Fimela.com, Jakarta Kita semua pasti punya pengalaman tak terlupakan terkait negeri kita tercinta Indonesia. Ada kebanggaan yang pernah kita rasakan sebagai bagian dari Indonesia. Kebanggaan terhadap keindahan alam Indonesia, kekayaan tradisi dan budaya, kecintaan terhadap masyarakat Indonesia, dan lain sebagainya. Kita pun punya cara tersendiri dalam mengartikan kebanggaan terhadap tanah air ini. Melalui Lomba Share Your Stories Bulan Agustus: Bangga Indonesia ini, Sahabat Fimela bisa berbagi cerita, pengalaman, dan sudut pandang tentang hal tersebut.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Siti Nopiyanti
Bagi saya, menari adalah cara mengekspresikan diri paling candu selain menulis. Tidak hanya dalam keadaan suasana hati yang riang gemintang, saya juga menjadikan menari sebagai salah satu cara menerapi emosi di saat galau dan patah hati. Dengan menari, saya bisa mengeluarkan berbagai jenis emosi yang saya rasakan di dalam diri saya. Mungkin terdengar sedikit aneh, tapi entah kenapa, ini sungguh ajaib rasanya bagi saya.
Saya mulai menari sejak usia lima tahun. Pada saat itu, saya didaftarkan oleh ibu saya di sebuah sanggar tari tradisional di bilangan Bekasi Barat. Bagi saya, menjadi seorang murid di sebuah sanggar berarti sepakat berkomitmen terhadap diri sendiri untuk konsisten berlatih, apapun rintangannya. Termasuk mendapati kaki terkilir pada saat berlatih yang sakitnya tidak main-main, hingga saya bertemu pada sebuah kesempatan untuk kembali menari di usia 19 tahun. Saya masih mencoba menguji kemampuan saya untuk mengambil bagian di atas panggung sebagai tim penari dalam sebuah proyek pementasan teater yang mana teater tersebut berhasil memenangkan nominasi sebagai teater terfavorit, Teater Dering UHAMKA.
Tiga tahun berselang, saya kembali mendapat kesempatan untuk menyumbang kontribusi dalam dunia seni tari. Namun pada kesempatan kali ini, saya diminta untuk membimbing berjalannya sebuah proyek pentas seni di ajang kompetisi tari kreasi tradisional. Saya bekerja sama dengan salah satu teman semasa kuliah dalam sebuah tim tari. Kami memiliki waktu persiapan yang terbatas, kurang dari satu bulan. Tanpa berpikir lama, saya terpikir untuk menampilkan sebuah tarian dari bumi cenderawasih dengan tari kreasi bernama tari bakalai.
Advertisement
Tari Bakalai
Tari bakalai merupakan suatu tari kreasi tradisional Papua. Bakalai dalam kamus daring Papua berarti berkelahi. Sebagaimana artinya, pada tari bakalai terdapat skenario berkelahi sehingga visualisasi dari koreografi tarian di dalamnya nampak semakin ril. Tarian ini diiringi dengan aransemen musik yang memperdengarkan bunyi alat musik khas Papua, seperti pikon sebagai alat musik tiup dan tifa sebagai alat musik tambuh.
Beberapa properti juga digunakan agar semakin menghidupkan tarian ini. Properti tari yang digunakan berupa replika senjata tradisional Papua yang kerap digunakan untuk bercocok tanam, berburu, maupun berperang oleh suku-suku di Papua, seperti pisau belati, tombak, serta busur dan panah. Meskipun penamaan bakalai terkesan menyulut api kerusuhan, namun sebenarnya tidak demikian. Tarian ini menyampaikan pesan bahwa kita harus hidup rukun dan damai sebagai saudara sebangsa dan setanah air.
Tata rias dan tata busana merupakan aspek yang tidak kalah penting dalam penampilan tari bakalai di ajang kompetisi. Tata rias yang digunakan bukan sekadar tata rias kecantikan, melainkan tata rias karakter khas Papua. Hal ini membutuhkan keterampilan khusus dalam merias wajah para penari karena riasan ini menggunakan teknik pelukisan wajah.
Tata rias dengan pelukisan wajah dipadukan dengan busana sali yakni busana yang dikhususkan untuk para gadis Papua. Busana sali memiliki model yang menutup dada sehingga memberi kesan keanggunan bagi para penari meskipun koreografi dari tari bakalai sendiri cenderung maskulin. Hal ini membuat para penari bisa tetap mempertahankan sisi feminitasnya melalui busana yang dikenakannya.
Busana sali yang dikenakan oleh para penari dipadankan dengan aksesoris khas Papua berbahan dasar bulu kasuari atau rambut kelinci tiruan. Aksesoris berbahan dasar bulu atau rambut tiruan tersebut digunakan sebagai hiasan di kepala menyerupai mahkota serta di pergelangan tangan dan kaki penari layaknya gelang. Selain itu, kalung manik-manik berbandul gigi taring anjing imitasi pun tidak tertinggal untuk melengkapi penataan busana bernuansa bumi cenderawasih.
Menoreh Prestasi, Meningkatkan Rasa Bangga
Berkaitan dengan kalung berbandul gigi taring anjing, hewan mamalia satu ini memiliki keistimewaan tersendiri bagi penduduk Papua. Anjing sangat dihormati oleh penduduk Papua. Menurut beberapa sumber informasi daring, hal ini karena anjing banyak berperan dalam membantu kehidupan sehari-hari penduduk, mulai dari menjaga kebun, menjaga rumah, hingga membantu dalam pemburuan hewan di hutan. Itu sebabnya apabila kita terbukti menyakiti anjing hingga tewas di tanah Papua, maka kita akan dikenakan denda. Sebagai bentuk penghormatan pada anjing yang telah meninggal, bangkai kepala anjing disimpan di kebun hingga gigi-gigi dari bangkai anjing tersebut terlepas sendiri satu per satu. Dengan demikian, kalung berbandul gigi taring anjing merupakan simbolik bahwa penduduk Papua menghargai makhluk hidup yang telah memberikan banyak kebaikan dalam kehidupan sehari-hari layaknya filosofi hidup menyatu dengan alam.
Filosofi hidup menyatu dengan alam yang merupakan bagian dari sebuah sifat feminitas, menginspirasi saya untuk membuat aksesoris dan mempercantik replika senjata tradisional khas Papua yang sudah dibuat oleh tim kami. Hal ini bertujuan untuk memperkental nuansa budaya melalui busana yang akan dikenakan oleh para penari. Tiga hari sebelum kompetisi, saya dan tim masih berkutat untuk menyelesaikan detil busana, termasuk membuat kalung berbandul gigi taring anjing yang bermaterialkan taring imitasi dan manik-manik. Selain itu, saya dan tim juga masih memberi tambahan detil hiasan berupa bulu cenderawasih dan bulu kasuari tiruan pada kelima properti yang akan dimainkan oleh kelima orang penari di ajang kompetisi tari kreasi tradisional. Kelima properti yang dihias yakni berupa replika dari dua buah pisau belati, dua buah tombak, dan sebuah busur berserta anak panahnya.
Dengan segala keterbatasan yang ada, puji Tuhan, tim tari kami berhasil masuk ke dalam kategori 30 grup tari terbaik dari 114 grup tari yang mengikuti kompetisi tari kreasi tradisional. Selain pencapaian sebagai tiga puluh grup tari terbaik, momen ini juga merupakan suatu pengalaman perjalanan berharga yang tak terlupakan di bidang seni tari bagi saya dan tim. Hal ini karena menampilkan sebuah tarian berarti juga mengenalkan suatu mozaik budaya, yakni pesona feminitas sebuah budaya dari ufuk timur khatulistiwa di hadapan seluruh audiens yang memenuhi area main atrium sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
#ChangeMaker