Fimela.com, Jakarta Penulis: Juli - Sumatera Utara
Aku memulai karierku sebagai bidan desa. Sebagai bidan aku cukup dihormati di kalangan penduduk desa. Pada usia 20 tahun aku menikah dengan seorang ASN yang bekerja di bagian Dinas Peternakan Kabupaten. Dari pernikahan ku, aku memperoleh 4 orang anak perempuan.
Seperti pasutri yang lain, harusnya aku merasa bahagia di awal-awal pernikahan, tapi kebahagiaan itu tak pernah menghampiriku. Aku hanya merasakan bahagia satu tahun saja. Ketika anak pertamaku lahir aku merasakan bencana besar mulai menghampiriku dan mengancam ketenangan hidupku. Namun, aku mencoba bertahan, mencoba menerima semua konsekuensi punya suami yang mapan. Maklumlah, kami tinggal di perkampungan padat penduduk.
Advertisement
Suamiku yang lumayan tampan dan mapan pasti jadi target pelakor kelas teri. Apalagi suamiku juga memang tipe laki-laki yang kurang setia, sedikit ganjenlah kalau menurut penilaianku. Mulanya aku percaya sepenuh nya kepada suamiku, aku tak pernah berpikir yang jelek-jelek tentang suamiku. Bahkan aku percaya sepenuhnya pada dia, bahwa kami berdua akan bisa menjaga cinta kami sampai kami menua bersama.
Sebagai bidan desa, aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja. Tak peduli siang atau malam, panas atau hujan aku tetap bekerja untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Anak-anak lebih sering diasuh oleh pembantu atau kadang-kadang kutitipkan pada ibuku jika aku harus berpergian keluar kota. Besar harapanku, aku akan bahagia di masa-masa tuaku.
Intinya aku betul-betul menyiapkan segala-galanya. Deposito, asuransi, investasi tanah, rumah, dll. Aku membayangkan dengan kerja kerasku selama ini, aku akan dapat menikmati masa tua dengan penuh kebahagiaan. Ternyata aku salah, kita boleh berusaha tapi ketetapannya ada pada Yang Maha Kuasa.
Ternyata tahun demi tahun suamiku tak pernah berubah. Kegemarannya mengumbar cinta dengan banyak perempuan membuat hidupku benar-benar hancur. Dia mengumbar cintanya dari perempuan satu ke perempuan lain. Dan itu sangat menyakitkan bagiku. Namun apalah dayaku, dalam keputusasaan kucoba lebih mendekatkan diri pada Allah SWT. Tak henti-hentinya aku berdoa agar aku di beri kekuatan dan petunjuk untuk hidupku dan rumah tanggaku.
Advertisement
Hidupku Runtuh
Sampai suatu hari aku jatuh sakit aku merasa hidup ini runtuh. Anak-anak masih kecil. Si sulung baru baru menginjak kelas 1 SMP. Sementara suami tak peduli bahkan aku harus mengurus hidupku sendiri. Aku pergi ke dokter sendiri tanpa ditemani suami. Dokter mendiagnosa aku bipolar, yaitu sejenis penyakit depresi. Ya Allah, aku tak dapat menyembunyikan rasa sedihku. Ada rasa takut yang begitu besar menghantuiku.
Ingin rasanya aku menjerit, berteriak dan berkata-kata, “Ini tidak adil, ya Allah,” ketika aku berjuang sendiri untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah, agar masa tuaku aku bisa menikmatinya. Ketika itu pula aku harus berjuang untuk kesembuhanku sendiri, sementara suami asyik dengan hidup nya sendiri. “Apa yang harus aku lakukan, ya Allah?’’
Aku berusaha untuk sembuh demi anak-anakku. Aku minum obat setiap hari, aku lebih mendekatkan diri pada Allah SWT. Aku lebih banyak istighfar dan berdoa, sampai pada suatu hari, aku mengerti bahwa aku telah salah memilih suami, salah sudah mempertahankan rumah tangga ini.
Kukumpulkan seluruh keberanianku. Di tahun ke 13 pernikahan kami aku mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama. Semua itu kulakukan karena aku melihat bahwa suamiku tak mempunyai itikad baik dalam rumah tangga kami. Dia menyakiti aku, bahkan dia tega menjual semua aset yang kami dapatkan selama kami hidup berumah tangga.
Dia benar-benar tidak mementingkan masa depan anak-anak kami. Semua yang aku cari dan aku kumpulkan habis dijualnya secara diam-diam. Tinggallah aku sendiri membesarkan anak-anak dan memulai hidup dari nol lagi karena aku memang betul-betul sudah dimiskinkan oleh suamiku sendiri.
Dan satu minggu setelah pengadilan memutuskan perceraian kami, dia menikah dengan seorang janda tetangga kami yang rumahnya hanya berjarak 200m dari rumah kami. Ternyata hidupku telah rusak oleh tetanggaku sendiri.
#GrowFearless with FIMELA