Fimela.com, Jakarta Ada yang bilang uang bukan segalanya. Hanya saja uang tetaplah kita butuhkan dalam kehidupan. Mengatur keuangan, membuat rencana keuangan untuk jangka waktu tertentu, mewujudkan impian melalui perencanaan finansial yang baik, rencana investasi dan membeli rumah, hingga pengalaman terkait memberi utang atau berutang pasti pernah kita alami. Banyak aspek dalam kehidupan kita yang sangat erat kaitannya dengan uang. Nah, dalam Lomba Share Your Stories September 2020: Aku dan Uang ini Sahabat Fimela semua bisa berbagi tulisan terkait pengalaman, cerita pribadi, kisah, atau sudut pandang terkait uang. Seperti tulisan berikut ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: R. Diah Vitasari
Uang memang bukanlah segalanya, tetapi sekarang sejak menjadi seorang ibu tunggal, uang merupakan kebutuhan utama untuk aku agar dapat terus membesarkan putriku. Jika ingin mengulang waktu rasanya aku ingin kembali ke sepuluh tahun yang lalu saat aku baru menyelesaikan kuliahku, karena aku yang dulu sangat foya-foya dengan uang. Aku lahir sebagai anak bungsu tetapi walaupun begitu aku tidak manja bahkan dulu saat kuliah aku juga sambil bekerja freelance untuk membantu membayar uang kuliahku.
Setelah lulus kuliah aku bekerja di berbagai macam industri perusahaan. Aku memulai karierku di bank, manufakturing, BTS Tower sampai pakan ternak. Saat aku bekerja dulu aku hanya menabung sedikit dan lebih sering foya-foya dengan gajiku, mengikuti gaya hidup yang tidak pernah habis, bahkan akhirnya aku terjerat utang kartu kredit. Padahal gaji yang aku terima sudah dua digit tapi karena gaya hidupku yang glamor dan selalu konsumtif dan jarang berinvestasi sehingga aku tidak memiliki cadangan dana.
Advertisement
Bercerai karena Ketimpangan Ekonomi
Akhirnya di usia 31 tahun setelah aku merintis karierku dari nol aku menikah dengan pria pilihanku, sayangnya pernikahanku hanya bertahan 15 bulan bak sinetron. Karena ketimpangan ekonomi antara aku dan mantan suami juga dia tidak mau mencari pekerjaan tetap dan aku harus menjadi tulang punggung keluarga.
Akhirnya aku melayangkan gugatan ceraiku pada saat usia anakku berusia 3 bulan. Bak disambar petir orang tuaku akhirnya mengetahui perihal rumah tanggaku. Hingga akhirnya yang lebih menyakitkan aku terkena PHK tak lama setelah aku resmi bercerai.
Aku pun kalang kabut karena pesangon yang diberikan dari perusahaan tempatku bekerja dulu hanya cukup untuk aku dan anakku selama 6 bulan. Akhirnya aku melamar pekerjaan ke sana kemari tapi setelah delapan bulan mengganggur aku belum mendapatkan pekerjaan kembali. Sedangkan biaya kebutuhan anakku yang masih bayi sangat banyak dan mantan suamiku tidak mampu memberikan nafkah.
Aku memutar otak mencari rezeki dengan kemampuanku, aku berdagang jus kacang hijau, ikut reseller kosmetik, menjadi beauty blogger dan membuat blog, dan sedikit demi sedikit uang yang aku terima bisa aku tabung untuk mencukupi semua kebutuhan aku dan anakku. Memang yang aku terima terkadang hanya ratusan ribu saja beda sekali saat aku bekerja dulu dengan gaji dua digit aku merasa sudah mapan, tetapi tidak ada maknanya karena aku merasa kurang bersyukur kepada Tuhan. Tapi ketika menerima fee freelance menjadi beauty blogger atau keuntungan menjadi reseller kosmetik walaupun kecil nilai uangnya tapi bermakna sekali karena sekarang aku selalu bersyukur kepada Tuhan karena dengan keterpurukan ini aku bisa melalui ujian Tuhan dengan baik.
Aku ingat sekali saat aku terpuruk ekonomi, anakku menangis minta dibelikan pizza tetapi uang yang tersisa hanya cukup untuk makan malam dan makan besok. Sehingga dengan berat hati aku tidak megabulkan permintaan anakku untuk membeli pizza. Rasanya aku gagal menjadi seorang ibu karena aku tidak mampu membelikan makanan kesukaan anakku. Tetapi dari situ aku bangkit dan terus tidak patah semangat untuk mencari kesempatan untuk mendapatkan rezeki yang halal untuk putriku.
Esok harinya aku menjual baju-baju preloved branded aku yang masih bagu. Dan aku ingat sekali uang yang aku dapatkan dari hasil penjualan untuk membeli pizza dan sisanya aku belikan susu anakku, dengan ujian hidup ini aku belajar untuk menjadi seorang ibu tunggal yang kuat dan kelak bisa memotivasi anakku.
Menjadi Ibu Tunggal yang Lebih Kuat demi Putri Tercinta
Sekarang alhamdulillah aku sudah mendapatkan pekerjaan kembali dan mulai menata kembali hidupku. Aku percaya Tuhan sedang merencanakan skenario terindah untuk diriku dan putriku.
Sekarang aku lebih menghargai uang, berhemat, mengeluarkan uang hanya untuk kebutuhan bukan hanya demi kebutuhan yang tidak perlu dan mengikuti gaya hidup yang tidak ada habisnya. Aku mulai menabung dan menyisihkan gajiku untuk tabungan pendidikan putriku kelak, karena dia harus sekolah lebih tinggi dariku. Dan aku mulai melek berinvestasi agar jika aku terpuruk finansial lagi aku memiliki dana cadangan, dan sambil bekerja aku tetap menjalani reseller kosmetik dan berjualan jus kacang hijau di akhir pekan karena aku sudah mempunyai banyak pelanggan sejak aku merintis bisnis sampinganku.
Aku juga sudah tidak menggunakan kartu kredit lagi yang dulu menjeratku dengan utang. Aku hanya membeli semua kebutuhan dengan uang cash dan tidak akan membeli barang jika uangnya tidak ada. Jadi aku tidak akan memaksakan kehendak jika aku tidak mampu membeli barang.
Uang yang aku gunakan setiap hari juga aku sudah buatkan pos-pos pengeluaran, sebagai seorang ibu tunggal aku sudah hafal pos-pos pengeluaran mana yang penting yang harus aku keluarkan setiap bulan. Dan tidak lupa aku menyisihkan rezekiku untuk bersedekah ke masjid dan memberikan sedikit rezekiku ke orangtua, karena aku percaya mukjizat doa dari orangtua akan menjadi keberkahan bagi kehidupan seorang anak.
Dengan bertambahnya usiaku sekarang dan berbagai macam cobaan dan ujian hidup yang telah aku jalani dapat memotivasiku untuk terus menjadi seorang ibu tunggal yang tangguh dan terus berjuang untuk membahagiakan dan membesarkan putriku seorang diri.
Â
#ChangeMaker