Fimela.com, Jakarta Masyarakat dunia kini was-was akan berita adanya varian baru Corona yang pertama kali ditemukan di Inggris. Kabar ini tentu membuat beberapa negara lain harus mengambil keputusan cepat untuk mencegah masuknya varian baru virus tersebut. Untuk itu, beberapa negara seperti Jepang, Australia, Rusia, termasuk Indonesia menutup pintu masuk untuk WNA. Khusus di Tanah Air, kebijakan ini akan berlaku pada 1-14 Januari 2021.
Pertama kali virus ini terdeteksi pada 21 September 2020 di Kent County, Inggris. Varian baru Corona ini kemudian menyebar pada November 2020. Kini, varian baru inilah yang menjadi varian paling umum di Inggris, mewakili lebih dari 50 persen kasus baru pada Oktober dan 13 Desember 2020.
Advertisement
BACA JUGA
Ada begitu banyak tanda tanya dalam benak masyarakat. Apalagi, varian baru ini ditemukan setelah beberapa vaksin Corona selesai diuji coba dan siap untuk diberikan kepada masyarakat luas. Namun, ada baiknya Sahabat Fimela tidak perlu panik dan cari tahu lebih dalam mengenai varian baru Corona ini.
Bernama SARS-CoV-2 strain B.1.1.7, versi virus ini memiliki 23 mutasi. Liputan6 mewartakan, 8 di antaranya berada dalam spike protein yang digunakan virus untuk mengikat dan memasuki sel manusia. Berikut 5 fakta lain yang penting soal varian baru Corona.
Advertisement
1. Orang dengan Imun Lemah
Live Science menulis, beberapa ilmuan percaya Corona bermutasi pada orang-orang yang imunocompromised atau orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah. Seperti orang-orang yang mengonsumsi imunosupresan atau sedang menjalani kemoterapi.
Orang-orang dengan immunocompromised ini bisa menyembunyikan virus menular tersebut selama berbulan-bulan. Sehingga virus memiliki banyak kesempatan untuk bermutasi dan hal ini pula yang membantunya mereplikasi atau menghindari kekebalan tubuh orang tersebut.
2. Mudah Menular
Varian baru Corona ini juga disebut sebagai varian yang lebih menular 50-74% dibandingkan dengan strain lainnya. Namun, beberapa media sempat menyebut varian ini tidak lebih mematikan dari varian lain. Meskipun begitu, para ilmuan masih belum yakin. Namun, para ahli khawatir kalau akan ada lebih banyak orang yang akan dirawat di rumah sakit. Pasalnya, varian ini jauh lebih mudah menular dan jika rumah sakit kewalahan, kualitas perawatan pasien akan menurun dan bisa menyebabkan tingkat kematian yang lebih tinggi.
3. Berbeda di Tiap Negara
Liputan6 mewartakan, setiap negara memiliki strain Corona yang berbeda. Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio mengatakan kepada Liputan6 kalau virus Corona yang ada di Indonesia memiliki pola mutasi yang dekat dengan strain Corona yang pertama kali ditemukan pada Desember 2019. Namun, polanya berbeda dengan yang ada di Eropa, Afrika, dan Amerika.
"Dengan mempelajari pola mutasi virus, kami juga mulai mempelajari latar belakang genetik orang Indonesia. Bisa diketahui orang-orang yang mana saja dengan latar belakang genetik mana saja atau etnis mana saja yang lebih lebih rentan terhadap infeksi COVID-19," tutup Amin.
4. 3 Jenis Strain Baru Corona
Jika tadi sudah disebut nama varian baru Corona yang ditemukan di Inggris, ternyata varian baru Corona tidak hanya satu. Aljazeera menulis pada Senin (28/12/20), kalau ada varian lain yang baru muncul di Afrika Selatan, dikenal dengan 501.V2. Sementara, di Nigeria terdapat strain baru yang disebut P681H yang memiliki garis keturunan terpisah dari mutasi lainnya dengan tingkat penularan lebih lambat.
5. Vaksin Masih Bekerja Meski Ada Varian Corona Baru
Lantas, bagaimana dengan vaksin yang sudah dibuat sebelum varian baru Corona muncul dan ditemukan? Bahkan, kini beberapa negara sudah menjalani vaksinasi. Menurut dr Dirga Sakti Rambe, mutasi-mutasi yang ada tidak berdampak pada efektivitas vaksin. Bahkan, katanya kepada Liputan6, vaksin tetap sangat diperlukan untuk menghentikan penyebaran agar vaksin tidak terus bermutasi.
"Virus itu pasti bermutasi. Supaya tidak bermutasi terus-menerus, kita harus meminimalisir atau menghentikan penyebaran penyakit. Alhamdulillah, sampai saat ini mutasi-mutasi yang ada itu tidak berdampak pada efektivitas vaksin. Tapi kita tidak tahu, satu tahun lagi bagaimana dampak dari mutasi ini. Oleh karena itu saya tekankan bahwa kita harus konsisten menerapkan protokol pencegahan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak) supaya penyebaran COVID-19 ini bisa kita cegah”, terangnya seperti dikutip Liputan6.
#ChangeMaker