Fimela.com, Jakarta Punya momen yang tak terlupakan bersama ibu? Memiliki sosok ibu yang inspiratif dan memberi berbagai pengalaman berharga dalam hidup? Seorang ibu merupakan orang yang paling berjasa dan istimewa dalam hidup kita. Kita semua pasti memiliki kisah yang tak terlupakan dan paling berkesan bersama ibu. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam lomba dengan tema My Moment with Mom ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: M - Magelang
Keluarga. Aku tidak punya memiliki perasaan baik saat mendengar kata itu. Keluargaku, bisa dibilang tidak normal seperti keluarga lain. Broken home? Ya, semacam itu. Itu sudah terjadi sejak aku masih kecil, entah usia berapa. Ayahku sudah tidak bekerja dan ibuku menjadi tulang punggung keluarga. Jika aku mengingatnya, itu bukanlah pekerjaan yang mudah untuk ibuku. Berangkat bekerja sebelum jam enam, menempuh perjalanan sejauh dua puluh kilometer dengan angkutan umum, dan masih harus berjalan kaki tiga kilometeran di jalanan berbatu.
Selama belasan tahun ibuku menjalani rutinitas itu. Bangun di saat anak-anaknya masih tertidur, mengurus pekerjaan rumah, bekerja hingga sore, berbelanja sepulang kerja, dan mengurus rumah lagi. Itu belum seluruh kesulitan yang ibuku hadapi. Berdesakan dengan penumpang lain di bus, berjalan kaki di kala hujan deras, tidak mendapatkan angkutan umum, berurusan dengan copet, demi melangsungkan hidup dan membesarkan anak-anaknya.
Ketika beranjak remaja, aku mulai memahami keadaan keluargaku yang tidak normal. Aku sering menangis memikirkan betapa beratnya perjuangan ibuku. Ibuku tidak pernah mengatakan apa-apa, tidak pernah mengeluh tentang betapa lelahnya dirinya. Aku berusaha sebaik mungkin untuk membuatnya bahagia dan bangga. Saat itu aku hanya bisa belajar dengan giat dan selalu mendapatkan peringkat pertama. Aku masih ingat bagaimana sumringahnya wajah ibuku saat aku mendapatkan peringkat pertama di sekolah saat ujian nasional.
Saat masuk SMU, aku harus menempuh perjalanan ke kota dengan angkutan umum. Itu adalah saat aku menjadi sangat dekat dengan ibuku. Kami naik angkutan yang sama, menghabiskan setengah jam di dalam bus yang sama. Aku tidak banyak bicara, ibuku yang lebih sering bicara dan aku mendengarkan. Terkadang, jika ibuku pulang lebih awal, ibuku akan menyusulku ke sekolah dan kami pulang bersama. Kami akan mampir berbelanja di pasar dan makan bakso di tempat langganan. Di rumah, aku mulai sering menemani ibuku memasak, hal yang sudah biasa kulakukan sejak SMP. Meski ibuku sering menyuruhku belajar saja dan tidak perlu membantunya memasak.
Advertisement
Semoga Bisa Membahagiakan Ibu
Harapanku saat itu adalah segera tumbuh dewasa, menyelesaikan pendidikan, bekerja, dan membahagiakan ibuku. Mengurusnya dengan baik dan membuatnya bangga.
Namun, setengah jam yang berharga di dalam bus dan saat memasak di depan tungku mulai retak saat ibuku mulai berubah. Sikapnya berubah drastis saat anak-anaknya beranjak dewasa. Ibuku mulai meributkan semua hal, menentang banyak hal, merahasiakan banyak hal, tidak mempercayai anak-anaknya sendiri, dan fokus dengan lukanya sendiri. Kami mulai sering berdebat dan saling menyakiti hati. Pada akhirnya ibuku sering menangis dan aku mulai sering diam.
Apa kesalahan yang sudah kulakukan? Ke mana ibuku yang hangat dan ramah dengan senyumnya pergi? Aku tidak meminta dimanjakan hingga tua, aku ingin memanjakan ibuku yang semakin tua. Namun, ibuku justru merusak keinginanku itu dengan kemarahan-kemarahannya yang dilampiaskan pada anak-anaknya. Ya, itu mungkin pelepasan setelah puluhan tahun penderitaan yang ditanggung sendiri.
Ibu, maaf jika sampai hari ini anakmu ini belum bisa mewujudkan semua keinginanmu. Belum bisa menjadi sesempurna yang kau harapkan. Anak-anakmu masih dan terus berusaha. Terima kasih untuk semua kebaikan yang kau berikan pada kami. Tapi, berhentilah hidup di masa lalu dengan mengenang lukamu. Kami tidak ingin terlampau jauh dalam kekecewaan melihatmu seperti ini.
#GrowFearless with FIMELA