Fimela.com, Jakarta Seorang ibu menjadi sosok yang paling istimewa di hati kita. Saat menceritakan sosoknya atau pengalaman yang kita miliki bersamanya, selalu ada hal-hal yang tak akan bisa terlupakan di benak kita. Cerita tentang cinta, rindu, pelajaran hidup, kebahagiaan, hingga kesedihan pernah kita alami bersama ibu. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories November 2020: Surat untuk Ibu berikut ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Puji Khristiana Dyah Nugrahaini
Bogor, 1 Mei 2010
Ma, malam ini adalah malam pernikahanku. Seperti layaknya gadis lain yang akan menikah, jelas aku membutuhkan kehadiran mama di hari bahagiaku esok. Tapi sepertinya aku memang tidak seberuntung gadis lain yang ditemani kedua orang tuanya mengantarkan ke pintu gerbang lembaran hidup baru. Tapi tak mengapa. Aku masih memiliki papa yang selama 24 tahun hidupku selalu menjalankan perannya sebagai papa sekaligus mama tanpa cela sedikitpun.
Aku memiliki semuanya tentang papa. Papa selalu memberikan semua yang terbaik untukku. Bahkan ketika laki-laki lain memutuskan untuk menikah lagi setelah ditinggal istrinya, papa tetap merasa bahagia hidup berdua saja denganku tanpa harus mencari wanita lain sepeninggal mama.
Tapi tidak dengan mama. Aku hanya memiliki 3 hal yang bisa kutengok saat aku merindukan sosok seorang mama. Selembar foto pernikahan papa dan mama, sebuah tanah makam yang selalu papa kunjungi seminggu sekali dan potongan-potongan cerita papa tentang mama sebagai cerita pengantar tidur paling menarik yang selalu kunantikan tiap malam.
Advertisement
Kenangan tentang Mama
"Mama kamu meninggal dua jam setelah kamu dilahirkan karena pendarahan hebat. Dokter tidak sanggup mengatasinya. Mama pergi dengan senyum yang tenang setelah berhasil melahirkan bayi mungil itu ke dunia."
Itu cerita papa yang selalu diulang-ulang setiap papa mengawali cerita pengantar tidur untukku. Hari kelahiranku yang seharusnya membahagiakan bagi papa berubah menjadi hari yang paling menyedihkan dalam hidupnya. Ditinggal pergi selamanya oleh seorang wanita yang amat dicintainya. Bayi mungil itu selamat. Tak kurang suatu apa pun. Namun semua itu harus ditukar dengan nyawa ibu yang melahirkannya.
"Mama kamu cantik. Tidak ada yang bisa menggantikan kecantikannya. Makanya papa nggak mau nikah lagi."
Itulah jawaban papa setiap aku bertanya kenapa papa tidak menikah lagi. Pernah beberapa kali papa bertanya padaku tentang kado apa yang ingin kudapatkan di hari ulang tahunku darinya. Jawabanku tetap sama. Aku ingin seperti teman-teman yang memiliki mama dan papa lengkap untuk kehidupannya.
Papa menggeleng tegas. Dia selalu menjawab, "Pilih kado yang lain. Pasti akan papa kabulkan."
Dan lagi-lagi. Aku mengikuti saja keinginan papa itu. Aku mengganti keinginan punya mama dengan sebatas tas sekolah baru, sepatu baru, boneka, atau yang lainnya.
Aku paham semuanya ketika aku akan menikah. Persiapan sebelum menikah itu memang merepotkan dan melelahkan. Itulah alasan mengapa papa selalu bilang, "Menikah itu cukup sekali seumur hidup. Tak perlu berkali-kali. Capek."
Ma, andai mama hadir di sini sekarang, coba sejenak saja tataplah wajah papa. Laki-laki yang dulu terlihat gagah sekarang perlahan menua. Tubuh tegak itu berubah sedikit terbungkuk. Berjalan pun agak tertatih. Keriput di wajahnya juga semakin terlihat jelas. Waktu telah mengubah banyak hal. Kecuali satu. Kesetiaan.
Semoga Mama Tersenyum di Sana
Mama wajib berbangga dicintai seorang laki-laki sehebat papa. Kesetiaan itu tak pernah terbantahkan. 24 tahun hidup hanya ditemani dengan kenangan-kenangan tentang mama. Tak ada keinginan sedikit pun mengganti posisi mama dengan wanita lain. Bahkan ketika aku sendiri yang memintanya.
Sempat beberapa kali aku bertanya. Apakah papa pernah menangis ketika merindukan mama? Entahlah. Aku tidak pernah menemukan jawabannya. Papa selalu terlihat baik-baik saja. Bahkan ketika bersamaku setiap seminggu sekali mengunjungi makam mama. Dia hanya memanjatkan doa lalu tersenyum mengusap batu nisan mama sambil menceritakan tentang pertumbuhanku.
Mungkin saja papa sering menangis. Tapi yang pasti itu bukan di hadapanku. Papa menyimpan air mata itu sendirian tanpa orang lain tau. Tapi baiklah. Sepertinya air mata itu memang tidak penting untuk ditunjukkan papa kepada orang lain. Kesetiaan papa untuk tetap menduda sampai sekarang sudah cukup menjadi bukti tanpa perlu menjelaskan dengan banyak hal.
Besok aku akan menikah dengan laki-laki pilihanku. Harapan itu cuma satu. Semoga laki-laki yang mulai besok pagi resmi menjadi suamiku bisa memiliki kesetiaan seperti papa. Menikah hanya sekali seumur hidup. Aku tidak ingin seperti mama yang hanya bisa melihat kelucuanku dari jauh. Aku tetap ingin menjaga dan mengasuh anakku kelak setelah kulahirkan. Aku ingin menjadi ibu yang menjemput jalan syahid dengan cara yang berbeda dari mama.
Sekian surat kangen dariku. Tetap tenang di alam sana. Semoga Tuhan selalu memberi mama tempat yang nyaman dan layak di sisi-Nya.
#ChangeMaker