Fimela.com, Jakarta Seorang ibu menjadi sosok yang paling istimewa di hati kita. Saat menceritakan sosoknya atau pengalaman yang kita miliki bersamanya, selalu ada hal-hal yang tak akan bisa terlupakan di benak kita. Cerita tentang cinta, rindu, pelajaran hidup, kebahagiaan, hingga kesedihan pernah kita alami bersama ibu. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories November 2020: Surat untuk Ibu berikut ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Diajeng Ayu
Surat untuk ibu yang melihat dari surga. Kalau saat menulis ini ibu melihatnya dari atas sana maka aku pun turut Bahagia karena engkau melihatku sedang merindu. Merindu kepadamu yang sudah lama engkau tinggalkan.
Saat itu aku masih 13 tahun. Saat kau pergi menjemput bapak dan meninggalkan aku sendiri. Anak 13 tahun itu sekarang sudah hampir menginjak kepala dua, bu. Dia sudah mengerti apa dan bagaimana dunia berjalan. Sudah cukup lama memang semua berlalu. Tapi aku tetap merasa sendiri dan kosong. Tak ada lagi nasihat, ocehan bahkan doa.
Memang dengan menulis ini engkau tidak akan kembali. Aku masih ragu apakah surat ini akan sampai ke atas sana. Kalau bisa aku juga ingin kau menitipkan salamku kepada bapak. Katakan kepadanya dan juga dengarkan bahwa usiaku memang sudah mulai beranjak dewasa, tetapi hatiku masih anak anak yang rindu dengan perhatian perhatian kecil yang kalian berikan. Aku ingat sekali, mungkin ibu tahu.
Tiap kali aku menjadi juara kelas meskipun bukan yang pertama, kedua atau ketiga tetapi bapak selalu bertanya keinginanku, anggapnya itu sebagai hadiah. Sudah lama memang kalian pergi. Aku tidak patah semangat begitu saja.
Advertisement
Aku Masih Merindukanmu
Aku masih anakmu yang masih tetap ingin membuatmu bangga sampai kapanpun. Bahkan sampai saat ini. Ibu, kalau kau tahu, tahun ini aku masuk universitas favorit yang mungkin tak pernah kau bayangkan sebelumnya. Ada sesekali orang yang mengatakan bahwa jika kau masih ada di sini mungkin kau akan amat sangat bangga kepadaku. Aku pun hanya tersenyum kecil sambil menahan air mata.
Saat menulis ini aku (hampir) tidak menangis. Tetapi mau bagaimana lagi. Kau tahu bahwa mata tak bisa berbohong walaupun mulut mencoba tesenyum. Ibu, ingin sekali dalam setiap doa aku berkata kalau aku teramat mencintai dan merindukanmu. Tetapi lagi lagi aku malu. Aku merasa begitu lemah.
Dari surat ini aku ingin sekali mengucap bahwa aku sangat mencintai dan merindukanmu dan juga bapak. Terima kasih dan maaf kalua saat kau pergi aku belum menjadi anak yang sebagai mana engkau dan bapak harapkan. Ada hal sederhana yang ingin aku samapaikan. Jikalau bisa, marahi aku sekali lagi agar aku percaya bahwa kau masih ada dan mencintai aku, anakmu.
Waktu terus berlalu. Tak mungkin aku berlarut dalam kesedihan. Walaupun sebenarnya aku masih terluka. Tidak ada seorangpun yang akan menggantikan kalian. Karena aku masih ada disini. Berjuang sampai kapanpun untuk mu meskipun kau tidak disini, di sampingku. Sekali lagi, terima kasih. Aku ada dan kuat karenamu.
Aku ingin menjadi sepertimu. Saat bapak meninggalkan kita, kau berjuang demi aku. Kau menjadi ibu sekaligus ayah untuk keluarga kita. Kau begitu kuat. Aku ingin sepertmu, ibu. Tidak ada orang lain yang lebih kuat di hidup ini selain ibu. Kalau hari ini kau melihatku masih bertahan, itu semua adalah karenamu ibu.
Anakmu, yang paling mencintai dan merindukanmu.
#ChangeMaker