Fimela.com, Jakarta Setiap keluarga memiliki banyak kisah dan makna tersendiri. Baik kisah bahagia maupun kisah yang berurai air mata. Kisah tentang orangtua, saudara, atau kerabat dalam keluarga. Ada makna dan pelajaran yang bisa dipetik dari setiap kisah yang kita miliki dalam keluarga. Melalui Lomba My Family Story ini Sahabat Fimela bisa berbagai kisah tentang keluarga.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Asri Susila Ningrum
Ada yang salah dengan apa yang kulakukan kini. Tidak seharusnya semua menjadi berantakan. Bukan ini yang harusnya terjadi. Aku mengorbankan sesuatu, demi mendapatkan hal lainnya. Ini pasti salah, batinku.
Aku suka menulis. Hal itu yang membuatku tergoda ketika melihat unggahan seorang kenalan berpose di media sosial dengan bukunya. Ya, aku ingin seperti dia, membuat buku dan menebar amal melalui karya.
Profesi yang sekarang sebagai ibu rumah tangga mendorongku untuk mewujudkan keinginan tersebut. Aku ingin anakku bangga karena memiliki ibu seorang penulis, bukan hanya ibu rumah tangga biasa.
Aku mulai meniti dunia kepenulisan dari buku antologi. Menulis dan membuat satu buku bersama teman-teman penulis lainnya memang hal yang menyenangkan. Setelah beberapa bulan kemudian, satu per satu buku itu terbit. Ada perasaan bangga saat melihat karya dan namaku tercantum di dalamnya.
Ibarat candu, aku ketagihan menulis antologi. Tak terasa buku yang ikut kutulis telah menembus angka dua puluh. Tanpa kusadari, ternyata aku telah menggunakan uang tabungan hingga jutaan. Padahal, tabungan itu ditujukan untuk biaya sekolah anakku tahun depan.
Ada harga, ada rupa. Aku menyadari memang hal itu menjadi risiko yang harus diterima saat menerbitkan secara indie, baik buku solo, maupun buku keroyokan seperti ini. Aku hanya berharap dapat menjualnya dan mengembalikan uang tabungan yang telah dipakai.
Namun, kenyataan berkata lain. Impian dapat membagi manfaat melalui karya terhempas begitu saja. Buku-bukuku tidak laku dijual, hanya menumpuk dan kian menggunung di dalam lemari. Padahal aku sudah mempromosikannya baik online melalui media sosial, maupun offline kepada para tetangga dan kenalan.
Ternyata sulit menemukan seseorang yang suka membaca dan mau membeli buku. Era digital seperti sekarang, orang-orang lebih menyukai membaca melalui ragam sumber bacaan gratis seperti berita, gosip selebriti, novel, cerpen, tips dari gawainya.
Karier dalam beberapa komunitas menulis yang kuikuti menanjak. Kini, aku dipercaya menjadi penanggung jawab di sana. Aku mulai kesulitan membagi waktu. Sang buah hati lebih banyak bermain bersama youtube dibanding denganku, atau teman sebayanya.
Hingga suatu hari, anakku menyampaikan protesnya. Ia menangis dan memintaku meletakkan ponsel. Padahal saat itu aku sedang membalas Whatsapp dari beberapa anggota kelompok yang aku PJ-kan.
Putraku mengamuk, menangis. Perilakunya berubah, dan aku baru menyadarinya. Seakan kembali ke bumi, setelah sekian lama sibuk berada di dalam dunia maya.
Setelah tangisnya reda, sang buah hati pun tertidur. Dalam sesenggukan, matanya terpejam. Mungkin ia merasa masih sedih hingga terbawa ke dalam mimpi.
Seolah-olah ditampar oleh beribu tangan, aku merasakan sakit. Aku telah melepaskan harta yang paling berharga, yaitu anak dan keluarga demi meraih obsesi menjadi penulis.
Advertisement
Membuat Rencana Baru
Ya, ini memang tidak benar. Seharusnya amanah Tuhan yang merupakan darah dagingku menjadi prioritas. Lalu apa yang harus aku lakukan?
Aku mencoba membuat perencanaan untuk memperbaiki situasi tersebut:
1. Menentukan prioritas
Di antara sekian banyak deadline yang harus dipenuhi, aku harus merunut dan menentukan prioritas kerja. Namun, di antara sekian banyak prioritas kerja, kini anak dan keluarga selalu ditempatkan di urutan nomor satu.
2. Membuat jadwal
Aku mulai membuat jadwal kerja dan aktivitas yang harus dilakukan setiap hari. Jika awalnya tidak menempatkan anak dan keluarga di daftar aktivitas, kini aku mulai melakukan aktivitas menulisku setelah selesai bermain dan belajar bersama anakku.
3. Disiplin
Disiplin dalam mematuhi peraturan dan jadwal yang telah dibuat. Walau terkadang ada godaan untuk mendahulukan pekerjaan dibanding bermain bersama anak. Mengalahkan ego demi amanah dari Sang Khalik.
4. Evaluasi
Evaluasi ditujukan untuk melihat sejauh mana keefektivitasan rencana dan jadwal. Hal ini juga untuk menentukan apakah aku harus menghentikan kegiatan yang saat ini dijalani, atau dapat melanjutkan dengan syarat tertentu.
Semoga setelah ini dilakukan, tidak ada lagi kata melepaskan untuk mendapatkan. Namun, mendapatkan kembali segala yang telah terlepas.
#ChangeMaker