Fimela.com, Jakarta Sudah hampir 4 bulan sejak Melissa Gabso menemukan suaminya selingkuh. Selama 3,5 tahun lamanya, sebagian perselingkuhan terjadi di rumah, sebagian lagi tidak diketahui di mana dan bagaimana.
Monogami, begitu perkiraan Melissa tentang hubungannya dan suami yang telah berlangsung selama 16 tahun. Ketika orang-orang memberi tahu Melissa tentang betapa menghancurkannya perselingkuhan dan tindakan apa yang harus diambil untuk mencegahnya, ia menerima nasihat semua orang.
Advertisement
BACA JUGA
Melissa tahu bahwa pengkhianatan seperti selingkuh pasti akan terasa menghancurkan, tapi ia juga merasa bahwa itu bisa diatasi. Bulan September lalu, seseorang yang asing memberikan album foto berisi foto capture dari profil Tinder suami Melissa yang mengklaim dirinya sebagai "slightly married," pesan teks seksual, dan catatan waktu dari percakapan telelpon mereka.
Melissa tiba-tiba menemukan dirinya dalam kesedihan, seperti seseorang yang ditinggal mati suaminya. Melissa merasa sebagian dari dirinya telah mati.
Awalnya, Melissa berpikir bahwa perceraian adalah satu-satunya pilihan. 'Sekali penipu, akan tetap menjadi penipu,' begitu pikir Melissa dengan imajinasi film porno tentang apa yang telah dilakukan suaminya bersama perempuan lain saat selingkuh.
Â
Â
Advertisement
Berpikir untuk cerai, namun memutuskan menjalani open relationship
Melissa hancur dan tidak dapat membayangkan dirinya sendiri akan pulih. Gagasan tentang perpisahan tampak sudah lama berlalu, logis, dan wajar.
Namun, terapi dan waktu yang ekstensif dengan teman-temannya yang berpikiran terbuka dan bijaksana, perlahan-lahan mendorong Melissa keluar dari kesengsaraan yang dirasakannya mengetahui sang suami selingkuh darinya. Melissa menyadari bahwa mungkin sebagian rasa sakit yang ia rasakan berasal dari penyakit sosial yang dapat dicegah, daripada menjadikannya sebagai kegagalan pribadi yang hina.
Setelah suaminya selingkuh dan Melissa mengalami kebangkitan filosofis, ia mendapati dirinya berada di persimpangan jalan. Ia memahami bahwa hubungan non monogami mungkin bisa menjadi ekspresi cinta yang lebih benar, namun ia juga masih merasakan ketakutan untuk ditinggalkan.
Suaminya telah mengatakan bahwa ia membutuhkan hubungan non monogami agar merasa utuh. Ia berkata dengan tulus bahwa ia menyesal atas apa yang telah dilakukannya dan mengklaim bahwa ia bisa menjalani hubungan monogami saat ini, tapi ia tidak akan benar-benar bahagia.
Suami Melissa juga mengatakan bahwa ia bisa menjamin hubungan yang aman dan jujur jika diizinkan menjalani hubungan non monogami. Akhirnya, mereka berdua duduk bersama dan menuliskan daftar pedoman yang unik untuk situasi mereka, beberapa di antaranya adalah tidak bertemu dengan teman atau keluarga yang sudah mapan.
Melissa dan suaminya tetap menjadi pasangan utama untuk satu sama lain
Melissa dan suaminya kemudian sepakat bahwa mereka akan tetap menjadi pasangan utama untuk satu sama lain, walaupun mereka masih dapat mengembangkan hubungan yang dalam dan bermakna dengan orang lain. Mereka sadar bahwa mereka harus bisa duduk bersama dan mengartikulasikan emosi mereka tanpa dibutakan oleh kecemburuan, depresi, dan kemarahan.
Melissa dan suaminya juga melanjutkan pertemuan dengan terapi pasangan. Suaminya memulai terapi untuk memproses masalah kebencian dan regulasi emosional yang mendorongnya untuk selingkuh.
Saat ini, secara bertahap, keduanya belajar bicara lebih jujur dan empati tentang perasaan dan pengalaman mereka, mengatasi trauma masa lalu dan sekarang, melihat orang lain dalam diri mereka. Melissa tidak pernah membayangkan ia bisa merasa bahagia ketika suaminya berkencan dengan perempuan lain, sama halnya ketika ia menikmati waktu bersama pria lain.
Melissa dan suaminya berbicara terus terang tentang pengalaman mereka, tentang apa yang berhasil dan apa yang tidak. Walaupun terkadang masih ada rasa cemburu, saat ini mereka telah memiliki perangkat emosional untuk mengatasi perasaan tersebut dengan sehat.
#Elevate Women