Fimela.com, Jakarta World Health Oganization (WHO) mengatakan, setiap 40 detik, satu orang bunuh diri di seluruh dunia. Menurut organisasi kesehatan dunia ini, bunuh diri sudah menjadi fenomena global. Berdasarkan data Organisation for Economic Co-operation and Development, Korea Selatan merupakan negara dengan jumlah kasus bunuh diri tertinggi di dunia. Indonesia sendiri berada di urutan 159. Artinya, kasus bunuh diri di Indonesia cukup rendah.
Namun, kasus depresi dan gangguan psikologis pada umumnya semakin meningkat, termasuk di Indonesia. Depresi bisa menjadi pemicu tindakan bunuh diri. Menurut dr. A. A. Ayu Agung Kusumawardhani, Sp.KJ (K), dokter spesialis kesehatan jiwa dari RSCM, depresi adalah penyakit yang menyebabkan penderitanya mengalami penurunan mood atau alam perasaan. Penurunan mood yang dialami penderita depresi sangat bermakna, hingga menyebabkan ketidaknyamanan dan gangguan dalam beraktivitas.
Advertisement
BACA JUGA
"Gejala klinisnya tidak hanya penurunan mood, tetapi akan diikuti dengan penurunan kemampuan berpikir. Proses pikirnya melambat, tidak bisa berkonsentrasi, pesimis, semua situasi dipandang dari sudut negatif," jelas dr. A. A. Ayu Agung Kusumawardhani melalui rilis yang dikirimkan oleh tim GueSehat.com kepada Fimela.com
Penyebab depresi bisa karena faktor biologis, faktor eksternal, atau keduanya. Faktor biologis berarti ada masalah di dalam regulasi neurohormon, berupa ketidakseimbangan hormon serotonin di dalam otak. Hormon serotonin adalah hormon yang mengatur perasaan senang. Pada umumnya, penderita depresi mengalami penurunan kadar serotonin di otaknya. Sementara itu, faktor eksternal disebabkan oleh lingkungan atau situasi luar yang menyebabkan seseorang merasa putus asa.
"Namun, kalau faktor eksternal menjadi penyebab utama depresi berat, itu biasanya memang sudah ada faktor biologisnya," jelas dokter dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI).
Advertisement
Kaitan Depresi dan Bunuh Diri
Keinginan untuk bunuh diri dan menyakiti diri sendiri merupakan komplikasi depresi berat yang perlu diwaspadai. Pada umumnya, pikiran bunuh diri muncul ketika penderita depresi sudah putus asa, dan berpikir mengakhiri hidup merupakan solusi tepat.
"Ini harus selalu kita deteksi pada pasien. Begitu dia ada ide atau pikiran untuk mati saja, ini sudah kita kategorikan sebagai depresi berat," jelas dr. Agung.
Sementara itu tindakan menyakiti diri sendiri (self harm) sedikit berbeda. Pada orang yang memiliki gangguan psikologis, self harm dilakukan bukan untuk tujuan mati, melainkan sebagai dorongan impulsif akibat rasa hampa yang dialami.
"Karena kok kayaknya enggak enak ya rasanya kesepian dan kosong. Mereka menyilet itu hanya untuk mengecek, 'oh ternyata ada rasa ya, ternyata sakit ya'." jelas dr. Agung. Self harm juga kerap kali terjadi pada gangguan psikologis lainnya, seperti personality disorder atau gangguan kepribadian.
Self harm dan pikiran bunuh diri sangatlah berbahaya. Bunuh diri khususnya dianggap sebagai komplikasi dari depresi. Jadi, kalau ada orang di sekitar kita yang mengatakan akan bunuh diri, jangan diremehkan. "Kalau ada pikiran bunuh diri, jangan pernah diabaikan. Kita tidak akan pernah tahu kapan dia akan mengambil action-nya. Harus dianggap serius," tegasnya.
Menurutnya, banyak juga penderita depresi yang ingin melakukan bunuh diri dan sudah memperlihatkan tanda-tanda sebelumnya. Mereka sudah mengungkapkan niatnya tersebut, tetapi orang lain tidak memedulikannya, sehingga akhirnya mereka melakukannya.
Agar tidak mengalami depresi sebaiknya kita belajar untuk mencintai diri sendiri. Untuk mengetahui seberapa penting dan bagaimana cara mencintai diri, sahabat Fimela bisa datang ke Fimela Fest 2019 pada 11-17 November 2019, di Gandaria City Mall, Jakarta.
Akan ada "Self Love and Be Good to Your Self" bersama Andra Alodita dan Tara de Thouars di Fimela Fest 2019. Daftarkan dirimu sekarang juga dan dapatkan kesempatan untuk menghadiri langsung Fimela Fest 2019 di sini.
#growfearless with Fimela.com