Fimela.com, Jakarta Mengubah rutinitas di tengah panedemi virus corona ini memang tidak mudah. Mengatasi rasa cemas dan was-was pun membuat kita tak nyaman. Kita semua pun berharap semua keadaan akan segera membaik. Melalui Lomba Share Your Stories: Berbagi Cerita tentang Pandemi Virus Corona ini Sahabat Fimela berbagai cerita dan harapannya di situasi ini. Langsung ikuti tulisannya di sini, ya.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Pipiet Fitrianingsih
Hi Fimela,
Di awal Maret lalu sebelum pemerintah beramai-ramai melakukan karantina lokal, aku baru saja kehilangan ibu kami tercinta. Bukan karena corona, Alloh memanggilnya karena penyakit sepuhnya. Aku mencoba menerima kalimat, “Memang sudah saatnya,” dengan legowo karena memang sudah saatnya mama kembali kepada-Nya begitu juga nantinya kita semua akan menyusulnya. Berita duka itu di pagi Senin, 9 Maret 2020 lalu sebelum subuh kami mendapati mama yang sudah tidak bernapas, Ya Alloh rasanya aku belum siap untuk kehilangan sosoknya karena di pukul 22.00 sebelumnya kami sempat berfoto bersama walaupun mama sudah tanpa banyak kata.
Hari itu menjadi hari yang sangat menyedihkan buatku, bagaimana tidak kami yang tinggal di Jakarta harus membawa jenazah mama ke kampung halaman di Tegal untuk proses pemakamannya, yang bikin miris kala itu kami anak-anaknya aku dan kakakku tak punya uang cukup untuk membeli keperluan jenazahnya, menyewa ambulans dan keperluan untuk proses tahlilan yang biasa dilakukan. Di tengah kesedihan itu aku bingung dan kalut.
Beruntung aku mendapatkan bantuan dari direksi langsung yang bisa aku gunakan untuk prosesnya jenazahnya mama. Ternyata benar orang yang sudah meninggal pun Alloh akan kasih rezeki melalui jalan apa pun, para pelayat, saudara, dan teman-teman tak henti memberikan bantuan, proses pemakaman sampai 7 harinya mama berlangsung dengan baik.
Advertisement
Berduka
Di suasana masih berduka, aku tetap harus profesional untuk kembali bekerja setelah seminggu aku cuti. Aku berharap aku bisa melewati hari sepeninggal mamaku dengan bekerja ternyata tidak segampang yang aku bayangkan. Alih-alih bisa melupakan sejenak rasa duka ini kantor meliburkan aktivitas dengan menggantinya dengan WFH, bukan tidak mau menurutku dengan berada di rumah kedukaan itu malah semakin perih aku rasakan. Bagaimana tidak rasanya hampir semua sudut rumah dan jalan aku masih merasakan kehadiran mama. Rasanya aku memang belum bisa menerima kepergiannya, sepertinya baru kemarin aku menyuapi makannya, memandikannya, berjemur di bawah sinar matahari bahkan menemaninya. Ya Alloh, harus sampai kapan aku meratapi kepergiannya?
Air mataku masih saja sering menetes di sela-sela keseharianku. Seminggu berlalu setelah kepergiannya harihariku masih dirundung duka, jangankan WFH untuk menenangkan hatiku saja aku belum mampu. Aku masih saja sering menangis aku merasakan seperti anak kecil yang butuh pelukan dan belaian bahwa hidup harus tetap berjalan dengan ataupun tanpa mama. Beruntung keluarga memberiku semangat aku harus bisa bangkit kembali seperti semula karena ada anak-anak, suami, dan karier yang sudah aku bangun.
Berangsur keadaanku mulai membaik. Aku lebih sering mendekatkan diri kepada Sang Pencipta bahwa semua memang akan kembali kepada-Nya. Aku sudah mulai menyesuaikan diri di tengah pandemi global corona. Awalnya agak riweh yang membuat tingkat emosiku naik turun. Bagaimana tidak aku harus berjibaku wfh di tengah keluarga dengan dua balita masih kecil. Suara kegaduhan rumah tak terelakkan, suasana rumah tidak kondusif, sebentar rapi kemudian berantakan lagi. Belum lagi si sulung yang harus ikut sekolah online menjadi bertambah pekerjaanku di mana aku harus membantunya di kala jam belajarnya berlangsung.
Mengatur Waktu
Tiga minggu berlalu aku mulai terbiasa dengan keadaan, aku buatkan jam kerja untuk diriku sendiri di mana aku harus mengikuti jam ngantor seperti biasanya. Di pagi hari aku biasa memasak untuk keluarga aku tetap melakukannya.
Pukul 09.00 aku sudah mulai di depan laptop dan WA web yang biasa aku gunakan dalam berkomunikasi mengenai pekerjaan. Untuk si bungsu aku serahkan dengan pengasuh yang biasa menjaganya, dan ketika si sulung ada jam belajar online yang berlangsung aku tetap mendampinginya sambil aku mengerjakan tugas kantor. Begitu juga ketika jam istrihat dan selesai bekerja aku kembali bersama anak-anak.
Aku juga berusaha mengajarkan anak-anakku salat bersama, mengaji, dan bernyanyi. Kami suka sekali membuat konten di aplikasi Tiktok yang saat ini lagi booming. Alhasil anak-anak dan aku pun terhibur. Melelahkan memang keadaan seperti ini kita dituntut multitasking dan lebih prihatin. Kita memang tidak akan pernah tahu hari ini, besok atau lusa akan seperti apa.
Yang terpenting apa pun keaadanmu saat ini nikmatilah. Jika bersedih bersedihlah secukupnya, jika bahagia bahagialah secukupnya. Pandemi virus Corona memang membatasi kita, tapi percayalah akan ada hikmah di balik semuanya. Begitulah rutinitasku selama pandemi global ini. Sayangi keluarga dan jaga kesehatan selalu ya.
#ChangeMaker