Fimela.com, Jakarta Performans dan seni video merupakan pondasi dari praktik seni kontemporer. Demi mengembangkan dan mepresentasikan gagasan para perupa yang berpengaruh dalam tataran global, Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN) menggelar 2 pameran besar. Menghadirkan karya-karya Melati Suryodarmo: Why Let the Chicken Run? dan Julian Rosefeldt: Manifesto, museum yang terletak di kawasan Jakarta Barat ini menyajikannya berurutan, menciptakan sebuah benang merah tentang evolusi karya-karya seni seiring perkembangan sejarah.
Meski dipamerkan dalam satu galeri, kedua seniman ini tidak melakukan sebuah kolaborasi. Pasalnya, kedua seniman yang karya-karyanya ini akan hadir di Museum MACAN mulai 28 Februari-31 Mei 2020 ini bermain dalam ruang masing-masing. Namun, keduanya membuka memberikan ruang untuk membuka dialog tentang praktik seni kontemporer mutakhir, yang disajikan lewat cara-cara baru.
Advertisement
BACA JUGA
Seperti Why Let the Chicken Run?, pameran tunggal perdana Melati di museum yang menampilkan pilihan-pilihan karya pentingnya selama 20 tahun berkesenian. Why Let the Chicken Run? merupakan sebuah pelacakan terhadap praktik artistik Melati dengan menghadirkan karya-karyanya yang berdurasi panjang. Mulai dari 3-12 jam, pameran ini menampilkan karya-karya performans terjadwal, fotografi, video performans, serta dokumentasi yang bersifat historis.
"Pameran ini terbentuk dari 20 tahun lebih perjalanan saya dalam berkesnian. Dalam periode tersebut, praktik seni performans telah menjadi bagian penting dari seni kontemporer," katanya.
Advertisement
Menantang Ketahanan Tubuh
Lewat karya-karya performansnya yang berdurasi sangat lama, seperti I'm a Ghost in My Own House (12 jam) dan the Black Ball (dilakukan selama 4 hari berturut-turut dengan durasi selama 8-10 jam setiap harinya), Melati menantang katahanan tubuh, baik secara fisik maupun psikologis.
Praktik keseniannya terpengaruh oleh berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ia endap dalam diri. Salah satu inspirasinya adalah Butoh, sebuah tarian radikal yang muncul pasca perang dunia di Jepang. Juga, hubungan yang begitu mendalam dan berkelanjutan dengan seniman lain. Praktik keseniannya ini pun dipengaruhi pendidikan seninya di Eropa dan penyeliddikannya terhadap tradisi budaya Jawa.
Penampilan Perdana Manifesto di Indonesia
Dalam area instalasi pamaran karya-karya Julian, terdapat 13 layar multimedia yang menampilkan aktor pemenang penghargaan OScar, Cate Blanchett, dalam 13 peran yang berbeda. Manifesto yang dipamerkan perdana di Indonesia ini akan membawamu menelusuri kolase manifesto para perupa abad ke-20. Termasuk tulisan kaum Futuris, Dadais, perupa Fluxus, Suprematis, Situasionis, Dogme 95, serta hasil renungan para perupa individual, arsitek, penari, dan pembuat film.
Menyusun ulang gagasan-gagasan ini, Julian ingin memberikan penghormatan terhadap tradisi manifesto perupa sekaligus menegaskan peran penting perupa dalam masyarakat masa kini.
Perupa asal Berlin, Jerman ini merupakan seorang perupa dan pembuat film yang dikenal lewat karya seni gambar bergeraknya yang teliti. Sejarah film, seni, dan budayapopuler menjadi inspirasi sang perupa tersebut.
#ChangeMaker