Fimela.com, Jakarta Mengubah rutinitas di tengah panedemi virus corona ini memang tidak mudah. Mengatasi rasa cemas dan was-was pun membuat kita tak nyaman. Kita semua pun berharap semua keadaan akan segera membaik. Melalui Lomba Share Your Stories: Berbagi Cerita tentang Pandemi Virus Corona ini Sahabat Fimela berbagai cerita dan harapannya di situasi ini. Langsung ikuti tulisannya di sini, ya.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Agnez Desiree Nathalie
Di awal munculnya pandemi virus corona, sebenarnya saya sudah lebih dulu riset kecil-kecilan, persiapan apabila pandemi ini benar-benar menghinggapi kota kecil tempat saya tinggal. Tentang masker yang tepat, pola makan, dan tentu saja menyiapkan "bekal" bila social distancing benar-benar terjadi. Hati kecil tersentuh saat di kota-kota lain, toko-toko kehabisan bahan makanan karena panic buying dan orang lain tidak bisa mendapatkan bahan makanan untuk di rumah mereka. Meskipun menurut saya, bertahan tiga bulan hanya dengan beras saja kita akan sanggup, yang penting lewati dulu masa krisis. Di zaman perang dulu, jangankan berharap ada nugget, sosis, atau makanan kaleng. Punya beras saja sudah syukur. Padahal mereka perang dengan musuh yang terlihat, bukan dengan virus seperti perang yang sekarang kita hadapi. Tidak mau ikut-ikutan menumpuk bahan makanan, saya justru mulai menghitung konsumsi beras dan vitamin C kemudian membelinya hanya untuk stok satu bulan selayaknya belanja bulanan. Kali ini tanpa tambahan snack karena pos anggaran untuk snack saya alihkan untuk dana tidak terduga.
Ketika pandemi itu benar-benar datang, saat pemerintah berkata orang sehat tidak perlu masker agar stok masker untuk tenaga kesehatan dan pasien tetap tersedia, saya mulai membiasakan diri memakai masker kain buatan sendiri dan melapisi bagian dalamnya dengan tisu. Benar saja, sekarang orang sehat pun dianjurkan pakai masker, bukan? Ketika pemerintah digempur dengan banyak keluhan, saya akhirnya mengerti bahwa kita pun harus ambil bagian dalam memutus mata rantai penyebaran virus. Pemerintah dan segala kurang lebihnya tidak akan sanggup bergerak sendiri. Alih-alih menunggu bantuan, saya mulai membuat disinfektan dari cairan pembersih yang ada di rumah untuk saya gunakan di semua lokasi yang akan saya kunjungi. Makan yang cukup, rajin cuci tangan, dan menjaga jarak aman dengan orang lain.
Advertisement
Menjaga Diri Sebaik-baiknya
Yang jadi simalakama adalah ketika semua orang dianjurkan diam di rumah, pekerjaan saya justru menuntut saya untuk turun lapangan setiap hari. Rutinitas pun berubah. Bukan hanya tentang menjaga bahan makanan di rumah tentap aman, tapi juga tentang menjaga agar virus tidak masuk ke dalam rumah terbawa oleh saya dan apa pun yang melekat di tubuh saya. Kebiasaan baru yang hanya bisa terjadi di saat serangan virus corona adalah mengurangi barang bawaan agar setelah pulang ke rumah tidak susah menyemprotkan disinfektan ke barang-barang yang tidak bisa dicuci seperti telepon genggam, lalu mandi di garasi, langsung cuci baju dan jemur juga di garasi, baru kemudian saya bisa masuk rumah.
‌‌Kebiasaan baru juga bagi saya adalah mengingat kembali segala rutinitas sebelum serangan pandemi terjadi. Saya sering mengeluh tentang apa pun. Macet, polusi, dan susahnya kumpul keluarga. Sesungguhnya, ketika kita merasa pantas mengeluh, kita sendiri justru tidak bisa menyediakan solusi. Keluhan yang terlampau overload tidak dibarengi dengan syukur. Sekarang segalanya terjawab. Tidak ada lagi polusi dan macet serta kumpul keluarga pun jadi semakin sering. Adakah yang sedang mengamalkan kalimat "bersyukur dalam segala hal" seperti yang sering kita tulis di status media sosial? Mungkin itu juga yang jadi rutinitas baru untuk saya. Perbanyak syukur.
Cek Video di Bawah Ini
#ChangeMaker