Fimela.com, Jakarta Mengubah kebiasaan lama memang tidak mudah. Mengganti kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik pun kadang butuh proses yang tak sebentar. Membuat perubahan dalam keseharian dan hidup selalu memiliki perjuangannya sendiri. Melalui Lomba Change My Habit ini Sahabat Fimela berbagi kisah dan tulisannya tentang sudut pandang serta kebiasaan-kebiasaan baru yang dibangun demi hidup yang lebih baik.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Wahyuni Rezty Wd
Ada banyak hal yang jadi keinginan kita dalam perjalanan hidup. Dan suatu hari saya menyadari, bahwa tidak semua yang saya sukai dan inginkan pada akhirnya akan direstui alam. Akan ada beberapa atau bahkan semua dari hal favorit saya segera lenyap sebelum benar-benar kumiliki. Kesadaran yang mendewasakan.
Saya cukup hafal bagaimana rasanya memendam. Kegagalan presentasi di kantor, kekurangan yang coba kusembunyikan di depan pasangan, hingga urusan dompet yang kian menipis setelah kugunakan untuk sekadar bersenang-senang mengapresiasi kerja kerasku. Tak bisa kuceritakan gamblang di depan sahabat-sahabat bahkan orangtuaku sendiri tentang bagaimana kondisi susahku. Kubiarkan mereka menebak-nebak saja dari raut wajah, hingga gestur tidak sopanku tiap mereka bertanya, bagaimana kabarku hari ini. Lalu mereka diam-diam mengumpat, sungguh aku ini angkuh, congkak. Iya, kalian ceritakan saja. Aku pun bisa menebak dari senyuman setengah tulus itu.
Nyatanya kehidupan memang tidak serta-merta sebaik yang kita duga. Di dalam hati aku sedikit kesepian. Aku butuh sandaran dan telinga yang bijak mendengarkan. Yang tidak sekadar mengangguk, tapi juga balik menceritakan perkaranya seraya saling menguatkan. Mungkin orang-orang di sekitarku tidak selalu menyadarinya. Dan aku membiarkan saja. Menurutku, ada batas yang tidak seharusnya dilewati ketika itu tentang kebiasaan. Meskipun aku bukan orang yang mudah bergaul, tapi aku juga bukan anti sosial. Aku lebih sering menemukan kenyamanan di pertemuan kedua dan ketiga dengan orang baru. Dan entah bagaimana, mereka menyebutku tidak sopan.
Memang ada banyak hal yang bisa terjadi di hari-hari kita. Yang kutahu, ketika ada satu hal yang tidak kusukai, seharusnya aku bukan memendam, melainkan mengungkapkannya. Karena ternyata pikiran manusia tidak pernah sama. Orang-orang bisa menganggap kita lemah ketika kita diam. Dan saat kita bertingkah ekstra, mereka bilang kita kekanak-kanakan. Lalu, apa aku harus berontak karena disebut demikian?
Di media sosial, aku sering menumpahkan pikiran dan isi hatiku. Karena kurasa tidak ada hal lain yang semenyenangkan bercerita melalui tulisan di zaman serba canggih ini. Orang-orang juga bisa tahu lebih banyak tentangku dari media sosial. Dan hari itu, sebuah kabar menyedihkan datang. Aku masih ingat, raut wajah ceria bahagia rekan-rekan sekantor yang tengah merayakan ulang tahun perusahaan. Tiba-tiba, di tengah riuh Ayah mengabari bahwa Kakekku telah berpulang. Semacam ada yang menamparku keras setelah telpon siang yang kelabu itu. Kakek baru dua minggu sebelumnya menanyakan ketika kujenguk, kapan aku akan datang lagi. Aku masih sangat ingat genggaman tangannya yang kuat saat itu, seperti ingin bilang, "Tinggallah lebih lama, Nak."
Advertisement
Mengubah Sesuatu dalam Hidup
Malam-malam setelahnya kulalui dengan dingin. Aku lebih tak banyak bicara, dan memilih menyimpan isi pikiranku tetap di kepala saja. Bahkan aku menyilang semua aplikasi media sosial di ponsel. Foto-foto di galeri juga kuhapus satu per satu, hingga hanya tersisa beberapa foto angkatan sekolah dan wajah keluarga dekat yang selama ini kuabaikan. Lalu di satu malam sebelum Ramadan setahun lalu, mantan kekasihku tiba-tiba menghubungi. Dia bilang sedang rindu. Sahabatku yang baru sebulan menikah juga menitip salam melalui adikku, dia juga bilang rindu padaku. Dan saat aku kembali ke kantor, wajah rekan-rekanku masih terlihat cerah ceria seperti terakhir hari ketemu. Mereka menyapaku masih hangat. Entah bagaimana, saat itu aku hanya berpikir, Tuhan sungguh tidak tidur. Dia tahu manusia mana yang sebenarnya sedang ingin dipeluk.
Sejak itu aku mulai lebih dalam melibatkan Tuhan dalam setiap perkaraku. Aku jadi lebih rajin berbicara pada diriku sendiri, menanyakan apa saja yang kuinginkan dan bagaimana mendapatkannya. Aku sering bercermin sambil mencari apa yang belum sempat kusyukuri selama ini. Aku tak ingin menyia-nyiakan hal berharga lain di hidupku lagi.
Cukup sebuah kehilangan lalu itu menjadi hal pahit yang kusesali karena tak bisa menikmati momen terakhir menggenggamnya. Tanganku pun tak lagi seusil dulu melebih-lebihkan cerita yang kuunggah di media sosial. Rasanya selama ini media sosial sudah banyak membentuk diriku yang selalu lebih asyik di dunia sendiri. Aku ingin menemukan sesuatu yang baru. Aku ingin bisa dekat dengan siapa saja sejak di pertemuan pertama. Aku ingin lebih banyak bercerita pada orang-orang terdekatku tentang diriku dan pemikiranku. Aku tidak ingin lagi memendam dan hanya menyimpannya sendiri.
Kepergian Kakek sungguh menyisakan pilu terdalam di hatiku, tapi sekaligus juga mengajarkanku untuk menjadi lebih dewasa bahkan dalam menyikapi hal-hal terkecil di depan mata. Kepergian Kakek sungguh memberikan jeda untuk menunjukkan pribadiku yang sebenarnya. Bahwa aku bukanlah orang yang tidak sopan. Aku bukan orang yang angkuh. Hanya saja cara setiap manusia bersikap dan menilai seseorang yang tidak pernah sama. Maka, hari itu kuputuskan untuk tidak lagi menutup diri.
Kuaktifkan kembali media sosial di ponselku, namun hanya sesekali dalam sehari kubuka. Itupun ketika waktuku sedang senggang. Aku lebih memilih menyibukkan diri dengan mengerjakan tugas-tugas kantor dan berolahraga. Kegiatan positif untuk mendistraksi pikiranku dari momen kehilangan dan kesepian. Kurasa, inilah keinginanku satu-satunya yang selalu direstui alam, dan Tuhan tentu saja. Aku ingin menjadi biasa saja menjalani hari-hariku yang tahun ini kebetulan serba "baru" juga karena pandemi. Kurasa, dengan mencintai diri sendiri aku akan lebih banyak bersyukur dan lebih mudah untuk bercerita pada orang-orang di sekitarku secara langsung. Bukan selalu melalui media sosial lagi.
Â
Â
#ChangeMaker