Fimela.com, Jakarta Setiap keluarga memiliki banyak kisah dan makna tersendiri. Baik kisah bahagia maupun kisah yang berurai air mata. Kisah tentang orangtua, saudara, atau kerabat dalam keluarga. Ada makna dan pelajaran yang bisa dipetik dari setiap kisah yang kita miliki dalam keluarga. Melalui Lomba My Family Story ini Sahabat Fimela bisa berbagai kisah tentang keluarga.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Kiyomizhu ayy
Aku terlahir di sebuah keluarga yang menurutku pada awalnya sangat bahagia. Walaupun bukan berasal dari keluarga yang kaya tetapi kebutuhan kami selalu tercukupi. Ayahku adalah seorang guru di sebuah sekolah swasta sedangkan ibuku seorang ibu rumah tangga biasa. Aku adalah anak ketiga dari empat bersaudara dan satu-satunya wanita selain ibuku di rumah.
Keluarga sama seperti keluarga-keluarga yang lainnya, tetapi semuanya itu berubah ketika adikku yang terakhir hadir di dalam kehidupan kami. Bagiku dia adik kecil lucu yang menggemaskan tetapi tidak dengan kedua orangtuaku. Mereka jadi sering bertengkar dan selalu mengatakan dia, adikku, adalah sebuah kesalahan. Aku tidak tahu apa artinya tetapi itu ucapan yang cukup menyakitkan untuk didengar. Ayahku bahkan pernah melempar semua makanan yang disiapkan ibu untuk makan siang hanya karena hal itu.
Hubungan mereka tidak kunjung membaik. Ibuku jadi sering menangis diam-diam di kamarnya. Setiap kali ibu menangis dia selalu mengatakan kalau dia akan membawaku jika nanti dia pergi, entah apa artinya.
Suatu hari aku iseng meminjam handphone ayahku untuk mengerjai temanku. Saat hendak menelepon ada sebuah pesan yang masuk. Karena ingin tahu siapa yang pengirimnya aku membuka pesan itu tanpa seizin ayah. Isi pesannya mesra sekali hingga kupikir itu pesan dari ibu, tetapi namanya bukan nama ibu. Karena penasaran aku scroll semua pesannya. Isinya membuatku meringis menahan sakit di dada juga amarahku. Kubawa handhone itu dan pergi menemui ibuku dengan niat ingin memberitahunya.
Aku tidak tahu apakah tindakanku saat itu benar atau salah. Aku tidak langsung memberitahu ibu tentang isi pesan itu tetapi aku malah bertanya apakah ibu mencintai ayah. Sambil mengelus kepalaku ibuku tersenyum dan menjawab kalau dia sangat mencintai ayah. Matanya tidak berbohong membuat hatiku hancur berantakan. Haruskah aku mengatakan yang sebenarnya? Tetapi itu akan membuatnya menangis. Jadi kuputusakan untuk menyimpan dulu cerita menyakitkan itu.
Selang beberapa hari terjadi pertengkaran hebat di rumah. Saat itu sedang makan siang dan ayah dengan marahnya melempar semua makanan yang dibuat ibu sambil mengucapkan kata-kata kasar. Itu pertama kalinya kulihat ayah sekasar itu dan merupakan trauma pertamaku terhadap teriakan dan bentakan. Ibu tidak membalas kata-kata ayah tetapi hanya diam dan memungut semua benda yang beterbangan. Aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya karena abangku membawaku pergi dari rumah.
Advertisement
Rindu Ibu
Sorenya ketika pulang kucari ibuku ke seluruh rumah dan ternyata dia sedang menangis di kamar. Begitu melihatku dia mendekat dan memelukku erat-erat sambil berbisik kalau dia akan membawaku bersamanya kemana saja jika dia pergi, entah apa artinya.
Sejak saat itu rumah tak sehangat dan senyaman dulu. Seperti neraka bagiku di mana selalu ada teriakan, tangisan, bentakan juga makian. Tidak menunggu waktu yang lama sampai kehadiran sosok baru di rumahku. Wanita yang kubenci seumur hidupku. Wanita yang merebut ayah dan penyebab tangisan ibu. Tak hanya dia, aku pun membenci ayahku sebesar rasa cintaku padanya.
Karena begitu banyaknya tekanan yang dialami ibu, kesehatannya semakin memburuk hingga ibu didiagnosa menderita kanker rahim dan ya hubunganya dengan ayah semakin renggang. Bahkan ketika ibu dirawat dan rumah sakit menjadi rumah keduanya pun ayah masih bersama wanita itu. Kusaksikan sendri bagaiman rasa sakit yang harus dilewati oleh ibu, tangisan-tangisanya hingga ia mengembuskan napas terakhirnya.
Apakah ayah berubah? Tidak. Dia bahkan tidur bersama wanita itu ketika jenazah ibu masih terbaring di rumah. Tetapi ibuku tidak pernah membenci ayahku sedikit pun hingga akhir hayatnya. Dia bahkan masih tersenyum dengan tulus ketika bercerita tentang ayah. Cintanya untuk ayah tidak setengah-setengah. Kepergian ibu membuatku drop. Kesehatanku menurun dan aku menjadi pribadi yang sangat tertutup.
Dua tahun setelah kepergian ibu, lukaku perlahan sembuh dan aku berusaha membuka diriku walaupun belum sepenuhnya. Kepergian ibu seakan membawa sebagian dari diriku bersamanya. Ketika masih dalam masa penyembuhan mentalku, kadang aku bertanya-tanya kenapa ibu tidak membawaku seperti yang diucapkannya dulu?
#ChangeMaker