Fimela.com, Jakarta Setiap orang punya kisah cinta yang unik. Ada yang penuh warna-warni bahagia tapi ada juga yang diselimuti duka. Bahkan ada yang memberi pelajaran berharga dalam hidup dan menciptakan perubahan besar. Setiap kisah cinta selalu menjadi bagian yang tak terlupakan dari kehidupan seseorang. Seperti kisah Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba My Love Life Matters ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Niardi - Metro, Lampung
Ini tentang aku dan dia, tentang awal kami jumpa dan berakhir luka. Aku yang masih maba (mahasiswa baru), sedang dia kakak semester lima. Tentang kami yang bertukar pesan, berbagi perhatian, lalu meninggalkan.
Tahun 2012, aku jadi maba di salah satu kampus. Senang, karena aku berada di titik baru. Tempat baru, teman baru, juga pengalaman baru. Seperti kampus pada umumnya, selalu ada ospek. Saat itu ospek dilakukan selama 4 hari. Hari pertama dan kedua membosankan. Tapi di hari ketiga ospek terasa berbeda, saat pengenalan Unit Kegiatan Mahasiswa yang ada di kampus, aku melihat dia untuk pertama kali. Seorang laki-laki yang memeluk sebuah gitar, dia bukan yang paling tampan, dia hanya laki-laki biasa yang memiliki alis tebal dan senyum yang manis. Saat dia memainkan gitarnya, pada petikan pertama aku jatuh cinta. Aku memutuskan untuk ikut UKM yang ada kakak itu yaitu IMPAS (Ikatan Mahasiswa Pecinta Seni).
Setelah pelantikan anggota baru, UKM mengadakan kegiatan pensi untuk mengakrabkan sesama anggota. Kami semua mulai sibuk mempersiapkan acara. Aku dan dia ada di divisi yang sama, yaitu dokumentasi. Dari situ aku dan dia mulai akrab. Bahkan jika hari-hari yang lalu chatting hanya membahas kegiatan di UKM IMPAS, kini kami membahas hal-hal lain. Kami makin dekat, lebih sering bertukar pesan, berbagi perhatian, juga berani pergi bersama. Kurang lebih lima bulan kami dekat, bulan Maret 2013 kami memutuskan untuk menjalin sebuah hubungan. Ya, kami pacaran. Bahagia? Sangat. Hubungan kami berjalan lancar, mendapat dukungan dari keluarga juga dari teman-teman.
Ujian untuk hubungan kami dimulai saat aku semester 3 dan dia semester 7, yang artinya dia harus pergi KKN di desa terpencil selama 40 hari. Kami harus LDR dan komunikasi kami jelas akan terganggu. Tapi bukan masalah pikirku, toh hanya 40 hari dan untuk kepentingan tugas akhir dia. Tebersit cemburu saat salah satu teman dia mengunggah foto di media sosial yang menunjukkan kegiatan mereka selama KKN dan di setiap foto dia selalu berdekatan dengan salah satu teman wanita di kelompoknya. Tapi saat dia bilang cuma teman, aku percaya dan kami kembali baik-baik saja.
Waktu berlalu, dia wisuda dan kami masih bersama. Dia mulai sibuk mencari kerja, aku berdoa semoga dia diterima. Akhirnya usaha dan doa memang tak pernah berdusta. Dia diterima disalah satu CV yang bergerak di bidang pertanian. Tapi lagi-lagi kami harus LDR, karena dia ditempatkan di kantor cabang beda kota. Tidak jauh memang, hanya 3-4 jam dengan mobil. Awal-awal dia kerja hubungan kami baik-baik saja, meskipun dia sibuk kerja dan aku sibuk dengan tugas kuliah. Sampai akhirnya dia makin sibuk, jarang kirim pesan. Jika biasanya satu bulan sekali kami menyempatkan waktu untuk bertemu, menjadi berbulan-bulan menabung rindu.
Advertisement
Dia Menikah dengan Perempuan Lain
Hingga di bulan ke-23 kami pacaran pada bulan Februari 2015. Setelah sekian lama dia tidak ada kabar, dia datang ke rumah. Bahagia, rinduku terobati. Kami pergi ke taman kota, tempat biasa kami menghabiskan waktu saat bersama. Dia tidak berubah, masih terlihat sama seperti terakhir kami bertemu. Kami berbicara banyak hal dan bercanda. Sampai tiba-tiba dia mengenggam erat tanganku.
“Aku lelah,” ucapnya. Aku usap tangannya dan tersenyum, mencoba menguatkan. Aku pikir dia lelah dengan pekerjaan, ditambah dengan perjalanan untuk datang ke rumah. Tapi aku salah.
“Aku lelah sama hubungan kita,” lanjutnya, dia semakin erat mengenggam tanganku. Aku? Tentu saja aku terkejut, aku diam, bingung, speechless, tak tahu harus bagaimana. Mau nangis tidak bisa, mau marah tidak bisa. Setelah cukup lama kami saling diam, dengan dia yang masih mengenggam tanganku. Aku menguatkan diri untuk bertanya, “Salahku apa?”
“Maafin aku, kita pulang ya,” jawabnya.
Di perjalanan pulang kami saling diam. Aku sibuk dengan pikiranku yang merasa tadi itu cuma mimpi. Sampai di rumah dia bilang, “Maaf, maaf, dan maaf,” kemudian pamit pulang. Aku menangis, kecewa, masih tidak tahu di mana salahku. Bahkan aku sempat sakit. Aku coba hubungin dia, tapi ternyata What's App aku udah diblokir, medsos dia juga hilang. Aku mencoba baik-baik saja. Aku ke kampus seperti biasanya. Teman-teman belum banyak yang tahu kalau aku sama dia sudah putus.
Sebulan kemudian, di akhir bulan Maret ada chat dari nomor baru minta untuk bertemu dan itu dia. Aku senang, berharap hubunganku sama dia bisa diperbaiki karena jujur perasaan aku belum berubah, aku masih sayang dia. Tapi lagi-lagi aku salah.
Dia meminta bertemu untuk memberi sebuah undangan. Iya, dia menikah. Dan benar, dia akan menikah dengan wanita yang menjadi teman KKN-nya itu. Aku kira mereka benar hanya teman, ternyata mantanan saat SMA dan kini mau mantenan.
Dia meminta maaf, ya dia cuma bisa meminta maaf. Apa dia pikir kata maaf bisa mengembalikan hatiku yang hancur? Entah aku yang terlalu bodoh karena terlalu mencintai atau memang dia yang terlalu pintar menyakiti. Aku tidak datang di pernikahan dia. Aku tidak mau lebih hancur. Sudah cukup aku kehilangan dia, tidak mau kehilangan duit juga.
Dan sudah bertahun-tahun, setelah putus dari dia sampai sekarang aku belum pernah pacaran dengan orang lain. Ada perasaan takut untuk memulai hubungan baru. Aku takut hanya mendung yang datang, tanpa turun hujan. Aku takut hanya aku yang sayang, tanpa mendapat balasan. Aku memilih sendiri sampai lukaku sembuh dengan sendiri.
#GrowFearless with FIMELA