Fimela.com, Jakarta Mengubah rutinitas di tengah pandemi virus corona ini memang tidak mudah. Mengatasi rasa cemas dan was-was pun membuat kita tak nyaman. Kita semua pun berharap semua keadaan akan segera membaik. Sahabat Fimela yang satu ini pun membagikan kisahnya tentang keseharian dan rutinitasnya selama masa pandemi ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Erni Marwati
Virus corona, tema yang menjadi trending topic beberapa bulan terakhir ini. Sebuah pandemi global yang berdampak sangat hebat yang menginfeksi hampir seluruh aspek kehidupan. Dia mampu mengubah rutinitas sebagian besar penduduk bumi dan membatalkan beberapa rencana yang telah tersusun rapi. Kewajiban karantina mandiri pasca keluar negeri akhir bulan Februari lalu menjadi pengalaman tersendiri.
Masih segar dalam ingatan tatapan “kekhawatiran” rekan-rekan kerjaku saat hari pertamaku berangkat kerja pasca cuti, seolah aku membawa virus mematikan itu dan menularkan ke mereka. Beberapa ketentuan dari HRD perihal karyawan yang pulang dari zona merah pun dirilis beberapa jam kemudian. Alhasil, aku diharuskan pulang saat itu juga dan work from home selama masa karantina. Setelah menjalani beberapa tes kesehatan dan mengantongi surat keterangan dari dokter, akhirnya diperbolehkan masuk kerja kerja meskipun pada akhirnya ketentuan work from home untuk semua karyawan berlaku sampai dengan hari ini.
Advertisement
Panleukopenia di Tengah Pandemi Virus Corona
Skenario Tuhan memang selalu yang terbaik. Meskipun work from home kadang terasa sangat membosankan, namun salah satu hikmah di balik semuanya adalah lebih banyaknya waktu yang bisa kuhabiskan dengan orangtuaku dan ketiga kucing kesayangan keluarga kami yang diberi nama Iyeng, Ayuk dan Belang. Mereka kucing yang setia, pandai, dan lucu.
Iyeng yang selalu setia mengantarkan ayahku ke masjid, dengan sabar menunggu di luar sampai ayahku selesai salat dan baru akan pulang setelah ayahku mengajaknya pulang. Ayuk yang manja, yang sering membangunkanku di sepertiga malam terakhir dan selalu bisa menghiburku dengan segala tingkahnya yang lucu, dan Belang yang selalu riang menyambutku saat aku pulang kerja. Tak jarang mereka bertingkah yang membuat kami terhibur. Kami rawat mereka sejak kecil, sejak sang induk pergi meninggalkan mereka. Keberadaannya mereka sudah kami anggap sebagai keluarga sendiri.
Selama aku work from home, mereka terlihat lebih riang melihat pemiliknya lebih sering berada di rumah. Namun ternyata, kebersamaan itu tidaklah lama. Iyeng tak kunjung pulang selama 3 hari, dan baru pulang tgl 10 April lalu dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Rahang bawahnya patah dan menusuk langit-langit mulut, lidahnya dan bibirnya sobek, kakinya banyak luka. Dia kami temukan sedang terduduk dengan kondisi lemas dan dehidrasi berat. Dengan kondisi mulut yang seperti itu menyulitkan dia untuk bisa menelan makanan dan minuman. Denyut jantungku seolah berhenti beberapa detik melihat kondisinya yang sangat menyedihkan itu. Kami menangis saat berusaha membersihkan lukanya dan mengobati luka luar yang kami bisa. Dia menolak air minum maupun bubur yang kami suapkan ke mulutnya. Nafsu makan dan minumnya sudah hilang, tertutup oleh sakit yang dia rasakan. Bingung, sedih dan hanya bisa menangis saat berusaha mencari petshop namun tidak ada yang buka dan tidak ada dokter hewan yang praktek di saat hari libur seperti itu. Akhirnya, hanya doa yang bisa kami andalkan agar Iyeng mampu bertahan sampai kami bisa membawanya ke klinik hewan di hari berikutnya.
Singkat cerita, si Iyeng sukses menjalani operasi meskipun masih selalu tampak kesakitan saat disuapi makanan dan sudah diperbolehkan dirawat di rumah setelah opname di klinik hewan selama satu minggu. Hari pertama pasca opname, dia tampak riang bisa menapakkan kaki di rumah dan bertemu dengan kedua kawannya. Namun, di hari kedua dia tiba-tiba drop, badannya lemas, tidak mau menyentuh makanan dan minuman dan selalu mencari tempat-tempat yang dingin. Khawatir dengan semua yang terjadi, akhirnya kami membawanya ke dokter lain yang menurut kami lebih kompeten. Dan benar saja, dokter menganalisa bahwa jahitan dari klinik lama tidak presisi dan pemasangan kawat di giginya tidak sempurna sehingga menyebabkan si kucing makin kesakitan.
Operasi ulang menjadi jalan satu-satunya untuk menyelamatkan nyawanya. Namun, setelah operasi ulang berhasil dilakukan, keesokan harinya dia justru muntah dan diare yang dianalisa sebagai penyakit panleukopenia atau yang yang disebut dengan cat distemper, sebuah penyakit mematikan dalam dunia kucing di mana sebanyak 85%-90% kucing akan mati jika terkena radang usus disertai memar yang cepat menyebar dan menyerang semua organ tubuhnya ini. Rupanya selain sakit di area mulut, dia juga tertular virus jahat dari kucing lain saat diopname di klinik yang pertama. Sungguh berat rasa sakit yang dideritanya. Kami juga sudah mengupayakan apa yang bisa kami lakukan. Namun takdir berkata lain. Dia meninggalkan semua yang pernah mengenalnya. Air mataku terus mengalir saat membawa jasadnya dan memakamkannya di sebuah tempat yang membuatnya tidur panjang dengan damai, terbebas dari semua rasa sakit yang dideritanya
Belum genap satu minggu Iyeng meninggalkan kami untuk selamanya, Ayuk dan Belang menunjukkan gejala yang sama persis dengan Iyeng, muntah-muntah, diare, tidak mau makan minum dan menyendiri di tempat dingin. Dan benar saja, mereka positif tertular cat distemper. Setelah opname selama 3 hari, Ayuk menyusul Iyeng ke surga. Makam mereka kubuat bersebelahan. Derai air mata tak terbendung saat menidurkannya di liang lahat. Saat ini, Belang masih berjuang melawan panleukopenia ini. Jalan Tuhan memang tidak pernah bisa ditebak, Dia dengan mudah membolak balikan keadaan, namun semua pasti yang terbaik untuk semua makhluk-Nya.
Pelajaran Hidup di Balik Masalah
Dalam ruang-ruang sempit yang membatasi, keluasan jelajah ke dalam masih sangat dimungkinkan. Ada banyak hal positif yang bisa kita pelajari dan masih banyak hal yang masih patut kita syukuri.
Kebijakan work from home yang diterapkan perusahaan tempatku bekerja menjadikan lebih banyak waktu luang bersama keluarga dan ketiga kucingku meskipun saat ini hanya tertinggal satu ekor. Berita tentang banyaknya karyawan yang dirumahkan membuatku bersyukur masih diberi anugerah oleh Tuhan berupa pekerjaan sampai dengan saat ini, dan yang sangat aku syukuri ialah terwujudnya keinginan untuk beribadah umroh bersama keluarga. Bisa berkunjung ke tanah suci bersama kedua orangtuaku adalah cita-cita yang sangat kudambakan selama bertahun-tahun. Dan tahun ini, Tuhan mewujudkannya. Dia memberikan kami kesempatan itu, dan bahkan kami kembali ke tanah air tepat di hari yang sama dengan diterbitkannya berita penutupan ibadah umroh di Arab Saudi. Sungguh, waktu Tuhan memang sangat tepat. Tak pernah terlambat, Dia selalu tepat waktu.
Di sisi lain, ujian kesabaran di balik semua yang terjadi bertujuan untuk memperkuat rasa sabar kita dan kepercayaan kita kepada Tuhan. Di balik upaya pencegahan penyebaran virus corona, aku justru bolak-balik ke dokter hewan dengan tetap menerapkan aturan social distancing dan mengenakan masker, tak lain dan tak bukan, hanya untuk mengupayakan kesembuhan ketiga makhluk Tuhan itu, meskipun menelan biaya yang tidak sedikit. Namun kembali lagi, manusia hanya bisa berupaya dan merencanakan segala sesuatu, tetapi kuasa Tuhanlah yang akan terjadi. Hadiah Tuhan memang tak selalu terbungkus indah, dia bisa membungkusnya dengan musibah.
#ChangeMaker