Fimela.com, Jakarta Bendera Merah Putih menjadi simbol dari Indonesia. Di balik berkibarnya sang bendera, hadir sosok perempuan hebat yang menciptakan bendera merah putih dengan tangannya sendiri, sebagai simbol pemersatu bangsa.
Fatmawati Soekarno menjadi sosok di balik Bendera Merah Putih. 75 tahun silam. Kembali ke sejarah masa lalu, Fatmawati lahir pada tanggal 5 Februari 1923 di Bengkulu.
Pertemuannya dengan Bung Karno terjadi di tahun 1938. Saat itu Fatmawati diajak oleh sangn ayah, Hassan Din untuk bertemu dengan Bung Karno yang dibuang ke Bengkulu. Sejak pertemuan pertama, keduanya jatuh cinta.
Advertisement
Bahkan Bung Karno menuliskan pada Catatan Kecil Bung Karno (1970) jika saat itu, Fatmawati mengenakan baju kurung merah hati dengan tutup kepala bersemaat kuning bordir. ua tahun sejak pertemuan, Bung Karno dan Fatmawati menikah pada tahun 1943.
BACA JUGA
Advertisement
Kesulitan mendapatkan kain berwarna merah dan putih
Untuk mendapatkan kain merah putih ternyata perlu perjuangan. Kala itU, setelah Jepang menjanjikan kemerdekaan pada Indonesia, Fatmawati memerlukan bendera Merah Putih sebagai simbol kemerdekaan Indonesia yang akan dikibarkan setelah lagu Indonesia Raya berkumandang.
Namun untuk mendapatkan bahan berwarna merah dan putih tidaklah mudah. Berkat bantuan Shimizu, orang yang ditunjuk oleh Pemerintah Jepang sebagai perantara dalam perundingan Jepang-Indonesia, Fatmawati akhirnya mendapatkan kain merah putih.
Seperti yang dikutip dari berbagai sumber, Ibu Fatmawati menjelaskan kepada Shimizu bahwa bendera Merah Putih yang pertama kali dikibarkan di Gedung Pegangsaan Timur kainnya berasal dari Shimizu. Dan satu-satunya kain Merah Putih yang diberikan Shimizu kepada Ibu Fatmawati adalah bendera yang berasal dari Gedung Pintu Air itu," tulis Chaerul.
Menjahit dalam kondisi fisik yang rentan
Saat menjahit, Fatmawati dalam kondisi tubuh yang rentan. Hal ini diungkap oleh Bondan Winarno dalam "Berkibarlah Benderaku, Tradisi Pengibaran Bendera Pusaka" (2003), menuliskan, Fatmawati menghabiskan waktunya untuk menjahit bendera itu dalam kondisi fisik yang cukup rentan. Pasalnya, Fatmawati saat itu sedang hamil tua dan sudah waktunya untuk melahirkan putra sulungnya, Guntur Soekarnoputra. Tak jarang, ia menitikkan air mata kala menjahit bendera itu. "Berulangkali saya menumpahkan air mata di atas bendera yang sedang saya jahit," ungkap Fatmawati.
Dokter juga tidak menyarankan Fatmawati untuk menjalankan mesin jahit dengan kaki. Alhasil, Fatmawati harus menjahit menggunakan mesin jahit Singer yang dijalankan dengan tangan.
Perjuangan Fatmawati menceritakan sejarah indah. Ia pun berhasil dinobatkan sebagai pahlawan nasional dari pemerintah Indonesia pada tahun 2000, sua puluh tahun setelah wafat. Pemberian gelar pahlawan itu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 118/TK/2000.
#ChangeMaker
#ChangeMaker