Fimela.com, Jakarta Kekerasan berbasis gender atau kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan merupakan pandemi global yang terjadi di seluruh dunia. Tahun 2019 saja, WorldBank.org menulis, terdapat 1 dari 3 perempuan di dunia mengalami kekerasan.
Angka ini terus bertambah. Data tahun 2019 menunjukkan, 35% perempuan di seluruh dunia pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual yang dilakukan baik oleh pasangan dan bukan pasangan. Secara global, 7% perempuan telah mengalami pelecehan seksual dari seseorang yang bukan pasangan mereka.
Advertisement
BACA JUGA
Sementara, 38% kasus pembunuhan terhadap perempuan dilakukan oleh pasangan mereka sendiri. Parahnya, 200 juta perempuan yang tersebar di berbagai negara telah mengalami mutilasi genital.
Masalah ini bukan hanya menghancurkan korban dan keluarganya tetapi juga memerlukan biaya sosial dan ekonomi yang banyak. Di beberapa negara, kasus kekerasan terhadap perempuan menghabiskan 3,7% dari GDP di negara setempat.
Advertisement
Tida Mengenal Status Sosial dan Ekonomi
Salah satu karakteristik kekerasan berbasis gender adalah, hal ini tidak mengenal batasan sosial dan ekonomi. Kekerasan terjadi pada siapa saja, tidak memandang latar belakang sosial dan ekonomi.
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan membutuhkan pendekatan yang berbasis komunitas. World Bank menulis, untuk mengurai dan menghentikan munculnya kasus-kasus baru, perlu ada keterlibatan berkelanjutan dengan para pemangku kepentingan. Inisiatif yang paling efektif untuk menangani hal ini adalah menangani faktor risiko yang mendasari kekerasan itu sendiri, termasuk norma sosial tentang peran gender dan penerimaan kekerasan di lingkungan dan keluarga.
#ChangeMaker