Fimela.com, Jakarta Mengubah rutinitas di tengah panedemi virus corona ini memang tidak mudah. Mengatasi rasa cemas dan was-was pun membuat kita tak nyaman. Kita semua pun berharap semua keadaan akan segera membaik. Melalui Lomba Share Your Stories: Berbagi Cerita tentang Pandemi Virus Corona ini Sahabat Fimela berbagai cerita dan harapannya di situasi ini. Langsung ikuti tulisannya di sini, ya.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Ana Hidayah
Saya mengalami rentetan kejadian yang merugikan saya secara finansial sebelum wabah Covid-19 merebak di Indonesia. Semenjak ibu saya meninggal, saya memang mengalami kesulitan keuangan. Belum lagi kerugian akibat penipuan yang saya alami, sehingga saya harus menjual satu-satunya tanah warisan dari orangtua saya. Saya jual karena saya tidak mau berutang. Namun karena kondisi ekonomi yang sulit, sehingga pembeli tanah mengalami kesulitan dalam melunasi pembayaran. Namun saya tetap bertahan dengan apa yang ada.
Akan tetapi, beberapa saat sebelum kebijakan social distancing diberlakukan di beberapa kota, kakak perempuan saya melahirkan. Dan beliau melahirkan saat keadaan finansial kami yang sedang sulit. Sehingga dengan terpaksa dia menggunakan uang hasil penjualan tanah saya untuk biaya persalinan. Saya jadi tidak memiliki pegangan uang lagi sejak saat itu. Saat kakak saya melahirkan, saya pulang ke kampung untuk menemani beliau, dan meninggalkan pekerjaan saya di kota. Namun saat saya hendak kembali ke kota pada pertengahan Maret lalu, keadaan di kota sudah sangat panik. Sekolah-sekolah diliburkan, karyawan banyak yang dirumahkan, usaha-usaha banyak yang tutup. Termasuk saya, seorang freelancer yang kehilangan project.
Saya bingung sekali saat itu, mana uang hasil jual tanah habis buat biaya kakak lahiran. Pembeli tanahnya belum tahu kapan mau melunasi. Saya sudah tidak punya pegangan lagi. Kalaupun saya kembali ke kota, rasanya itu tidak bijak, mengingat situasi di sana yang sedang darurat. Setiap hari kian bertambah pasien penderita Covid-19. Kalau saya ke kota, bukannya mendapat pekerjaan, malah saya bunuh diri. Jadi saya memutuskan untuk tetap di kampung, dengan konsekuensi saya tidak memiliki penghasilan. Saya menghemat pengeluaran dan bertahan dengan sisa uang yang ada. Seminggu, dua minggu, saya mulai kelimpungan.
Advertisement
Kesulitan Finansial
Uang saya habis, bahan makanan pun habis. Saya mulai putar otak, bagaimana caranya memdapatkan uang. Saya menjual gorengan di depan rumah, namun itu hanya bertahan beberapa hari. Karena saya jatuh sakit karena kelelahan. Saat saya sakit, saya menghubungi teman-teman saya untuk meminjam uang, namun sepertinya mereka tidak ada yang bisa meminjami uang, karena mereka juga sedang kesulitan. Dari cerita mereka, saya jadi tahu bagaimana sulitnya situasi di kota. Apalagi sekarang diberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), yang membuat mereka stres karena tidak bisa kemana-mana. Sementara kondisi keuangan semakin memburuk karena penghasilan yang tidak seperti biasanya. Sepertinya yang teman-teman saya alami di kota jauh lebih buruk dari yang saya alami.
Dari situlah saya merasa, sepertinya yang Tuhan lakukan ke saya itu bukan suatu bentuk ujian apalagi siksaan. Tapi justru Tuhan sedang menyelamatkan saya, menyelamatkan dari situasi yang lebih buruk lagi. Rentetan kejadian yang merugikan ini bukan suatu bentuk kemarahan Tuhan kepada saya, melainkan justru inilah bentuk kasih sayang Tuhan kepada saya. Saya tidak bisa membayangkan kalau saya masih di kota. Mungkin situasinya akan lebih buruk, atau bahkan bisa saja saya terpapar Covid-19. Sedangkan saya di kampung, saya masih bisa menjalani hari-hari yang normal.
Saya sangat bersyukur karena sebelum pandemi Covid-19 merebak, saya sudah berada di kampung. Setidaknya pertama, di sini peraturan social distancing-nya tidak terlalu ketat. Karena pandemi belum merebak sampai ke sini. Sampai saat ini, hanya satu orang yang terkonfirmasi Covid-19 di daerah saya, dan itu pun langsung mendapat penanganan. Begitu pula penanganan terhadap PDP dan ODP, masih cenderung bisa dikendalikan. Sehingga saya masih bisa kemana-mana dengan nyaman, untuk sekadar membeli makanan atau membeli kebutuhan pribadi. Namun tetap memperhatikan protokol keamanan yang dianjurkan oleh pemerintah. Sedangkan kalau saya di kota, belum tentu bisa senyaman ini.
Kedua, rumah saya di kampung memiliki halaman yang cukup luas. Ada halaman depan, halaman samping, dan halaman belakang. Sehingga ruang gerak saya cukup luas meski harus di rumah aja. Tidak terbayang kalau saya di kota dan tinggal di kost-kostan yang sempit. Mana nggak boleh keluar kemana-mana kan?
Mengatasi Kesulitan yang Ada
Ketiga, meskipun dalam keadaan nggak punya uang, tapi tanah di kampung saya masih subur, sehingga saya bisa menanam sayur-sayuran, bahkan ada tanaman liar yang bisa dimakan. Seperti genjer, kangkung, atau semanggi yang bisa ditemui di sawah. Kalau beruntung, saya bisa mendapatkan ikan atau belut. Bahkan di halaman belakang rumah saya saja banyak terdapat bayam liar, yang bisa saya jadikan sayur bening, atau dibikin keripik bayam untuk camilan. Tidak terbayang kalau saya di kota, saat tidak punya uang tentu akan benar-benar kelaparan karena tidak ada bahan makanan yang bisa didapatkan secara cuma-cuma seperti di kampung. Keempat, ini yang sangat penting. Kalau saya masih di kota, belum tentu lebaran saya bisa mudik.
Dari situ saya mulai sadar, betapa sayangnya Tuhan sama saya, sehingga saya diselamatkan dari krisis yang terjadi di perkotaan akibat Covid-19. Menyadari kasih sayang Tuhan yang begitu besar, saya akhirnya bangkit. Dengan kemampuan seadanya yang saya miliki, saya turut membantu saudara-saudara yang terdampak Covid-19 di luaran sana. Saya membuat campaign di sebuah platform, saya juga membagi ilmu tentang kepenulisan secara gratis melalui media daring kepada teman-teman saya, agar mereka bisa mengirim tulisan ke media dan mendapatkan penghasilan tambahan untuk bertahan hidup.
Setelah itu, kamu tahu cara Tuhan? Saat kita ikhlas, saat kita membantu kesulitan orang lain, saat itulah Tuhan membantu urusan kita. Tiba-tiba saja, beberapa rekan artis yang pernah bekerja sama dalam sebuah project film menghubungi saya. Bukan artis terkenal, mereka hanya pendatang baru yang belum banyak dikenal masyarakat. Dunia film memang lumpuh total di tengah pandemi Covid-19 ini. Mereka meminta pendapat saya untuk membuat konten di akun youtube-nya. Ada yang mengajak kerja sama untuk membuatkan script untuk konten medsosnya, ada yang sekadar menjalin silaturahim dan merencanakan project setelah pandemi berakhir. Tapi itu cukup menghibur. Ternyata mereka masih ingat saya, hahaha... Padahal saya sudah ganti nomor, dan mereka usaha banget nyari-nyari nomor baru saya.
Tuhan memang paling tahu bagaimana cara memghibur kita ya? Bukan hanya itu, tiba-tiba juga saya mendapat kabar dari orang yang mau membeli tanah saya, dia memberikan kepastian kapan akan melunasi pembayarannya. Alhamdulillah. Meski masih lama, dan saya masih harus survive dalam kondisi krisis keuangan seperti ini, tapi itu cukup memberi angin segar. Setidaknya saya tahu kapan saya punya uang, dan bisa merencanakannya dari sekarang.
Untuk saat ini, saya bertahan dengan berjualan makanan, tapi ternyata usaha saya ini disambut baik oleh salah seorang pengusaha. Dia memberi saya pinjaman modal tanpa bunga untuk saya bisa mengembangkan usaha ini. Memang pinjamannya nggak besar, tapi itu cukup untuk saya syukuri, mengingat apa yang telah saya lalui. Mudah-mudahan usaha ini bisa menjadi jalan rezeki yang panjang untuk saya, di samping saya tetap berkarya baik di dunia literasi, film, pendidikan, maupun dunia bisnis.
Advertisement
Cek Video di Bawah Ini
#ChangeMaker