Fimela.com, Jakarta Seorang ibu menjadi sosok yang paling istimewa di hati kita. Saat menceritakan sosoknya atau pengalaman yang kita miliki bersamanya, selalu ada hal-hal yang tak akan bisa terlupakan di benak kita. Cerita tentang cinta, rindu, pelajaran hidup, kebahagiaan, hingga kesedihan pernah kita alami bersama ibu. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories November 2020: Surat untuk Ibu berikut ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Caecillia Dyah Ayu
Semarang, 21 November 2020
Dear Mama,
Enam belas tahun sudah kepergianmu, cukup membuatku terpuruk dalam kesedihan selama bertahun-tahun setelah itu. Sungguh aku tak menyangka engkau pergi secepat itu. Saat itu umurku baru 24 tahun, adik bungsu masih kecil. Cukup berat masa-masa setelah engkau pergi.
Aku berusaha untuk menggantikan figurmu untuk adik-adikku. Aku bekerja dan ikut membanting tulang mencukupi kebutuhan rumah tangga membantu papa. Dulu ketika aku berikan gaji pertama hasil jerih payahku kau menolaknya dengan senyum menghias wajahmu, "Itu untuk kamu anakku." Dan aku hanya bisa menangis terharu karena kebaikanmu. Itu terngiang-ngiang hingga kini, Ma.
Dan papa sangat besar perannya dalam kehidupanku dan adik-adik selepas kepergianmu. Papa berusaha menjadi ayah dan sekaligus ibu bagi kami. Walaupun aku belum bisa menerima ketika beliau dekat dengan wanita-wanita selain mama. Dan itu memicu pertengkaran kami. Tapi saat ini aku baru menyadari dan menyesalinya, papa juga butuh teman, pendamping hidup. Tapi sudah terlambat karena papa juga sudah menyusulmu ke surga 2 tahun lalu.
Ma aku mau cerita, sekarang aku sudah menikah dengan pria yang aku cintai yang sudah aku pacari 11 tahun sejak SMA. Mama sangat mengenalnya. Sekarang kami hidup bahagia Ma dengan 2 malaikat kecil yang dianugerahkan Tuhan pada keluarga kami.
Cucumu ada 2 dari aku, Ma. Mama pasti senang jika masih hidup. Aku ingin sekali memelukmu Ma dan mendengar suaramu. Di tengah kondisi dunia saat ini yang sedang terpuruk secara ekonomi karena adanya pandemi covid19 ini. Aku ingin bersamamu, Ma. Kadang iri yang masih punya mama. Mereka bisa curhat dan memeluk mamanya. Tapi aku percaya mama sudah bahagia di surga sana bersama papa.
Advertisement
Aku Pun Sedang Berjuang Melawan Kanker
Ma, saat ini aku sedang berjuang, ya Ma aku mewarisi sakit kanker sepertimu. Aku menderita kanker payudara, sudah 4 tahun dan sekarang masih terus berjuang. Ternyata seperti ini yang kau rasakan waktu sakit dulu ya, Ma.
Maafkan kalau dulu aku sering nakal dan durhaka kepadamu dan ayah. Berat, Ma, semua proses pengobatan, kemoterapi yang harus aku jalani. Terlebih saat ini suamiku sedang terpuruk karena hanya bekerja sebagai ojek online. Mama tahu dengan kondisi pandemi seperti ini mengalami penurunan pendapatan secara drastis. Padahal masih harus mencicil mobil 2 tahun lagi. Tapi puji Tuhan aku masih bekerja setidaknya aku masih bisa membantu suamiku mencukupi kebutuhan kami.
Namun tekanan dalam pekerjaan hampir membuatku menyerah, apalagi dengan kondisi fisik yang lemah akibat kemoterapi. Kadang aku ingin menyerah dan ingin mati saja. Tapi bagaimana dengan anak-anakkku? Aku masih ingin mendampingi mereka hingga mereka besar nanti. Aku masih mau bersama-sama suamiku, menua bersama hingga ajal memisahkan kami.
Berat Ma, aku ingin memelukmu dan mendengar kau berkata semua akan baik-baik saja, kamu pasti bisa melalui semua ini. Setiap aku bangun di pagi hari aku selalu bersyukur Tuhan masih memberiku kesempatan hari ini untuk hidup dan mendampingi orang-orang yang kusayangi.
Aku mencoba lebih peduli pada kesehatan tubuhku dan berpikir positif. Biarlah orang berpikir dan berkata yang buruk tentang aku, hanya Tuhan yang tahu sebenarnya aku. Dan aku tidak mau dendam dan membalas mereka biarkan murka Tuhan yang membalas mereka. Saat ini aku cuma mau bahagia bersama keluarga kecilku.
Aku senang memandangi foto saat masa kecilku, ingat dulu mama sering mengajakku ke kantor. Itu yang menginpirasiku untuk terus bekerja, Ma. Mamaku keren sekali. Ingat perjalanan kita ke Jawa Timur waktu aku kelas 6 dulu? Itu menjadi kenangan terindah bersamamu. Makasih ya, Ma. Waktu kita ke Blitar ke makam Bung Karno, lalu kita ke Malang, kemudian ke Surabaya ke PT PAL. Sungguh pengalaman luar biasa bagiku yang baru mengenal dunia.
Aku kangen masakan mama. Dulu waktu lebaran atau natal pasti mama bikin kue kastengel dan nastar yang rasanya luar biasa enak. Mama juga pintar bikin kue bolu dan sarang semut. Bahkan sering membantu membuatkan ketika tetangga ada acara padahal mama sudah sibuk bekerja tapi kepedulian sosial mama sangat tinggi. Aku kangen waktu lebaran papa bikin ketupat dan mama masak opor ayam dan sambel goreng. Makanya sampai sekarang aku suka opor dan sambel goreng, tapi tidak ada yang selezat dan bisa mengalahkan masakan mama.
Sekarang Puput sudah menikah dan punya anak, Gonza nama cucumu. Tinggal Aya si bontot yang belum. Semoga segera mendapatkan jodoh yang baik. Aku berjanji akan menjaga mereka ma. Dan kami akan rukun dan damai sebagai saudara. Seperti mama dulu rukun dan damai dengan pakde, bude, dan tante. Hubungan kami juga masih cukup baik ma dengan saudara mama.
Semoga Mama Bahagia di Sana
Mama apa kabarmu Ma, mama baik-baik saja kan di sana? Ternyata menjadi pemimpin tidaklah mudah ya ma. Sekarang aku di posisi koordinator di kantor. Susah mengarahkan anak buah, dulu aku sangat tertekan karena kesalahan anak buah yang mendapat surat peringatan aku. Sementara mereka dapat bonus lengkap dan bonusku dipotong karena SP. Aku juga tahu mereka sering menggunjingkan aku di belakangku. Dulu aku sakit hati dan tertekan. Tapi sekarang aku cuek dan masa bodoh. Yang penting aku bekerja yang benar dan sesuai aturan terserah mereka mau bilang apa tentang aku.
Ma, aku juga sedang ada krisis kepercayaan sama suamiku. Aku sakit hati jika dia mengantar jemput wanita lain walaupun sebenarnya itu kerjaan karena dia sopir ojek online. Tapi ketika aku minta untuk mengantar dan menjemput aku ke rumah sakit selalu saja dia marah karena aku dianggap mengganggu waktu kerjanya. Ma aku hanya punya dia wajar kalau aku yang lemah ini memintanya untuk menemaniku. Kalau bukan dia siapa lagi? Tapi aku mengalah.
Aku jalani semua proses pengobatanku seorang diri. Aku wira-wiri rumah sakit untuk suntik, kontrol, cek laboratorium sendiri. Belum lagi ketakutanku jika hasil labnya jelek. Tapi aku mencoba menguatkan diriku, aku tidak sendiri ada Tuhan di sisiku. Dia menuntun tanganku, memelukku dan menyertai serta memberiku kekuatan. Dialah kuatku. Dialah andalanku. Aku tidak lagi mengandalkan manusia aku tidak mau kecewa.
Sebulan lagi Natal Ma, tapi Natal kali ini beda dengan Natal tahun sebelumnya. Karena masih pandemi, kami tidak bisa ke gereja untuk misa. Bisa untuk aku, suamiku dan anak sulungku. Tapi anakku bungsu belum bisa karena umurnya baru 5 tahun, sedangkan yang boleh ke gereja mulai usia 10 tahun. Ya sudah Natal kali ini prihatin dulu, misa online di rumah saja malah lebih mengakrabkan dan mendekatkan kami. Lebih hemat karena tidak perlu beli baju Natal baru. Karena tahun ini memasukkan si bungsu ke TK setelah mundur 1 tahun karena pandemi.
Biaya kebutuhan hidup yang tinggi dan pemasukan yang berkurang karena suami sudah tidak kasih jatah bulanan karena pendapatan minim. Aku belajar untuk usaha bisnis online fashion dan suplemen kesehatan. Tapi bulan ini juga masih sepi. Aku agak menyerah sebetulnya. Mungkin Tuhan menyuruh aku istirahat biar tidak terlalu lelah fisikku.
Ma, doakan kami yang masih menjalani perziarahan hidup di dunia ini. Sampai bertemu hingga waktuku tiba nanti, Ma. Aku ingin malaikat yang menjemputku saat itu mama dan papa. Biar kita bisa kumpul kembali. Tapi untuk saat ini aku akan jalani hari-hariku dengan penuh pengharapan dan suka cita Ma. Aku mau bahagia bersama orang-orang tercinta. Peluk dan ciumku untukmu dan papa ya, Ma.
Sampai jumpa lagi di keabadian. Tuhan memberkati.
#ChangeMaker