Fimela.com, Jakarta Punya kisah atau kesan tak terlupakan terkait bulan Ramadan? Atau mungkin punya harapan khusus di bulan Ramadan? Bulan Ramadan memang bulan yang istimewa. Masing-masing dari kita pun punya kisah atau pengalaman tak terlupakan yang berkaitan dengan bulan ini. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam My Ramadan Story: Berbagi Kisah di Bulan yang Suci ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Budi Rahmah Panjaitan
Aku bersyukur karena masih bisa merasakan Ramadan kali ini. Ramadan yang pertama kalinya setelah aku menyandang status sebagai seorang istri. Aku masih ingat betapa getirnya ujian yang telah kulalui dengan saksi air mata. Untuk itu, aku akan ceritakan di sini.
Tahun lalu aku menikah dengan lelaki pilihanku. Lelaki yang kukenal dari media sosial. Namun satu hal bagai duri penghalang adalah restu orangtuaku kala itu. Mereka tak menyukai lelaki pilihanku itu. Mereka bilang media sosial bukan tempat baik untuk menemukan jodoh. Banyak penipuan di sana. Terlebih lagi saat itu umurku masih 18 tahun dan belum tamat kelas 3 SMA. Orangtuaku juga punya keinginan untuk menyekolahkanku ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Sementara, lelaki yang ingin kujadikan suami itu sudah berusia 32 tahun. Aku ingat sekali bagaimana pertengkaran hebat terjadi antara aku dan orangtua bahkan anggota keluargaku yang lain. Ya, ini semua terjadi karena aku terlanjur mencintai lelaki itu.
Tidak terhitung, berapa kali aku dikunci di kamar, menangis dan dibentak. Seperti tidak ada harapan untuk aku bersatu dengan lelaki pilihanku. Ironisnya, lelaki yang kupilih itu tidak pernah berani untuk menghadap orangtuaku setelah dia tahu mereka tak setuju. Ia malah mengajakku untuk kawin lari meninggalkan kota saat itu. Saking aku mencintainya, aku tak berpikir panjang lagi. Aku langsung mengiyakan ajakannya tersebut. Hingga terlaksanalah kawin lari itu tanpa sepengetahuan orangtua dan keluargaku.
Berulang kali aku ditelepon dan dikirim pesan panjang. Namun satu pun tak kubalas. Hingga satu bulan setelah menikah, sepupuku mengirimkan foto ibu yang sedang jatuh sakit lewat whatsapp. Seketika hatiku rasanya hancur melihatnya. Ingin rasanya aku menjenguk namun hal itu sangat menakutkan bagiku. Terlebih mengingat anggota keluarga yang akan kutemui di sana nantinya. Alhasil, kukubur niat itu. Aku hanya bilang pada sepupuku, sampaikan salamku pada ibu dan katakan bahwa aku selalu berdoa untuknya.
Semenjak kejadian itu, aku rasanya tidak karuan, sering aku menangis dan sesekali terbesit penyesalan. Meski begitu, aku selalu mencoba tegar sembari terus berdoa karena ini adalah pilihanku. Hingga akhirnya 5 bulan pernikahan berjalan, aku sudah merasa lebih baik. Namun rinduku tak bisa kusembunyikan. Aku bersyukur, suamiku adalah orang yang pengertian. Dia selalu mencoba menghiburku dan memberi penguatan. Ia bilang padaku kalau ia akan segera membawaku bertemu keluargaku. Saat aku tanya kapan, ia hanya terdiam sambil senyum dan membelai rambutmu. Jika sudah begitu, aku biasanya menghela napas dan berdoa dalam hati agar itu bisa terwujud sesegera mungkin.
Advertisement
Doaku Terjawab
Singkat cerita, Ramadan pun tiba. Aku sangat bersemangat menjalaninya. Apalagi baru pertama kali aku merasakan jadi seorang istri di kala ramadan. Saat itu, tepatnya di sahur yang pertama, handphoneku berdering. Aku segera mengangkat telepon itu dan mengatakan, "Halo, ini siapa?" Tak berapa lama, orang yang berada di sambungan teleponku itu menjawab, "Ini Ibu yang merindukanmu." Sontak aku kaget karena sangat mengenali suara itu. Ya, itu adalah ibu yang sudah lama tak bertegur sapa denganku. Tidak tahan lagi, aku langsung menangis. "Ibu, maafin aku ya, Bu. Aku baik-baik di sini, Ibu apa kabarnya di sana?" ujarku sesenggukan. Suamiku yang kala itu melihat aku menangis langsung menghampiri. Sepertinya ia tahu yang meneleponku adalah ibu. Ia langsung mengambil handphone dari tanganku dan bicara dengan ibu. "Bu, ini aku menantumu, suami dari anakmu. Maafkan aku belum bisa membawanya menemui Ibu. Aku berjanji akan menjaganya dengan baik. Hingga nanti Ibu dan keluarga bisa menerima kami. Sekali lagi, maafkan kami, Bu" ujar suamiku.
"Iya, Nak. Ibu sudah memaafkan kalian. Ibu mau kita menjadi keluarga yang rukun, tidak ada lagi perselisihan. Ibu sudah beri restu untuk kamu dan anak ibu. Tolong jaga dia baik-baik. Nanti, jika sudah memungkinkan, datanglah ke rumah ibu. Pintu rumah ibu dan bapak sudah terbuka lebar untuk kalian," jawab ibu dengan suara merendah. Saat itu juga hatiku dan suami seakan mendapatkan obatnya. Kesempatan ini tidak boleh kami sia-siakan. Sejak saat itu pula, hubungan aku dan suami bersama kedua orangtua dan keluargaku sudah baik. Komunikasi berjalan lancar. Aku sangat bersyukur atas ini, Ramadan kali ini penuh keberkahan.
#ChangeMaker