Fimela.com, Jakarta Tahun baru, diri yang baru. Di antara kita pasti punya pengalaman tak terlupakan soal berusaha menjadi seseorang yang lebih baik. Mulai dari usaha untuk lebih baik dalam menjalani kehidupan, menjalin hubungan, meraih impian, dan sebagainya. Ada perubahan yang ingin atau mungkin sudah pernah kita lakukan demi menjadi pribadi yang baru. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Change the Old Me: Saatnya Berubah Menjadi Lebih Baik ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: A - Cirebon
Ini kisahku yang merasakan sulitnya mencari seorang sahabat. Aku selalu melihat cermin dan menangis bertanya dalam hati, "Apa yang salah dalam diriku?" Aku termasuk orang yang sulit bergaul dengan orang-orang baru, namun jika sudah berteman dengaku aku akan berusaha mengerti sikap teman-temanku, menuruti apapun kemauan mereka selagi itu baik untuk semua orang. Tetapi hal tersebut aku rasa tak berbalas ataupun berbalik kepadaku. Mulai dari hal itu aku tidak percaya dengan adanya sahabat.
Kisah ini dimulai ketika aku SD. Aku mempunyai seorang teman yang sangat dekat denganku. Kami sudah berteman sebelum kami bersekolah, orangtua kami pun bisa dibilang sebagai saudara. Kami selalu berangkat dan pulang bersama, mengerjakan tugas bersama, pergi ke kantin bersama bahkan kami sering bertukar peralatan sekolah kami. Teman-teman banyak menganggap kami sebagai anak kembar karena banyak kesamaan di antara kami berdua. Namun setelah kenaikan kelas 6 ada 2 orang yang mendekati kami. Kami menerima mereka menjadi teman dekat kami.
Kami berempat mulai dekat dan saling tukar cerita, aku pun sering membantu mereka ketika mengerjakan tugas dan membantu mereka sebisaku ketika mereka mengalami kesulitan dalam mempelajari pelajaran di kelas. Selama satu semeseter kami banyak tertawa, berbagi cerita dan melakukan hal menyenangkan lainnya. Seiring berjalannya waktu aku merasa ada perebedaan di antara kami berempat.
Pandangan dan cara beragaul kami sudah tidak seindah sewaktu awal pertemuan. Aku merasa diasingkan dan selalu dianggap tidak ada ketika mereka asyik mengobrol bertiga. Mereka sering bertukar rahasia mereka, dan pernah satu waktu aku tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka yang membahas tentang aku. Aku pulang dengan rasa kecewa, marah, bahkan sampai rumah aku menangis.
Aku masih bisa bersabar dalam hal itu karena ada satu teman yang dulunya sangat dekat denganku dan aku masih berharap bisa berteman dekat dengan mereka. Namun suatu hari ketika jam istirahat mereka bertiga sedang mengobrol aku ikut duduk di samping mereka, yang aku lihat cara mereka menatap dan membalas omonganku seperti orang yang tidak suka. Dari kejadian itu aku mulai pelan-pelan menjauhi mereka dan mencari teman baru.
Advertisement
Apakah Ada Sahabat yang Baik?
Ketika baru masuk SMP aku berharap bisa bertemu dengan seseorang yang bisa saling mengerti sebagai sahabat. Namun nihil, ada satu orang teman yang bisa aku dekati, tetapi sifatnya yang sangat egois membuatku kurang nyaman berada di dekatnya. Aku selalu dipaksa menuruti kehendaknya. Dan dengan bodohnya aku selalu menuruti apa kemauannya. Tetapi ketika aku meminta tolong padanya dia selalu menolak. Dia selalu beralasan untuk menghindar.
Yang lebih membuat aku sakit hati adalah aku bertemu dengan salah satu teman yang sudah merusak pertemananku ketika aku SD, dia tanpa merasa bersalah selalu meminta tolong kepadaku dan dengan sabar aku maklumi apa pun yang dia inginkan. Saat SMA pun tidak jauh berbeda ketika SD. Aku punya teman yang sudah dekat pada saat masa pengenalan lingkungan sekolah.
Kami terus satu kelas selama dua tahun, namun di tahun ketiga kami berpisah kelas dan dia sering sekali lebih asyik dengan teman-teman barunya. Ketika melihat mereka bersama, jujur aku iri sekali. Aku ingin menjadi bagian dari mereka, namun ketika aku ikut bersama mereka aku hanya bisa diam karena yang kami bicarakan berbeda dan aku juga tidak paham apa yang mereka bicarakan. Akhirnya aku menjaga jarak dengan temanku karena aku takut aku hanya dianggap sebagai pengganngu yang tidak tahu apa-apa. Dan setelah lulus aku sulit sekali bertemu dengan teman yang satu ini, ketika aku mengajaknya pergi untuk bertemu dia beralasan sibuk, namun aku sering melihat status dia di media sosialny adia pergi dengan teman-teman dari SMA-nya. Itu membuatku sedikit tersinggung.
Tak berhenti sampai di situ aku mulai masuk kuliah dan mendapat teman baru. Sebenarnya tidak bisa dibilang baru juga karena kami berdua sudah kenal sejak SMP kebetulan kami satu jurusan. Selama setengah semester kami selalu berdua, bahkan kami berani bertukar cerita tentang laki-laki yang sedang mendekati kami. Namun seiring berjalannya waktu ada satu orang teman yang ikut dan mulai berteman dengan kami.
Apakah Ada yang Salah?
Awalnya biasa saja karena dia orangnya mudah ditebak karakternya seperti apa, tetapi lama kelamaan aku merasa canggung diantar mereka berdua. Mereka jika sedang mengobrol pasti nyambung sedangkan aku jika mengobrol dengan mereka, mereka selalu menyela pembicaraanku dan mengejekku. Awalnya aku menerima namun satu ketika ketika kelas melakukan pemotretan dan tinggal bagian foto sendiri-sendiri mereka berdua asyik terus berfoto bersama tanpa mengajak atau basa-basi kepadaku.
Dari situ aku sadar aku ini berbeda dengan mereka. Pelan-pelan aku menjauhi mereka dan mulai jaga jarak dengan mereka. Sampai sekarang aku punya teman baru lagi. Bukan hanya di lingkungan sekolah aku mengalami hal tersebut. Teman-teman di rumah yang sudah kenal sejak kecil pun tidak jauh berbeda dengan teman-teman di sekolah. Mereka selalu menganggap aku itu tidak ada. Contohnya ketika mereka akan pergi atau melakukan sesuatu mereka pergi tanpa mengajak aku. Akhirnya aku menjadi orang yang sedikit kurang bergaul di rumah.
Dari pengalamanku di atas, aku mempertanyakan satu hal yang sampai sekarang masih ada di benakku. "Sahabat. Apakah mereka benar-benar ada? Jika ada kenapa aku tidak pernah merasakannya hingga saat ini?" Namun karena tahun sudah berganti aku ingin menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Aku juga sudah banyak mendapat teman baru walaupun aku sedikit trauma dekat dengan seseorang untuk dijadikan sebagai sahabat. Tetapi semoga di tahun ini aku bisa menemukan seorang yang benar-benar bisa dijadikan sahabat dan bisa mengubah sikapku yang dianggap tidak nyaman di mata orang lain dan dapat membenarkan jika aku dalam keadaan salah. Mungkin sekian pengalaman yang bisa kusampaikan. Sebenarnya ada banyak harapanku di tahun ini tetapi hanya itu yang bisa kusampaikan. Semoga cerita ini bisa bermanfaat. Terima kasih.
Â
#GrowFearless with FIMELA