Fimela.com, Jakarta Peran perempuan dalam kepemimpinan sebuah organisasi atau perusahaan semakin eksis dan bukan lagi jadi pemanis di era eksklusivitas seperti sekarang. Jauh sebelum era emansipasi dan tuntutan penyamarataan perempuan dan pria dalam organisasi atau perusahaan, Johnson & Johnson sudah memperjuangkan prosentase karyawan sesuai gender yang hampir sama rata 50:50 sejak awal didirikan.
Bukan cuma jumlah karyawan, melainkan posisi dan peran perempuan dalam leadership juga diperhitungkan. Kini dari data global tahun 2020, sebanyak 48 persen dari jumlah seluruh karyawan perusahaan (sekitar 130 ribu orang), Johnson & Johnson mempertahankan jumlah hampir 50 persen karyawan perempuan.
"Di Indonesia sendiri 46 persen dari jumlah karyawan adalah perempuan. Perlu dicatat level manager atau leadership team, prosentase lebih tinggi 55 persen. Dan secara global ada 40 persen perempuan yang duduk di kursi manajemen," ujar Country Leader of Communications & Public Affair PT Johnson & Johnson Indonesia Devy Yheanne dalam Diskusi Media Dukungan Johnson & Johnson Bagi Karyawan dalam Era Kenormalan Baru akhir pekan lalu.
Advertisement
BACA JUGA
Dengan jumlah tersebut, perempuan memiliki suara yang sama dengan pria dalam pengambilan keputusan. Termasuk kebijakan-kebijakan yang diambil dalam adaptasi era kenormalan baru seperti WFH.
Seperti perusahaan kebanyakan, J&J global dan Indonesia juga sudah memberlakukan WFH sejak Maret 2020 tak lama setelah WHO mengumumkan Covid-19 sebagai pandemi. Sesuai credo yang dianut, WFH diambil untuk mendukung keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan karyawan di masa krisis kesehatan global seperti sekarang.
Advertisement
Menjaga Kesehatan Mental
Sambil berjalan, berbagai kebijakan untuk mendukung WFH pun dibuat terutama fungsinya dalam menjaga kesehatan mental dan kesejahteraan karyawan dalam adaptasi era kenormalan baru tersebut. Salah satunya program global 'Employee Assistance' yang memberi akses karyawan untuk berkonsultasi dengan konselor bersertifikat jika dibutuhkan terkait kesehatan mental dan stres selama pandemi secara gratis.
"Wellbeing serta kesehatan holistik jadi fokus kami selama WFH, sebab itu ada fasilitas konsultasi gratis dari konselor, psikiater sampai psikolog yang bisa dihubungi secara gratis dan tentu saja confidential. Enggak akan disangkut-pautin dengan pekerjaan karyawan," sambung Devy Yheanne.
Kebijakan WFH lainnya adalah menginisiasi kebijakan 'Remote Working Expense'. Di mana perusahaan memfasilitasi karyawan dalam berbagai perlengkapan yang mendukung pengaturan ruang kerja ergonomis di tempat tinggal masing-masing.
"Jadi kami mengirim katalog pada karyawan untuk bisa memilih meja dan kursi untuk menunjang WFH. Inisiasi ini mendapat apresiasi dari para karyawan untuk mendukung performa dan memotivasi mereka," lanjutnya.
Sudut Pandang Perempuan Didengarkan
Inisiasi lainnya adalah 'Global Excersice Reimbursment' yang merupakan program modifikasi dari kebijakan yang telah ada sebelumnya. Yaitu mengajak karyawan tetap aktif dan mendukung aktivitas olahraga di dalam rumah.
"Fasilitas ini penggantian untuk reimbursment karyawan untuk membership gym karena di masa pandemi kurang disarankan berolahraga di fitness center. Jadi karyawan bisa reimburs untuk membeli perangkat fitnes seperti sepeda statis," bebernya lagi.
Sederet inisiasi lain pun terus dibuat seperti program 'Leadership Navigator Resources Center' untuk menambah dan mengembangkan skill karyawan dari rumah. Atau pelatihan 'Energy for Performance' yang membantu karyawan menjadi produktif dan efektif.
"Para perempuan yang duduk di managerial juga sangat memperhatian suara dan sudut pandang perempuan terutama para ibu sampai kadang feeling juga dibawa. Itulah keunikan J&J dengan gender equality-nya, inklusivitas, dan memiliki banyak sektor yang selalu meng-empowerment para perempuan di masa kini dan akan datang," tutupnya.
Advertisement
Simak video berikut ini
#ChangeMaker