Fimela.com, Jakarta Tak pernah ada yang bisa baik-baik saja saat terjebak dalam hubungan yang beracun (toxic relationship). Baik dalam hubungan keluarga, kerja, pertemanan, hingga hubungan cinta, terjebak dengan seseorang yang memberi kita luka jelas membuat kita menderita. Namun, selalu ada cara dan celah untuk bisa lepas dari hubungan yang beracun tersebut. Selalu ada pengalaman yang bisa diambil hikmahnya dari hal tersebut. Simak kisah Sahabat Fimela berikut yang diikutsertakan dalam Lomba Let Go of Toxic Lover ini untuk kembali menyadarkan kita bahwa harapan yang lebih baik itu selalu ada.
Oleh: Eryza Jazid Adam
“Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.” Peribahasa Indonesia
Advertisement
Tidak bisa dipungkiri, kehadiran toxic lover tidak terlepas dari mengakarnya toxic culture tentang melegitimasi hubungan antar individu dengan cara mendominasi diri individu lain. Jender yang satu ingin mendominasi jender yang lain. Pria dan wanita, sama-sama bisa menjadi pemicu toxic lover. Baik itu dalam hubungan yang belum resmi, hingga yang sudah resmi melalui ikatan pernikahan. Celakanya, masalah yang ditimbulkan oleh kondisi toxic lover ini bisa terbawa ke tempat lain, misalnya tempat bekerja. Di sinilah “racun” baru bisa muncul. “Racun” baru itu biasa dikenal sebagai toxic worker.
Kondisi psikoligis seorang pekerja yang terbebani masalah toxic lover tentu akan jauh berbeda dengan pekerja yang tidak terbebani masalah semacam itu. Produktivitas menurun. Walaupun bisa bekerja dengan produktif, kualitas pekerjaannya tidak memenuhi standar. Pengalaman saya pribadi, saat pekerja semacam ini hadir dalam lingkungan pekerjaan kita, akan banyak “kejutan-kejutan” yang mereka bawa ke tempat bekerja.
Enggan pulang ke rumah dan lebih betah di tempat kerja
Banyak rekan kerja yang mengalami masalah toxic lover enggan pulang ke rumah. Mereka lebih memilih berlama-lama di tempat kerja, walau jam kerja atau shift sudah selesai. Alasannya, untuk menghindari konflik lanjutan di rumah. Namun, kadang mereka tidak menyadari bahwa kehadiran mereka bisa mengganggu konsentrasi dan kenyamanan rekan kerja yang lain.
BACA JUGA
Advertisement
Kerap salah dalam membuat laporan
Kerap salah dalam pembuatan laporan bisa menjadi seorang toxic worker. Mereka tidak bisa berkonsentrasi membuat laporan karena suasana hati dan pikiran yang kacau akibat masalah dengan pasangan terbawa hingga ke tempat kerja. Tak jarang, kesalahan dalam pembuatan laporan ini berpengaruh pada laporan-laporan lain.
Membuat slip gaji palsu
Pekerja yang keadaan finansialnya menjadi pemicu kondisi toxic lover dengan pasangannya, tak jarang membuat slip gaji palsu untuk menghindari konflik soal besaran gaji.
Penampilan fisik tak terawat alias acak-acakan
Kondisi psikologis seseorang biasanya tercermin dari penampilan fisiknya. Pekerja yang terkena dampak toxic lover terkadang sudah tidak peduli lagi dengan penampilannya saat bekerja. Akhirnya, rekan kerja yang lain enggan untuk berkomunikasi soal pekerjaan yang harus diselesaikan.
Begitu berbahayanya kondisi toxic lover jika terbawa ke tempat bekerja. Hadirnya toxic worker membawa masalah bagi pekerja lain dan perusahaan. Jika Sahabat Fimela menyaksikan kondisi serupa, tetaplah bekerja dengan baik dan profesional. Jika kita bisa, menyadarkan si toxic worker dengan cara yang positif merupakan prestasi luar biasa. Dari sinilah kita kembali teringat makna peribahasa pembuka tulisan ini : hal yang buruk, walaupun itu sedikit, bisa menyebabkan rusaknya hal-hal lain yang besar dan baik.
Cek Video di Bawah Ini
#ChangeMaker