Fimela.com, Jakarta "Frankl melihat ada tiga kemungkinan sumber makna hidup: dalam kerja (melakukan sesuatu yang penting), dalam cinta (kepedulian pada orang lain), dan dalam keberanian di saat-saat sulit. Penderitaan itu sejatinya tidak memiliki makna; kitalah yang memberi makna pada penderitaan melalui cara kita menghadapinya." (Harold S. Kushner dalam pengantar Man's Search for Meaning)
Di antara kita pasti ada yang pernah merasa kesulitan untuk merasakan atau menemukan kebahagiaan dalam hidup. Rasanya hidup terasa begitu kosong dan hampa. Apalagi bila kita baru mengalami kesedihan atau penderitaan, rasanya hidup sudah tidak ada artinya lagi. Pada saat seperti itu bisa jadi kita sudah kehilangan makna dalam hidup. Saat sudah tak menemukan makna dalam hidup, maka segalanya terasa hampa dan tak ada artinya.
Advertisement
BACA JUGA
Terjual lebih dari 16 juta eksemplar di seluruh dunia dan telah diterbitkan dalam 49 bahasa dan 190 edisi, buku Man's Search for Meaning telah mengubah hidup banyak orang. Bahkan disebut juga sebagai salah satu buku terbaik sepanjang zaman.
Melansir laman Wikipedia, Viktor Emil Frankl, M.D., Ph.D., adalah seorang neurolog dan psikiater Austria serta korban Holocaust yang selamat. Frankl adalah pendiri logoterapi dan Analisis Eksistensial, "Aliran Wina Ketiga" dalam psikoterapi. Buku Man's Search for Meaning ia tulis sebagai catatan berbagai pengalaman pribadinya yang menjadi tawanan Nazi. "Ini adalah kisah nyata dari dalam sebuah kamp konsentrasi, yang diceritakan oleh salah seorang penyintas," tulisnya dalam bab awal bukunya.
Tidaklah mudah bertahan di sebuah kamp konsentrasi. Berbagai ketidakadilan, penyiksaan, dan penderitaan dirasakan oleh Frankl. Dia juga melihat betapa banyaknya tawanan yang meninggal karena berbagai hal, termasuk ada yang sengaja bunuh diri. Dari semua pengalamannya itu, Frankl menemukan berbagai hal penting, khususnya tentang kematian dan kehidupan.
Advertisement
Buku Man's Search for Meaning
Judul: Man's Search for Meaning
Penulis: Viktor F. Frankl
Penerjemah: Haris Priyatna
Penyunting: Aswita Fitriani
Penyelaras aksara: Lian Kagura
Penata aksara: Nurhasanah Ridwan
Perancang sampul: Peterbilt Baryonyx
Penerbit: Noura Books
Cetakan ke-8, Juni 2020
Viktor Frankl pernah berada di empat kamp kematian Nazi yang berbeda, termasuk Auschwitz, antara tahun 1942 dan 1945. Dia bertahan hidup, sementara orangtuanya, saudara laki-laki, dan istrinya yang tengah hamil akhirnya tewas dalam kamp.
Di dalam keganasan dan kekejian kamp, Frankl yang juga seorang psikiater belajar menemukan makna hidup. Menurutnya, kita tidak dapat menghindari penderitaan, tetapi kita dapat memilih cara mengatasinya, menemukan makna di dalamnya, dan melangkah maju dengan tujuan baru.
Teori Frankl, yang dikenal sebagai logoterapi, menjelaskan bahwa dorongan utama kita dalam hidup bukanlah kesenangan, tetapi penemuan dan pencarian dari apa yang secara pribadi kita temukan bermakna.
Banyak orang terinspirasi dari kisahnya dan menjadikan buku ini sebagai satu dari sepuluh buku paling berpengaruh di Amerika dan telah dicetak ulang lebih dari 100 kali dalam edisi bahasa Inggris.
***
"Apa pun bisa dirampas dari manusia. Kecuali satu: kebebasan terakhir seorang manusia, kebebasan untuk menentukan sikap dalam setiap keadaan. Kebebasan untuk memilih jalannya sendiri." (hlm. 92)
Frankl menceritakan bagaimana kehidupan di kamp konsentrasi menunjukkan bahwa manusia selalu punya pilihan dalam bertindak. Kondisi kurang tidur, kurang makanan, dan berbagai macam tekanan mental membuat para tawanan bereaksi dengan cara-cara tertentu. Ada yang sudah pasrah dan kehilangan harapan. Ada juga yang masih berusaha menenangkan tawanan lain bahkan memberi potongan roti mereka yang terakhir.
Merasakan sebuah penderitaan seringkali membuat kita terpuruk dan seolah sudah kehilangan segalanya. Akan tetapi, pada kenyataannya penderitaan adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. "Tanpa penderitaan dan kematian, hidup manusia tidak sempurna," tulis Frankl.
"Secara naluriah, beberapa tawanan mencoba menemukan tujuan masa depan masing-masing. Itulah salah satu ciri khas manusia yang aneh, bahwa dia hanya bisa hidup dengan melihat ke masa depan--sub specei aeternitatis. Dan inilah yang menyelamatkan manusia di saat-saat paling kritis dalam kehidupannya, meskipun kadang-kadang dia harus memaksa pikirannya untuk mencari sasaran tersebut." (hlm. 106)
"Makna hidup berbeda untuk setiap manusia. Dan berbeda pula dari waktu ke waktu karena itu. Kita tidak bisa merumuskan makna hidup secara umum." (hlm. 112)
"Logoterapi bertugas membantu pasien menemukan makna hidup. Artinya, logoterapi membuat si pasien sadar tentang adanya logos tersembunyi dalam hidupnya; ini adalah sebuah proses analitis." (hlm. 149)
Meski buku ini menceritakan pengalaman Frankl sebagai tawanan, tapi yang ditekankan dalam bukan soal kengeriaan dan semua penderitaan yang membuat segalanya terasa suram. Melainkan bagaimana kita digiring untuk kembali menemukan makna dalam hidup. Memahami kehidupan kita dan mencoba mencari makna untuk hidup kita sendiri.
Setiap orang punya cara sendiri untuk mencari dan menemukan makna dalam hidupnya. Frankl menggunakan istilah "logoterapi" untuk menamai teorinya. Kata logos berasal dari bahasa Yunani yang berarti "makna." Dijelaskan bahwa logoterapi percaya bahwa perjuangan untuk menemukan makna dalam hidup seseorang merupakan motivator utama orang tersebut. Saat kita bisa menemukan makna dalam hidup, maka kita akan selalu punya alasan dan semangat untuk menjalani hidup dengan sebaik-baiknya.
Man's Search for Meaning merupakan buku yang sangat penting. Selalu ada cara untuk menemukan kebahagiaan, menciptakan harapan baru dalam hidup, dan melanjutkan perjuangan untuk hidup dengan sebaik-baiknya. Meski tidak mudah, tapi bukan berarti mustahil untuk melakukannya. Jadi, sudahkah kamu menemukan makna dalam hidupmu?
#ChangeMaker