Sukses

Lifestyle

Menjadi Bagian Suku Mandailing di Ranah Minang, Bhineka Tunggal Ika itu Nyata

Fimela.com, Jakarta Kita semua pasti punya pengalaman tak terlupakan terkait negeri kita tercinta Indonesia. Ada kebanggaan yang pernah kita rasakan sebagai bagian dari Indonesia. Kebanggaan terhadap keindahan alam Indonesia, kekayaan tradisi dan budaya, kecintaan terhadap masyarakat Indonesia, dan lain sebagainya. Kita pun punya cara tersendiri dalam mengartikan kebanggaan terhadap tanah air ini. Melalui Lomba Share Your Stories Bulan Agustus: Bangga Indonesia ini, Sahabat Fimela bisa berbagi cerita, pengalaman, dan sudut pandang tentang hal tersebut.

***

Oleh: Nursittah Nasution

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman, mulai dari ras, suku, adat istiadat, bahasa dan lainnya. Namun keberagaman tersebut disatukan dalam semboyan "Bhineka Tunggal Ika" yang walaupun berbeda beda tapi tetap satu.

Menurut Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah suku bangsa di Indonesia terdiri dari 1.340 suku dengan suku jawa adalah kelompok terbesar di Indonesia. Salah satu suku yang ada di Indonesia adalah suku mandailing. Salah satu suku dengan kelompok kecil yang banyak tersebar di Pulau Sumatera. Mungkin tak banyak tahu tentang suku ini sebelum Bapak Presiden Jokowidodo menikahkan putri semata wayangnya Kahiyang Ayu dengan Bobby Nasution yang berasal dari Suku Mandiling.

Banyak orang awam berpandangan bahwa suku mandailing merupakan bagian dari suku batak. Sejatinya kedua suku tersebut adalah dua hal yang berbeda. Masyarakat suku mandailing di Indonesia dominan beragama Islam dan berada di kawasan Tapanuli Selatan (Tapsel) Provinsi Sumatera Utara. Suku Mandailing juga tersebar di beberapa wilayah di Indonesia namun kelompoknya hanya sebagian kecil. Namun siapa sangka di salah satu kampung di Ranah Minang justru sepenuhnya dihuni oleh orang orang yang berasal dari suku Mandailing. Berada dalam satu lingkaran dengan suku minang yang sangat kental dengan adat istiadatnya yang kita kenal dengan "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah" menjadi pengalaman hidup yang penuh ragam dan warna.

Aku sebagai salah satu keturunan suku mandailing yang bermarga Nasution yang lahir dan besar di Nagari Ujung Gading, Kecamatan Lembah Melintang, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat. Satu satnya kampung beretnis Mandailing di tengah suku minang yang mendominasi wilayah Sumatera Barat. Nama "Nagari" tersebut berasal dari bahasa Minang yang artinya kampung/desa. Hampir seluruh warga Ujunggading adalah Suku Mandailing dan hanya marga tertentu yang mendiami wilayah tersebut seperti Nasution, Lubis, Hasibuan, Harahap, Rangkuti dan Pulungan. Seperti yang kita ketahui Marga dalam etnis Mandailing diturunkan dari Pihak Ayah yaitu Patrilineal, sedangkan dalam etnis Minangkabau suku diturunkan dari pihak Ibu atau Matrilineal. 

Hidup berdampingan dengan suku Minang banyak keunikan tersendiri yang kami rasakan. Adat istiadat dalam Nagari Ujunggading berasal dari proses asimilasi yang di adopsi dari perpaduan sumatera barat dan sumatera utara. Dalam upacara pernikahan, jika dalam suku minang yang menjemput laki laki adalah pihak perempuan, tapi di suku mandailing pihak laki-laki lah yang menjemput pihak perempuan. Upacara pernikahan dimulai dari pukul 10.00 sampai pukul 17.00, di mana pakaian adat yang digunakan pada pagi hari adalah pakaian adat Minangkabau (Suntiang) sedangkan pada siang harinya mengenakan pakaian adat Mandailing (Bulang) lengkap dengan ulosnya.

Bangga dan Bahagia Menjadi Bagian dari Indonesia

Bahasa yang kami gunakan juga sangat unik, bukan bahasa minang bukan pula bahasa mandailing, meskipun hampir seluruh warga ujunggading pasti bisa bahasa mandailing tapi kami memiliki bahasa sendiri yang merupakan perpaduan kedua bahasa tersebut. Untuk makanan kami mengadopsi kedua makanan khas kedua provinsi tersebut, yaitu Rendang dari Sumatera Barat dan Mie Gomak dari Sumatera Utara. Bahkan kalian bisa menemukan masakan dan jajanan yan mungkin hanya kalian temukan di Ujinggading. Sama halnya dengan Sumatera Utara, Perkebunan Sawit menjadi komoditas unggulan bagi kaum kami, padahal secara umum Sawit bukanlah tanaman khas Provinsi Sumatera Barat. Perbunan sawit hanya terdapat di Kabupaten Pasaman Barat, hal inilah yang mendasari tugu selamat datang memasuki kawasan kami berbentuk buah sawit.

Kebiasaan "Mandi Balimau" menjelang bulan Ramadan kami adopsi dari adat Minang, di mana masyarakat akan berbondong-bondong mandi ke sungai dengan membawa Bunga Rampai yang dijadikan sebagai sampo. Kebiasaan Masyarakat Ujunggading lainnya adalah "Bakelah" yaitu mandi ke sungai dengan membawa rantang makanan bersama dengan teman atau keluarga. Di sana kami akan saling tukar makanan, selain di sungai Bakelah juga bisa dilakukan di rumah teman, saudara atau kenalan dengan tetap  membawa rantang makanan sendiri. Bakelah menjadi sarana mempererat silaturahmi bagi kami. 

Perbedaan budaya, kebiasaan dan adat tidak membuat kami bertentangan dengan masyarakat suku Minang, hidup bertoleransi membuat kami bisa menikmati keragaman budaya yang ada. Memiliki keyakinan yang sama yaitu Islam membuat kami tetap hidup rukun di samping perbedaan-perbedaan yang ada. Enak bukan tinggal di Ujunggading bisa merasakan dua budaya yang berbeda, dua kebiasaan yang berbeda dan dua hal lainya yang menjadi satu dalam bentuk kekayaan nagari Ujunggading. Jika kalian berkunjung ke Ujunggading kalian akan merasakan perpaduan etnis yang unik antara minang dan mandailing. Indahnya Indonesia, indahnya Bhineka Tunggal Ika.

#ChangeMaker

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading