Fimela.com, Jakarta Setiap keluarga memiliki banyak kisah dan makna tersendiri. Baik kisah bahagia maupun kisah yang berurai air mata. Kisah tentang orangtua, saudara, atau kerabat dalam keluarga. Ada makna dan pelajaran yang bisa dipetik dari setiap kisah yang kita miliki dalam keluarga. Melalui Lomba My Family Story ini Sahabat Fimela bisa berbagai kisah tentang keluarga.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Lidia Ita
Beberapa saat yang lalu, aku menonton film “Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini”. Awalnya tidak tertarik, namun setelah sampai pada awal masalah, wah aku meneteskan air mata. Hingga akhir cerita. Kenapa? Aku rasa ada beberapa hal yang relate dengan kehidupanku.
Satu, aku anak pertama dari tiga bersaudara. Seperti yang terjadi di film, anak pertama diberikan tanggung jawab lebih oleh orang tuanya. Terutama tanggung jawab atas adik adiknya. Aku rasa aku belum siap.
Aku baru saja masuk tahun kedua di universitas negeri di kotaku. Dari SMA aku tinggal di pesantren hingga saat ini pun aku tinggal di asrama. Jauh dari orang tua. Maka dari itu, bagaimana aku bisa menjaga adik adikku jika aku saja tinggal jauh. Tentu saja masih minta uang jajan dari orang tua. Belakangan ini sempat kepikiran, "Haruskah aku menghasilkan uang jajan sendiri? Tapi dari mana?”
Kedua, aku mempunyai adik laki laki berusia 14 tahun. Dia juga tinggal di pesantren, tetapi tidak jauh dari rumah. Sebagai anak laki laki paling besar, aku rasa dia paling mengerti untuk mengurus dirinya sendiri. Bahkan menurutku dia yang paling bisa diandalkan. Kadang kali pernah terpikirkan kenapa dia sangat nakal? Apa ini normal untuk anak laki-laki? Karena di antara kami, dia yang sering kena marah orang tua. Namun, aku tahu jika harapan terbesar orang tuaku di dia. Ini tidak seperti yang diceritakan di film bukan? Yang cenderung dilupakan atau bahkan menganggap dia sudah hilang.
Advertisement
Dulu Pernah Terasa Begitu Dekat
Ketiga, adikku yang ketiga baru masuk TK tahun ini. Ya, memang jauh jarak umur denganku. Aku memiliki adik waktu itu sudah SMP kelas 2. Anak bontot, begitu disebutnya. Terlalu dimanjakan? Ya. Ini itu dibelikan. Paling ngeyel? Ya. Dia bahkan susah untuk diajak belajar. Main terus mau nya. Nggak apa-apa itu wajar, masih kecil, batinku. Tapi nanti misalkan dia nggak mau belajar siapa yang disalahkan? Aku. Dia sering kabur waktu disuruh tidur siang. Yang disalahin siapa? Aku. Kalau dia main kejauhan siapa yang dimarahin? Aku. Kadang jengkel, tapi ya gimana lagi. Pernah terpikir buat bilang jangan ngrepotin aku. Tapi itu bukan hal yang pantas buat diucapkan. Ingat lagi kalau aku anak pertama, anak yang paling bertanggung jawab atas adik adiknya.
Keempat, banyak pertanyaan muncul kenapa keluargaku tidak seperti keluarga yang lain? Kenapa aku tidak pernah bisa bercerita ke ibu? Kenapa keluargaku jarang terbuka satu sama lain? Kelurgaku cenderung diam seolah bisa mengatasi masalah mereka masing masing. Dulu kami masih sering salat jamaah dan makan malam bersama setelahnya. Tapi sekarang? Jarang sekali. Apa ini karena sudah pada dewasa atau karena aku sudah lama tidak di rumah? Jikalau tidak saling terbuka, maka akan terjadi kesalahpahaman. Ya, seperti itu jika sedang ada masalah lama kelamaan bukan masalah selesai, tapi masalah dilupakan.
#ChangeMaker