Fimela.com, Jakarta Perilaku body shaming masih cukup populer di kalangan masyarakat. Komentar negatif yang menjurus pada fisik ini banyak terjadi di media sosial.
Meski banyak himbauan dari berbagai kalangan untuk menghentikan body shaming, namun nyatanya hal tersebut masih terus terjadi. Mengapa bisa demikian?
Advertisement
BACA JUGA
Menurut teori Bandura, sebuah perilaku muncul karena hasil dari observasi serta tindakan meniru orang lain di lingkungan sekitar. Apabila seseorang sering menyaksikan atau membaca komentar yang mengarah pada body shaming, maka besar kemungkinan seseorang tersebut akan meniru perilaku body shaming kepada orang lain.
Pandangan atau pikiran akibat post-kolonialisme yang memberi standar kecantikan dalam bentuk tubuh ideal, berkulit putih, hingga tubuh yang tinggi. Standar cantik dan tampan di Indonesia sudah terbentuk dengan karakter individu yang kulit putih, hidung mancung, tubuh langsing, tinggi semampai, dan masih banyak lagi.
Advertisement
Terbentuknya pemahaman yang salah
Sehingga jika seseorang tidak masuk dalam kategori tersebut, maka orang tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai cantik atau tampan. Melainkan dikatakan jelek atau panggilan negatif lainnya.
Tidak semua orang siap dengan perilaku body shamming yang menimpa dirinya. Perasaan malu atas diri sendiri dan kecewa akan bentuk dan ukuran tubuh tidak mungkin bisa dihindari.
Kepercayaan diri akan menurun dan membuat orang bisa tidak mencintai dirinya sendiri. Rasa putus asa bagi korban perilaku body shaming bisa berujung pada keinginan untuk bunuh diri.
FIMELA ingin mengajakmu menjadi perempuan Indonesia yang tangguh, dan terbebas dari rasa takut dengan perilaku body shaming. Ketahuilah bahwa setiap perempuan terlahir istimewa. Yuk, Grow Fearless bersama Fimela. Segera daftarkan dirimu di sini dan dapatkan undangan FIMELA FEST 2019
Simak video berikut ini
#GrowFearless with Fimela