Fimela.com, Jakarta Secara historis, makna pernikahan cukup mengakar dalam nilai patriarki. Banyak di antara pernikahan justru yang merugikan perempuan. Di mana setelah menikah, suami melarang istri untuk bekerja atau mengembangkan dirinya.
Satu-satunya hak yang dimiliki oleh perempuan adalah dalam hal reproduksi. Yakni mengurusi sang anak sejak kandungan hingga tumbuh besar.
Advertisement
BACA JUGA
Melansir dari Daily Telegraph pada Kamis (17/10/2019) perempuan di masa lalu akan dipaksa menikah karena untuk keamanan ekonomi. Dengan menikah, kehidupan ekonomi perempuan diharapkan lebih terjamin dibandingkan jika bersama orangtuanya.
Namun kini perempuan dengan kebebasan mengembangkan diri yang dimilikinya, justru enggan untuk menikah. Di tengah perkembangan kebebasan hak yang dimiliki perempuan, budaya patriarki dalam pernikahan masih begitu kental dan mengakar. Mereka yang sudah mendapat kebebasannya tentu enggan untuk menyerahkan diri mereka ke dalam sebuah pernikahan yang meningkat.
Advertisement
Terjadi penurunan angka pernikahan di beberapa negara maju
Di beberapa negara seperti di Australia, angka pernikahan cenderung menurun. Perempuan muda dan profesional memilih untuk hidup sendiri lama, berdasarkan data Lembaga Studi Keluarga di Australia. Di mana perempuan yang berusia di bawah 40 tahun memilih untuk hidup sendiri.
Tak mengherankan bahwa perempuan yang lebih muda, terutama mereka yang memiliki pekejaan yang menuntut dan menarik, akan merasa kehilangan banyak hal ketika mereka menikah.
Lantas bagaimana dengan menyikapi patriarki dalam konteks pernikahan? Cari tahu lewat talk show "Fighting Patriarchy System in Sexual Life" with Djenar Maesa Ayu dan Zoya Amirin. Daftar di sini.
Simak video berikut ini
#GrowFearless with Fimela