Fimela.com, Jakarta Tinggal dan bekerja di Bali menjadi impian Adhe Vita Pianti yang berhasil direalisasikannya sekitar lima tahun lalu. Ia menikmati masa-masa bekerja sebagai visual merchandiser di salah satu brand fashion lokal ternama yang berbasis di Bali.
Namun semua kehidupan ideal serta kecintaanya pada dunia fashion dan merchandiser dalam industri retail terpaksa harus ikut terhenti saat pandemi. Berbekal pesangon, perempuan asal Bogor ini pun memutar otak untuk memutar uang untuk biaya hidupnya di perantauan.
Di saat yang bersamaan, ia juga sedang berjuang untuk hidup sehat karena menderita gerd berkepanjangan. Sejak Januari 2020, ia menjalani pola makan vegan dan sering membagikan resep untuk sesama penderita di akun Instagramnya @nonamimpi.
Advertisement
BACA JUGA
"Awalnya berangkat dari kebutuhan pribadi akan makanan sehat dan enak, jadi harus masak sendiri karena punya masalah pencernaan, sering bloating dan sakit. Habis itu ada teman yang mau dan dijual," cerita Adhe lewat telepon.
Ia pun menambah diet gluten karena mengalami intoleransi gluten yang akhirnya membuatnya memproduksi makanan bebas gluten. Lalu menciptakan kreasi pastry yang spesialis gluten free dengan keistimewaan punya tampilan eye-cathcing.
"Dalam perjalanannya, aku juga ternyata ada intoleran gluten, enggak bisa makan tepung terigu biasa karena bikin begah. Jadi kalau mau makan olahan cake harus yang gluten free, dan lagi-lagi bikin sendiri," lanjutnya.
Advertisement
Kreasi Kue Estetik
Dengan latar belakang lulusan seni rupa Institut Kesenian Jakarta, perempuan yang sudah belasan tahun menjalani profesi fashion stylist dan visual merchandiser ini membuat kue yang tak hanya sekadar enak dan lebih sehat. Melainkan harus enak juga dilihat.
"Aku bikin gak sekadar kue, tapi secara visual harus artistik. Bisa jadi background selama ini mempengaruhi visual things aku, jadi idealisnya anak seni," bebernya lagi.
Dengan cara pembuatan tradisional secara handmade, menggunakan bahan premium terbaik, dan menciptakan kreasi resep signature, ia pun menerima sebutan artisan baker @dapurnonamimpi dari para teman dan pelanggan. Meski awalnya sempat ragu karena dengan ingredient pilihan, tentu harga yang dijual akan lebih mahal dari pastry biasa.
Salah satu andalan dari @dapurnonamimpi adalah cookies with cream cheese yang diberi nama 'Kembang Desa'. Menggunakan edible flower atau bunga yang aman untuk dimakan membuat cookies ini terlihat sangat estetis.
"Sensasinya selalu dicari orang yang sudah mencicipinya. Jadi saat cream cheese yang punya rasa khas digigit bareng edible flower yang fresh memberikan keunikan rasa yang belum pernah dicoba," lanjutnya bersemangat.
Selain itu, Adhe menginginkan jika cookies Kembang Desa menyimbolkan sebuah mimpi indah di masa depan. Memiliki cerita yang menarik, membuat orang penasaran dengan dan ikutan pre-order untuk dikirim setiap hari Sabtu dan Minggu.
"Yang sudah order, repeat order, dan yang curious harus bersabar untuk bisa menikmatinya di Sabtu-Minggu. Aku juga biasanya ikutan bazaar di weekend untuk memperkenalkan Kembang Desa dan @dapurnonamimpi. Awalnya takut untuk jual seharga Rp25 ribu untuk cookies, tapi ternyata banyak yang suka," tambahnya.
Tantangan Berujung Tekor
Setelah berhasil menaklukkan tantangan membuat makanan yang enak dimakan dan dilihat, rupanya Adhe sempat mengalami persoalan salah hitung yang membuatnya tekor. Bukannya dapat untung tapi malah nombok.
"Dulu saking pengin bikin tampilan bagusnya tapi harga tetap terjangkau seringnya untung sedikit atau malah enggak ada untung sama sekali. Tapi ya pelan-pelan harus berubah kalau mau bener-bener untung," katanya.
Dari mengandalkan ilmu 'kira-kira' yang bikin 'amsyong' sekarang Adhe mengaku lebih lihai dalam menentukan harga plus membuat pembukuan. Ia pun membagikan rumusan standar yang dipakai untuk menentukan harga jual.
"Misalnya tepung 1 kg harganya Rp10 ribu dan yang dipakai 30 gram untuk satu resep. Nah, 1 kg kan setara 1000 gram, jadi kalau aku hitungannya 10.000:1000 x 30 gram untuk tahu harga pasti satu resep," ujarnya lagi.
Tekor dalam hal lain juga dirasakan Adhe karena ia merasa sering mengambil keuntungan dari hasil usahanya. Padahal konsep pemahaman yang dianutnya tentang bisnis bagus adalah keuntungan tidak boleh masuk kocek pribadi karena harus digunakan untuk membesarkan bisnis itu sendiri.
"Karena kondisi pandemi bikin pemasukan tidak menentu, aku sering ngerasa bersalah ambil keuntungan dari bisnis dapur nona mimpi. Tapi setelah kupikir-pikir lagi, anggap saja ini seperti menggaji diri sendiri dulu sampai kondisi lebih stabil," ujarnya.
Ya, selain usaha makanan yang hanya bisa dijual di area Bali saja, ia sedang mempersiapkan bisnis lainnya yang bisa dikirim ke luar kota. Kali ini berhubungan dengan home decor lengkap dengan produk scented candle sampai all purpose oil.
Advertisement
Simak video berikut ini
#ChangeMaker