Fimela.com, Jakarta Di masa pandemi COVID-19 ini, orang-orang dinilai berdasarkan pilihan mereka, termasuk bagaimana mereka bermain atau terlibat dalam perilaku sosial. Mereka yang terkait dengan COVID-19 lebih sering dilabeli dengan stigma yang menyakitkan dan mematikan.
BACA JUGA
Advertisement
Sebenarnya, stigma ini bukan baru saja terjadi setelah munculnya pandemi COVID-19, namun sudah sejak adanya HIV, atau masalah kesehatan yang lebih umum, seperti merokok, penggunaan narkoba, dan obesitas. Stigma ini justru bisa menjadi bumerang, karena orang-orang yang disalahkan menjadi enggan untuk terlibat dalam upaya kesehatan masyarakat, seperti pengujuan dan pelacakan kontak.
Pertanyaannya adalah, mengapa orang-orang memiliki stigma yang sangat buruk, bahkan mempermalukan orang lain karena masalah kesehatan? Jelas, tidak ada orang yang ingin terinfeksi dan menularkan infeksi COVID-19 kepada orang lainnya, seperti dilansir dari huffpost.com.
Advertisement
Bahayanya stigma COVID-19
Stigma dan rasa malu paling sering diperlihatkan dengan kondisi yang disalahpahami dan ditakuti, seperti penyakit mental dan penggunaan narkoba. Sudut pandang ini umum terjadi pada kondisi yang menurut orang bisa dicegah, seperti obesitas, penyakit menular seksual, komplikasi dari merokok, dan sekarang COVID-19.
Pemikirannya di sini adalah bahwa jika tindakan seseorang berkontribusi mengembangkan kondisi tertentu, maka mereka bertanggung jawab dan dapat disalahkan, bahkan dipermalukan. Tentu saja pola pikir ini gagal menjawab semua faktor yang berkontribusi terhadap kondisi tersebut.
Mempermalukan dan stigma menciptakan mentalitas "kita versus mereka," yang memungkinkan orang menemukan rasa nyaman dalam pilihan mereka sendiri dan merasa jauh, serta terpisah dari orang-orang yang berperilaku dengan cara yang tidak mereka setujui. Stigma seperti ini juga dapat membuat korban merasa dikendalikan karena mereka merasa tidak memiliki suara dalam masalah tersebut.
Bahayanya stigma COVID-19
Dalam kehidupan dan kesehatan masyarakat, terkadang ada stigmatisasi perilaku yang ingin dikontrol masyarakat. Orang mencoba menggunakan stigma untuk mengontrol perilaku orang lain.
Pada akhirnya, stigma seperti ini justru menghasilkan lebih banyak kerugian daripada kebaikan, terutama dalam hal memperlambat transmisi penyakit. Orang-orang menjadi enggan untuk mengungkapkan kebenaran kondisinya, memengaruhi kesediaan mereka untuk menerima pengobatan atau perawatan.
Orang ingin melindungi diri mereka dari dihakimi atau direndahkan, bahkan dengan keluarga atau kerabat dekat. Stigma tidak menghalangi perilaku yang berisiko, justru menghalangi pengungkapan.
#ChangeMaker