Fimela.com, Jakarta Masing-masing dari kita memiliki cara dan perjuangan sendiri dalam usaha untuk mencintai diri sendiri. Kita pun memiliki sudut pandang sendiri mengenai definisi dari mencintai diri sendiri sebagai proses untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Seperti tulisan yang dikirim Sahabat Fimela untuk Lomba My Self-Love Matters: Berbagi Cerita untuk Mencintai Diri ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Nhyla Hoshi - Samarinda
Beberapa pekan lalu, berita tentang bunuh dirinya seorang artis Korea bernama Sulli ramai sekali menjadi pembahasan di berbagai media. Penyebab bunuh dirinya dikarenakan bullying yang dia alami. Aku jadi teringat zaman dahulu saat aku masih bersekolah. Aku termasuk orang yang sering sekali mengalami bullying di sekolah. Memang tidak parah. Namun, tetap saja memberikan bekas luka yang berkepanjangan.
Aku sering kali dijadikan bahan bullying oleh teman-temanku. Baik perempuan maupun laki-laki. Bullying yang mereka lakukan lebih ke verbal bullying atau melalui kata-kata. Mereka sering kali mengolok fisikku. Tubuh ku sangatlah kurus. Aku sering kali disebut kutilang, pohon pepaya, tiang listrik, layang-layang, dan banyak sebutan lainnya. Aku juga cadel, sehingga saat aku berbicara, banyak sekali yang menirukannya dan menjadikan bahan untuk bercanda. Aku terkadang hanya tersenyum saja. Terkadang juga ikut tertawa menganggap lucu candaan temanku biar suasana tidak berakhir serius dan tidak menyenangkan. Namun pada kenyataannya, hatiku terluka. Aku merasa minder sekali.
Aku juga bukan berasal dari keluarga yang kaya raya. Rumahku kecil sekali dan jelek. Ada beberapa teman sekolahku yang bahkan tidak mau berteman denganku. Ada pula yang tak sudi masuk ke rumahku. Namun, aku tak peduli tentang itu. Aku bersekolah dengan niat belajar. Jika ada yang mau berteman dengan aku yang apa adanya, aku sangat menghargai dan menyayanginya.
Hingga sekarang, body shaming tak pernah lepas dari hidupku. Terkadang ada saja omongan orang yang lebih menusuk dibandingkan dulu. Jika dulu kutilang, sekarang ada tambahannya. Menjadi kutilang darat. Kurus tinggi langsing dada rata. Bahkan ada yang mengatakan, “Depan belakang sama rata”. Lagi-lagi aku hanya tersenyum. Mengganggap itu hanya candaan.
Akan tetapi, ada kalanya di saat lelah, omongan yang biasanya hanya jadi angin lalu tiba-tiba menjadi hal yang aku pikirkan berhari-hari. Menjadikan diriku minder sekali dengan penampilanku. Menjadiku pusing harus mengenakan pakaian apa agar terlihat bagus. Padahal ada beberapa orang yang selalu berkata bahwa tubuh kurus itu enak sekali untuk memilih baju. Namun, pada kenyataannya aku tetap saja kesusahan memilih pakaian yang pas untuk tubuhku yang terlalu kurus. Baju ukuran besar tidak dapat menyembunyikan tubuhku yang kurus menjadi terlihat gemuk. Begitu juga ketika aku memakai pakaian dengan ukuran kecil. Tubuhku semakin terlihat kurus. Semua orang selalu berkomentar tentang pakaianku. Serba salah. Aku minder sekali.
Advertisement
Merasa Minder
Keminderanku menyebar ke berbagai hal. Ke permasalahan pekerjaan. Aku bahkan berpikir karena tubuhku yang tidak menarik menjadi penyebab kegagalanku dalam mencari pekerjaan yang lebih baik dari yang sekarang. Hingga ke permasalahan jodoh. Aku merasa menjadi perempuan yang tidak menarik. Tidak cantik. Sehingga tidak ada lelaki yang mau mendekatiku.
Permasalahan yang aku hadapi itu, tidak aku duga menjadi penyebab aku depresi. Aku menjadi susah tidur karena selalu kepikiran tentang kegagalan-kegagalan yang aku alami. Aku menarik diri dari kehidupan sosial. Ketidakmampuan aku untuk menatap hari esok. Hal-hal negatif yang merasuki tubuh dan pikiranku hingga akhirnya terbesit untuk mengakhiri hidup. Mungkin bagi sebagian orang, ini hanyalah permasalahan kecil yang tak perlu dipikirkan apalagi ingin bunuh diri. Namun, keinginan bunuh diri itu nyata terbesit berkali-kali dalam pikiranku. Aku lelah dengan orang-orang yang omongannya semau-mau mereka. Tubuh ku selalu salah bagi semua orang.
Hingga akhirnya aku bertemu dia. Aku bercerita banyak padanya. Aku bercerita tentang bullying yang aku alami. Dia hanya tersenyum. Dia hanya mendengarkan semua keluh kesahku hingga selesai.
Setelah malam itu, dia sering kali mengajakku makan bersamanya. Alasannya hanya menemani dia makan, tapi dia selalu saja menyuruhku makan. Dia juga sering kali mengirimkan aku foto makan siangnya, lalu memintaku mengirimkan foto makan siangku juga. Foto makanan itu menjadi bahan obrolan kami. Kami saling bercerita tentang makan siang kami. Hingga akhirnya ini menjadi kebiasaan kami. Makan siang kami rasanya menyenangkan.
Beberapa bulan kemudian, dia memintaku menimbang berat badanku. Aku senang sekali, ternyata berat badanku bertambah. Aku pikir ini karena aku sering sekali diajak makan malam olehnya karena biasanya aku sering kali melewatkan makan malam. Aku lebih memilih untuk lekas tidur dari pada mengisi perutku. Karena rasa jenuh dan muaknya dengan omongan orang membuatku kenyang. Kehilangan nafsu makan.
Aku mengucapkan terima kasih kepadanya karena sering mengajakku makan malam. Karena dia berat badanku bertambah. Dia hanya tersenyum. Lalu berkata, "Berat badanmu bertambah karena kamu bahagia.”
Kebahagiaan Memancarkan Kecantikan
Aku terkejut dengan ucapannya. Mungkin benar, karena rasanya lama sekali aku tak pernah sebahagia itu. Dia selalu mengajakku bercerita dan membuatku tertawa. Tak ada kerisauan di malam hari. Tak ada beban pikiran. Aku merasa bebas. Hingga tak ada lagi rasa takut untuk hari esok. Aku justru menunggu hari esok untuk bertemu lagi dengannya.
Malam itu, saat makan malam bersamanya, dia meminta sesuatu dari ku. Aku terkejut. Aku ingin sekali menolaknya. Tapi aku tak bisa menolaknya.
Dia memintaku untuk menjadi modelnya. Awalnya aku bersikeras tidak mau. Aku malu. Tubuhku tidak pantas untuk menjadi model. Namun dengan senyumnya yang hangat, dia berhasil membujukku untuk berkata iya.
Dia memberikan aku saran tentang pakaian yang akan aku gunakan untuk pemotretan. Dia juga menunjukkan foto-foto hasil pemotretan. Dia memujiku. Aku senang sekali. Baru kali ini rasanya ada yang memuji tubuhku yang kurus.
Dia berkata, “Semua perempuan itu cantik. Cantik itu tidak perlu memiliki tubuh yang berisi. Semua perempuan cantik dengan caranya sendiri. Siapa yang sebenarnya menentukan standar bahwa perempuan cantik itu harus putih? Perusahan kosmetik yang menggunakan model Korea yang memang memiliki kulit putih alami?” kemudian dia tertawa.
Aku memikirkan perkataannya malam itu. Benar sekali perkataannya. Siapa sebenarnya yang menentukan standar perempuan cantik itu yang bertubuh montok? Siapa yang sebenarnya menentukan standar perempuan cantik itu harus berkulit putih? Semua perempuan itu cantik. Baik yang berkulit hitam, berkulit putih, bertubuh kurus, bertubuh gemuk, berhidung mancung, berhidung pesek. Semua cantik. Termasuk aku yang hari ini memang sangat cantik menjadi modelnya.
Aku tersenyum menatap diriku sendiri. Menatap tubuhku di cermin. Tak ada yang salah dengan tubuh kurusku. Banyak di luar sana yang justru ingin memiliki tubuh kurus sepertiku. Benar kata dia, aku hanya perlu merawatnya agar selalu bersih dan sehat. Aku menyadari bahwa aku terlalu memikirkan hal yang tidak perlu aku risaukan terlampau jauh.
Overthinking kills my happiness. Aku membuang banyak waktuku hanya untuk meratapi tubuhku yang sebenarnya tidak bersalah. Aku cantik hari ini. Besok pun aku akan tetap tampil cantik. Karena cantik memang tak melulu tentang fisik. Tapi juga masalah hati dan pikiran.
Sekarang aku memutuskan untuk berkomitmen dengan olahraga yoga setiap dua hari sekali. Makan tepat waktu. Lalu yang paling penting adalah tersenyum. There is a will, there is a way.
Seperti pesannya kepadaku, “Sayangi dirimu. Berbahagialah! Kamu sangat cantik jika bahagia.”
***
Sudah siap untuk hadir di acara FIMELA FEST 2019? Pilih kelas inspiratifnya di sini.
#GrowFearless with FIMELA