Fimela.com, Jakarta Kita semua pernah punya pengalaman atau kisah tentang cinta. Kita pun bisa memaknai arti cinta berdasarkan semua cerita yang pernah kita miliki sendiri. Ada tawa, air mata, kebahagiaan, kesedihan, dan berbagai suka duka yang mewarnai cinta. Kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories Februari 2021: Seribu Kali Cinta ini menghadirkan sesuatu yang baru tentang cinta. Semoga ada inspirasi atau pelajaran berharga yang bisa dipetik dari tulisan ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Cici Sari Wahyuni
Lima bulan lalu, nenek saya dipanggil Tuhan tepat di tanggal saya wisuda setahun yang lalu. Usai lulus kuliah, saya memutuskan untuk merawat nenek yang harus bolak-balik rumah sakit untuk melakukan cuci darah (hemodialisa) sebanyak tiga kali dalam seminggu.
Saya dan nenek tidak selalu akur. Kami bisa terlibat cek-cok kecil karena masalah sepele seperti air minum. Kedengarannya aneh karena hal seperti itu bisa menjadi masalah. Kenyataannya tidak seserhana itu. Gagal ginjal menyebabkan nenek harus lebih mengontrol banyaknya air yang beliau konsumsi. Tentu saja membatasi hal tersebut bukanlah perkara mudah. Terlebih ketika nenek selesai melakukan proses cuci darah, saya harus bisa menghadapi kondisi mood nenek yang akan berubah banyak, terutama masalah minum air putih (salah satu efek cuci darah adalah gampang haus).
Puncaknya adalah ketika nenek harus melalui pengobatan penyakit TBC-nya. Kondisi batuk nenek yang tidak lekas sembuh membuat kesehatan nenek semakin memburuk. Tubuhnya lebih rapuh dan jadi mudah sakit-sakitan. Saya tidak tega, nenek harus rutin meminum beberapa jenis obat-obatan. Belum lagi ketika mendengar keluhan nenek tentang sakit yang beliau rasakan. Tidak cukup sampai di sana, nenek semakin sulit dibujuk untuk makan dan keinginannya hanya minum air putih.
Advertisement
Tuhan Lebih Sayang Nenek
Nenek tidak mampu bertahan lebih lama. Harapan saya dan keluarga harus terpatahkan ketika nenek memilih pergi meninggalkan dunia. Saya menyesali tidak menemani beliau di detik-detik terakhir kehidupannya karena saya kurang peka. Rasanya memang sangat menyesal, terlebih saya merasa belum memberikan pelayanan terbaik kepada nenek, belum menjadi cucu terbaik yang bisa nenek saya andalkan.
Kami sudah berikhitiar, melakukan usaha yang bisa kami lakukan untuk kesembuhan nenek. Kami menyayangi nenek sebanyak yang kami bisa, tetapi apa yang bisa kami lakukan jika Tuhan jauh lebih menyayangi beliau?
Saya masih belajar mengikhlaskan walau masih sulit percaya bahwa nenek saya sudah benar-benar tidak ada di rumah ini, di dunia ini. Namun meski begitu, saya percaya bahwa Tuhan jauh lebih menyayangi nenek saya hingga dipanggil pulang lebih dulu untuk menuntaskan rasa sakit yang beliau alami selama ini.
Selamat jalan, Nek.
#ElevateWomen