Fimela.com, Jakarta Punya kisah atau kesan tak terlupakan terkait bulan Ramadan? Atau mungkin punya harapan khusus di bulan Ramadan? Bulan Ramadan memang bulan yang istimewa. Masing-masing dari kita pun punya kisah atau pengalaman tak terlupakan yang berkaitan dengan bulan ini. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam My Ramadan Story: Berbagi Kisah di Bulan yang Suci ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: D
Menjalankan puasa Ramadan di tengah kondisi pandemi, mungkin membawa banyak perubahan bagi umat muslim. Khususnya tahun ini, dan hampir di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Beberapa dari kita tidak bisa merasakan kegiatan yang lazim dilakukan pada bulan Ramadan, seperti bukber (buka bersama) di luar, sahur "on the road", atau pun pergi ke pasar Ramadan sekadar "ngabuburit" dan membeli takjil. Saya sendiri mengalami beberapa hal dan tradisi Ramadan yang terlewati di tahun ini.
Seperti absennya suara para remaja tanggung yang biasa membangunkan sahur keliling kampung, suara yang selalu berhasil membuka kedua mata saya pada jam pulasnya tidur, untuk segera bangun sahur. Tidak pula saya dapati suasana menjelang ibadah salat tarawih yang biasanya jalanan kampung saya diramaikan dengan anak-anak bermain petasan dan kembang api. Dan syukurnya, saya juga tidak melihat pemandangan para tetangga yang suka berkumpul untuk berghibah di depan rumah, di bulan Ramadan seperti ini sekali pun.
Namun, bagaimana pun kondisi dan suasana Ramadan tahun ini, tidak menghilangkan keutamaan bulan Ramadan itu sendiri. Bulan yang selalu ditunggu-tunggu umat muslim seluruh dunia, penuh keberkahan dan pengampunan. Di dalamnya Allah memberikan berlipat ganda pahala dan kebaikan. Bulan yang menjadi sejarah turunnya kitab suci Al Qur'an, bukti atas kemuliaan bulan Ramadan. Keutamaan lainnya, adanya malam lailatul qadar yang hanya dapat dijumpai pada salah satu malam di bulan Ramadan, bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Â
Advertisement
Kenangan bersama Ibu takkan Terlupakan
Bagi saya pribadi, pandemi ini pun tidak menghilangkan nikmatnya menjalankan ibadah puasa Ramadan. Justru, saya tetap bersemangat melakukan segala sesuatunya meskipun hanya di dalam rumah. Namun, sejak Ramadan sepuluh tahun lalu, saya kehilangan nikmat suasana kebersamaan dengan almarhumah ibu saya. Beliaulah yang mengajarkan saya berpuasa sejak dini. Seseorang yang membangunkan saya sahur dengan lembutnya hingga mata terjaga. Seseorang yang selalu mempersiapkan segala sesuatunya untuk sahur dan berbuka, diri ini pun hanya menjadi orang yang siap menyantap.
Saya dan ibu juga biasa "ngabuburit" bersama dengan pergi ke pasar Ramadan memilih dan membeli takjil untuk berbuka puasa. Beliau juga sering membelikan saya kembang api, setiap kali saya minta. Kembang api itu saya hidupkan di depan rumah sebelum pergi ke masjid untuk salat tarawih. Serta beberapa kegiatan menjelang akhir Ramadan, seperti membuat kue lebaran bersama dan pergi ke pasar untuk membelikan saya baju lebaran. Sungguh, semua kenikmatan itu kini hanya menjadi kenangan, dan mampu saya putar di dalam ingatan.
Sejak sepuluh tahun kepergian ibu, artinya sudah sepuluh kali Ramadan saya jalani tanpanya. Namun hidup itu harus terus berjalan. Kini saya yang menggantikan posisi beliau sebagai seorang ibu. Bila bulan Ramadan tiba, seperti halnya saat ini, saya yang siap siaga terjaga untuk bangun sahur dan membangunkan anak-anak. Saya menjadi garda terdepan mempersiapkan segala sesuatunya untuk sahur dan berbuka puasa. Saya juga tak pernah lupa, dulu ibu selalu menghidangkan makanan yang "fresh" alias baru dimasak untuk santap sahur. Dan ketika berbuka puasa, sirup dan kurma tidak pernah absen mengisi ruang di atas meja makan. Selain itu, dulu ibu selalu mengajak saya untuk mengkhatamkan Al Qur'an, setidaknya membaca satu sampai dua halaman setiap hari di bulan Ramadan. Beberapa kebiasaan ibu pada bulan Ramadan itu, mulai saya terapkan dalam keluarga kecil saya sekarang.
Jadi, baik itu bulan puasa berbarengan dengan pandemi atau tidak, mau itu sendiri ataupun bersama keluarga terkasih, dengan perasaan kehilangan, sedih, maupun senang, kembali kepada diri kita masing-masing bagaimana cara memaknainya. Ramadan tetaplah Ramadan, yang selalu dinanti dan memiliki banyak keutamaan. Semoga kita selalu dipertemukan dengan Ramadan-ramadan berikutnya dengan kondisi dan suasana yang lebih baik lagi.
#ChangeMaker