa melewati semua ujian dan Tuhan pasti akan memberikan kebahagiaan untuk kami.
#ElevateWomen