Fimela.com, Jakarta Selalu ada cerita di balik setiap senyuman, terutama senyuman seorang ibu. Dalam hidup, kita pasti punya cerita yang berkesan tentang ibu kita tercinta. Bagi yang saat ini sudah menjadi ibu, kita pun punya pengalaman tersendiri terkait senyuman yang kita berikan untuk orang-orang tersayang kita. Menceritakan sosok ibu selalu menghadirkan sesuatu yang istimewa di hati kita bersama. Seperti tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba Cerita Senyum Ibu berikut ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Irhayati Harun
Sebagai seorang ibu, tak selamanya peran yang dijalani dilalui dengan hati yang selalu bahagia. Bukan berarti anak-anak tak dapat menghadirkan kebahagiaan. Adakalanya ketidakbahagiaan itu muncul karena berbagai faktor. Masalah yang tak terselesaikan bersama pasangan dan keluarga besar, juga akibat stres yang tak terkelola dengan baik. Bahkan kalau sudah parah bisa mengalami depresi seperti yang kualami.
Senyumku hilang, begitu juga senyum anakku. Tak mungkin kulupa beberapa tahun yang lalu, tiba-tiba semangatku hilang dalam hal apa pun, termasuk menjalani peran sebagai ibu dan mengurus rumahtangga. Setiap hari aku lebih banyak tidur tanpa melakukan apa pun. Nafsu makanku juga hilang drastis. Rasanya hidup terasa kosong dan hampa. Kujalani masa kelam itu sambil berurai air mata putus asa. Senyum hilang dari bibirku berhari-hari lamanya. Bahkan anak-anakku jadi takut mendekati diriku, ibunya yang wajahnya telah berubah mirip zombie. Datar tanpa senyum dan juga emosi.
Memilih Bangkit demi Si Buah Hati
Dua minggu lebih selalu murung dan mengurung diri, membuatku jadi merasa bersalah, dan ingat akan nasib anak-anakku. Tak ada lagi ibu yang menyiapkan sarapan dan menemani mereka. Tak ada lagi senyum melepas mereka pergi ke sekolah. Tak ada lagi ibu yang bisa menjadi tempat mereka curhat. Wajah murungku pun pindah pada ketiga anakku. Ya Tuhan, aku harus bisa mengembalikan senyum anak-anakku lewat kembalinya senyumku. Aku harus bangkit!
Advertisement
Akhirnya Senyum Anakku Kembali karena Senyumku
Langkah pertama yang kulakukan mencoba berbicara pada suami tentang kondisiku. Lalu meminta suami untuk menemaniku ke psikiater buat konsultasi. Oleh psikiater aku ditanya dan diajak ngobrol tentang perasaan yang kualami. Akhirnya aku tahu kalau sedang mengalami depresi setelah menjalani konseling dan terapi. Setelah rutin terapi bicara dengan psikiater dan minum obat sesuai anjuran, depresiku perlahan mulai berkurang walau tak serta merta.
Demi mempercepat kondisi pemulihan, aku dan suami pergi traveling berdua saja tanpa anak-anak. Alhamdulillah, kondisiku kian membaik sepulang rekreasi bersama suami.
Apa mungkin aku terlalu lelah secara psikis, hingga butuh piknik berdua saja dengan suami? Atau karena jenuh sebab selama ini hanya menjalani rutinitas. Entahlah!
Ternyata seorang ibu juga butuh me-time agar semangatnya bisa di-charge lagi. Ibarat HP, aku mengalami lowbatt hingga titik minus. Apa pun itu, aku bersyukur memiliki suami yang selalu ada dan mendukungku. Aku sangat bahagia bisa mengembalikan lagi senyum anak-anakku, lewat senyumku lebih dulu.
"Hore! Mama mau bikinin kita sarapan lagi. Kan sarapan bikinan Mama selalu enak kayak di resto," ucap Baim anakku.
"Mama, terima kasih karena tidak pernah marah bila nilai Kakak jelek. Tapi Mama malah memotivasiku." Surat dari anak perempuan sulungku, membuatku kian terharu.
Aku jadi ingat sebuah kalimat bahwa seorang ibu adalah jantungnya sebuah rumah. Bila ibu bahagia, maka seisi rumah akan tertular rasa bahagia. Sebaliknya bila seorang ibu strss dan tidak bahagia, maka suasana rumah serasa bagai di neraka!
Untuk itu, aku mulai berusaha untuk bahagia dulu dengan diri sendiri, agar bisa membahagiakan suami dan ketiga malaikatku. Salah satunya akan berbicara bila memiliki rasa marah, sedih dan emosi lain yang terpendam dalam diri dengan orang terdekat. Sejatinya, senyum seorang ibu adalah senyum anak-anaknya juga.
#ElevateWomen