Fimela.com, Jakarta Setiap keluarga memiliki banyak kisah dan makna tersendiri. Baik kisah bahagia maupun kisah yang berurai air mata. Kisah tentang orangtua, saudara, atau kerabat dalam keluarga. Ada makna dan pelajaran yang bisa dipetik dari setiap kisah yang kita miliki dalam keluarga. Melalui Lomba My Family Story ini Sahabat Fimela bisa berbagai kisah tentang keluarga.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Mbag Erlin Saptianti
Kehidupan dunia terkadang tak selalu mulus. Keindahan dunia yang dibayangkan seakan hanyalah sebuah angan. Bahkan, lebih banyak yang tak sesuai harapan di awal. Ya, memang beginilah kehidupan dunia, bukan tempat untuk menaruh mimpi terlalu jauh. Tak hanya aku, tetapi kita semua pun tahu, dunia ini hanyalah sebagai jembatan dan langkah awal untuk menuju akhirat yang abadi.
Begitu banyak langkah dan jalan cerita yang mesti kita lewati untuk bisa sampai ke kehidupan yang abadi itu. Berusaha selalu mempersiapkan diri dengan bekal amalan agar dapat menjadi hamba terbaik, yang kelak siap saat akan berjumpa dengan-Nya. Berbagai ibadah yang telah diperintahkan oleh-Nya pun wajib kita laksanakan sesuai dengan yang telah dicontohkan Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Tak ada sesuatu yang dapat dilakukan selain datangnya kekuatan dari Allah Azza wa Jalla. Tanpa pertolongan-Nya pula, tentu diri ini takkan lagi sanggup menjalani roda kehidupan yang penuh lika-liku ujian, musibah, dan lainnya. Bahkan tak sampai di situ, kalau bukan atas izin-Nya, barangkali aku sudah tak bisa lagi menulis tulisan sederhana ini di tengah kesibukan menjadi seorang ibu rumah tangga yang terkadang begitu melelahkan. Tetapi, atas pertolongan Allah, raga ini masih dapat berdiri kokoh di atas bumi tercinta dengan penuh rasa syukur.
Menjalani peran sebagai ibu rumah tangga tentunya bukanlah hal yang mudah. Terlebih tanpa bantuan asisten rumah tangga. Beberapa orang mungkin akan mengatakan, “Aku lelah, mumet, semuanya”, saat rasa lelah itu datang menghampiri, pun termasuk aku. Tapi sepertinya percuma saja, sudah takdir menjadi seorang ibu rumah tangga yang nyatanya harus siap tahan banting baik secara mental dan fisik.
Berbeda halnya dengan sebagian orang. Di sisi lain beberapa wanita sudah terbiasa dengan peran dan rutinitas pekerjaan rumah tangga. Tapi apa daya, tidak denganku saat baru menjadi seorang istri sekaligus yang bertugas dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Pengalamanku belum banyak. Tak jarang jika beberapa pekerjaan belum tertuntaskan secara maksimal. Barangkali bukan hanya aku yang merasakan hal demikian. Mungkin sebagian IRT lainnya pun pernah merasakan hal yang serupa. Bagaimana tidak, rasanya aku baru saja memulai peran menjadi wanita yang penuh drama dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Salah satu faktornya mungkin dulu aku sangat jarang di rumah. Ya, sejak duduk di bangku sekolah kelas 10 SMK, aku lebih banyak melakukan aktivitas di luar rumah untuk bekerja. Sekolah sambil bekerja lebih tepatnya.
Pagi hingga siang aktivitas di sekolah aku laksanakan. Siang setelah pulang sekolah aku mulai bersiap-siap untuk kembali bekerja. Pulang dan tiba di rumah terkadang sudah pukul 20.30 WIB. Jika ada lembur, waktu pulang bisa lebih dari biasanya. Ternyata semuanya berlanjut hingga masa kuliah. Masa yang paling sibuk dengan tugas setiap mata kuliah yang diberikan. Belum lagi di tempatku dulu bekerja harus siap menahan rasa kantuk yang begitu membara. Biasanya kalau sudah padat merayap seperti itu, pakaian tak sempat kucuci. Akhirnya, jasa laundry pun dianggap solusi agar lebih menghemat waktu dan tenaga.
Merenungkan pekerjaan rumah tangga memang tak pernah ada habisnya. Kalau dipikir-pikir, memang lebih enak bekerja di luar dibandingkan mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang tak pernah selesai dan itu-itu saja. Terkadang membuat jenuh. Tapi, jangan salah paham dulu ya, karena begitu banyak pahala yang mengalir bagi seorang IRT. Sebab, begitu banyak dan mulia tugasnya. Hal tersebut tiba-tiba membuatku teringat dengan gaji asisten rumah tangga. Kira-kira sudah digaji barapa ya para ART oleh majikannya? Sudah pantaskah gajinya jika dibandingkan dengan pekerjaannya? Terlebih lagi yang biasanya langsung menginap, sudah diperlakukan baikkah mereka? Atau baru saja tak sengaja memecahkan piring malah dicaci maki? Naudzubilllah. Semoga Allah Ta’ala mengampuni majikan yang demikian. Aamiin.
Tak terasa, menjalani peran sebagai seorang IRT ternyata sudah tiga tahun lebih lamanya. Sungguh berat dan padatnya rutinitas yang dijalani ternyata merupakan salah satu langkah menuju pendewasaan diri pula. Semula yang tak tahu memasak hingga jadi tahu memasak. Tapi, pada kenyataannya tak semua orang mampu menghargai usaha dari pekerjaan tersebut. Bahkan tak jarang, sebagian suami hanya bisa menuntut seorang istri untuk lebih apik dalam pengerjaannya. Salah sedikit, lambat sedikit, atau tak sesuai permintaan pun seringkali sang istri mendapatkan kritikan pedas.
Tetapi sebaliknya, ada yang berusaha membantu meringankan pekerjaan sang istri, bahkan sama sekali tak mempermasalahkan beberapa pekerjaan yang belum tertuntaskan. Sungguh beruntunglah jika mendapatkan suami yang demikian pengertiannya. Tetapi jika sebaliknya, semoga kesabaran yang dapat menguatkan, in syaAllah akan menjadi ladang pahala di akhirat kelak bagi istri. Hal ini seperti firman Allah Ta’ala: “Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (QS: Al-Baqarah: 177).
Advertisement
Menjadi Ibu Rumah Tangga yang Baik
Lantas, bagaimana ketika mendapati pertanyaan tentang perasaan menjalani kehidupan rumah tangga tanpa bantuan asisten rumah tangga? Apakah tetap merasa baik-baik saja? Atau malah sebaliknya, ada perasaan tertekan?
Alhamdulillah, aku pribadi sejauh ini masih merasa baik-baik saja. Walaupun terkadang namanya lelah itu sudah pasti datang menghampiri. Namanya pikiran tetaplah hinggap bak lebah yang mengunjungi bunga untuk diambil sarinya. Apalagi dengan usia yang masih muda bagiku terkadang ada kalanya emosi tak stabil. Ya, begitulah dunia memang tempat untuk belajar atas segala hal yang datang.
Bukannya menutup diri, aku pun terus berusaha mencari cara agar diri ini tetap baik-baik saja, salah satunya dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang bermanfaat, seperti bergabung dalam pembuatan buku antologi dan sambil merintis bisnis online. Bersyukurnya lagi, semakin hari aku semakin merasa baik setelah kedua tanganku kembali pulih dari sakit yang pernah ku rasakan hampir sepuluh bulan lamanya. Perlahan pekerjaan yang sempat terabaikan pelan-pelan mulai ku kerjakan kembali.
Dilema seorang istri sekaligus sudah menjadi seorang ibu. Selalu mementingkan dan memikirkan orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Semua dilakukan agar rutinitas tetap berjalan seperti biasanya. Sakit yang dirasa seakan tak ada apa-apanya demi terlihat baik-baik saja. Seperti ibuku pula, begitulah beliau kepada anak-anaknya. Selalu memberikan makanan untuk anak-anaknya terlebih dahulu. Ketika ditanya, “Mamak udah makan?” tanyaku. Beliau hanya menjawab, “Masih kenyang, nanti aja." Padahal aku tahu betapa lapar dan lelah dirinya yang tak kunjung usai mengerjakan pekerjaan rumah. Mengingatnya, membuat air mataku tiba-tiba ingin jatuh saja.
Pekerjaan IRT ternyata bukan hanya sekedar ‘sumur’, ‘dapur’, dan ‘kasur’. Tugas seorang IRT lebih kompleks dari tiga kosa kata tersebut. Perannya menjadi tonggak utama perubahan sebuah bangsa. Semua orang pun tahu, salah satu penentu anak yang cerdas adalah lingkungannya. Ya, lingkungan keluarga terutama ibu yang akan menjadi contoh sang anak. Kita pun tahu anak adalah peniru yang ulung. Maka betapa pentingnya peran seorang ibu mulai dari melahirkan, mengasuh, dan mendidik generasi terbaik sesuai fitrah sang anak sesuai dengan al-Qur-an dan as-Sunnah sesuai pemahaman salaf terdahulu. Maka, sudah sepatutnya kita sebagai al ummu madrosatul ula dapat menata hati, pikiran agar tetap bahagia dan ikhlas mengasuh serta mendidik anak kita.
Seperti seorang guru kepada muridnya, karena setiap hari anak akan selalu bersama dengan kita. Tak hanya itu, seorang ibu sudah seharusnya tetap bersemangat meskipun tanpa bantuan asisten rumah tangga di dalamnya. Semua bisa dilakukan atas dasar kesabaran dan mengharap rida Allah Azza wa Jalla. Alasan ini pula yang menjadi sebab mengapa peran seorang wanita sangat besar. Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Syaikh Shaleh al-Fauzan yang isinya, “Wanita muslimah memiliki kedudukan (yang agung) dalam Islam, sehingga disandarkan kepadanya banyak tugas (yang mulia dalam Islam). (sumber: muslim.or.id).
Perasaan baik-baik saja saat menjalani aktivitas IRT tanpa ART ternyata tak hanya dirasakan olehku sendiri. Maa syaAllah, beberapa ummahat lainnya pun merasakan hal yang sama. Alhamdulillah mereka masih tetap menjalankan perannya dengan baik meskipun tanpa ART. Beberapa dari mereka ada yang sudah terbiasa mandiri, sehingga sudah tidak terkejut lagi melakukan rutinitas IRT tanpa ART. Meskipun di antaranya berprofesi sebagai pegawai negeri ataupun honorer, mereka tetap dapat menjalankan perannya dengan baik sebagai IRT meskipun tanpa ART.
Bahkan tak jarang, anak mereka lebih dari dua orang. Tak hanya itu saja, adapula yang berwirausaha dengan membuka jasa loundry di rumah sekaligus menyetrikanya pula, pun dikerjakan sendiri tanpa bantuan ART. Walaupun pada kenyataannya sangat lelah, tetapi tetap menikmati dan mensyukuri serta menjalani perannya dengan baik. Berbeda lagi di sisi lainnya, ada yang merasa tertekan. Ada yang ingin merasakan yang namanya mandiri karena saat ini masih tinggal bersama mertua atau orang tua. Sebaliknya, ada yang merasa sangat terbantukan ketika tinggal bersama mertua. Silaturahim semakin dekat dan seakan sudah seperti orang tua kandung.
Begitu banyak hal yang sebenarnya dapat menjaga perasaan kita agar tetap baik-baik saja. Salah satunya adalah orang terdekat kita, dukungan terbesar tentunya dari sang suami. Mengapa? Karena hari-hari kita selalu bertemu dengannya. Suami pula yang dapat menjadi tempat berbagi cerita saat jenuh dan lelah menghampiri. Tentunya dengan memperbanyak dzikir pula kepada Azza Wa Jalla agar rasa lelah serta masalah dalam pekerjaan rumah tangga dapat hilang. Tentulah semua takkan didapat kecuali atas dasar ketaatan kepada Allah Azza Wa Jalla.
Maa syaAllah, begitulah balada seorang wanita yang sudah berumah tangga. Tiada hari tanpa ujian. Begitulah hakikatnya sebuah pernikahan. Tinggal bagaimana cara kita menyikapinya sesuai syariat. Bagiamana pun perasaan yang sedang kita alami sekarang, tetaplah memperbanyak diri kita untuk senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana dalam firman-Nya: “Jika kalian mau bersyukur, maka Aku sungguh akan menambah nikmat bagi kalian.” (QS: Ibrahim: 7).
Alhamdulillah, memang benar. Saat diri ini merasa bersyukur atas semua yang terjadi serta rida atas ketetapan-Nya, maka yang didapati adalah rasa bahagia menerima dan berusaha untuk menjadi lebih baik setiap harinya. Keajaiban atas segala bentuk syukur Allah datangkan pula dari sesuatu yang tak pernah terduga sebelumnya. Maka nikmat mana lagi yang dapat kita dustakan atas segala janji-Nya. Semoga Allah Ta’la yang Ar-rahiim menjaga semua ibu rumah tangga agar dapat menjalani masing-masing perannya dengan baik. Semoga untuk teman-teman se-muslimah yang membaca tulisan ini, tak pernah lelah dan patah semangat dalam mencapai rida-Nya dengan segala bentuk kesabaran tanpa batas. Aamiin ya rabbal’aalamiin.
“Tak ada kenikmatan yang didapat selain berharap hanya kepada Allah Azza Wa Jalla. Bersabarlah tanpa batas. Serta sabarlah dengan sabar yang indah.”
#ChangeMaker