Fimela.com, Jakarta Mengubah kebiasaan lama memang tidak mudah. Mengganti kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik pun kadang butuh proses yang tak sebentar. Membuat perubahan dalam keseharian dan hidup selalu memiliki perjuangannya sendiri. Melalui Lomba Change My Habit ini Sahabat Fimela berbagi kisah dan tulisannya tentang sudut pandang serta kebiasaan-kebiasaan baru yang dibangun demi hidup yang lebih baik.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Shanti Dwijayanti Parnarini
Mengubah kebiasaan itu sangat susah dilakukan karena pasti terasa berat. Apalagi kebiasaan yang sudah membuat kita merasa nyaman. Di tengah pandemi virus corona ini aku berusaha menjadi citizen yang patuh dan taat berdiam diri di rumah. Hapus dulu schedule refreshing, jalan-jalan, nyobain tempat wisata baru, juga mudik. Hapus. Hapus. Hapus.
Berat, berat banget. Suntuk iya, stres juga nambah. Keluar rumah hanya seperlunya saat membeli kebutuhan bulanan. Belanja untuk masak harian cukup ke tukang sayur keliling yang biasa lewat depan rumah. Kerja juga cukup dari rumah. Work from home. Just stay at home.
Awalnya aku coba menghilangkan kebosanan dan kejenuhan dengan belajar hidroponik. Aku memesan hidroponik kit dan beberapa benih sayuran secara online. Awalnya, bersemangat sekali aku saat melihat benih-benih yang kusemai itu mulai muncul tunas hijau. Daun sejati pun sudah muncul lebih dari 4 helai. Saatnya aku memindahnya ke media netpot dan botol bekas yang sudah kugunting sedemikian rupa.
Beberapa hari, semuanya masih menyenangkan. Setiap pagi aku selalu tersenyum menatap mereka bermandikan cahaya matahari. Namun, tidak berlangsung lama. Tiba-tiba daun mereka menjadi layu dan menguning. Aku sendiri tidak tahu apa masalahnya. Apakah aku terlalu banyak/terlalu sedikit memberi air nutrisi? Aku sama sekali tidak paham. Akhirnya aku menyerah. Mungkin belum rezekiku menanam sayuran dengan metode itu.
Advertisement
Menulis
Hari-hariku kembali datar, dipenuhi dengan rutinitas sama setiap harinya. Hingga suatu saat, aku memberanikan diri untuk mengirim tulisan pada sebuah grup menulis yang sudah cukup lama aku masuki namun hanya sebagai silent reader. Tulisan pertama, sedikit sekali yang memberi apresiasi. Namun aku tak gentar. Lanjut lagi mengirim tulisan kedua, ketiga, dan seterusnya. Aku tidak peduli lagi tentang berapa orang yang memberi like atau apresiasi. Karena sejatinya aku menulis untuk menyembuhkan diri atas luka yang selama ini tetap menyakitkan meski telah termaafkan.
Menulis itu menyenangkan dan menenangkan. Kita bisa melakukannya sambil apa saja. Saat kita duduk, berdiri, bahkan rebahan. Akhirnya aku menemukan cara agar aku bisa tetap happy dan relax meski hanya di rumah saja. Mengubah kebiasaan yang semula aktif di luar rumah dan sering traveling kemana-mana menjadi diam di rumah saja memang sangat sulit. Kita harus pintar menyiasatinya dengan melakukan aktivitas indoor yang menyenangkan.
Just be ourselves! Nggak usah iri dengan si A yang pintar bikin kue, si B yang bakat berkebun, si C yang energik dengan senamnya, si D, si E, si F, dst dengan segala kelebihannya. Gali saja apa yang paling disukai dari dalam diri kita sendiri yang sekiranya bisa membawa pengaruh positif. Kemudian, lakukan perlahan! Just start it! Do it! Sampai semuanya menjadi sebuah kebiasaan baru menyenangkan untuk kita jalani secara terus menerus.
#ChangeMaker