Fimela.com, Jakarta Judul: GO (Dua Aksara)
Penulis: Kazuki Kaneshiro
Penerjemah: Orinthia Lee
Advertisement
Desain sampul: Eduard Iwan Mangopang
Proofreader: Alicia Lidwina
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Sebagai siswa Korea di sekolah menengah Jepang, Sugihara harus membela diri terhadap semua jenis perisakan. Namun, dia tidak bisa mempersiapkan diri untuk merasakan sakit hati ketika jatuh cinta pada gadis Jepang bernama Sakurai. Ketertarikan mereka akan musik klasik dan film asing membuat mereka semakin dekat.
Sugihara tak pernah mengungkapkan pada Sakurai bahwa dia bukan orang Jepang. Mengungkap identitas berarti membuat tebing diskriminasi—bahkan terhadap Sakurai.
Mampukah Sugihara berkata mengenai identitas dirinya kepada Sakurai? Lantas, apa yang dia inginkan terhadap hidup ini? Dan... ke mana dia ingin pergi berikutnya?
BACA JUGA
***
Sugihara memiliki ayah berdarah Korea dan ibunya berdarah Jepang. Dilahirkan dan dibesarkan di Jepang tidak praktis membuat Sugihara berkewaganeraan Jepang. Ia dan keluarganya pindah kewarganeraan menjadi Korea Selatan. Saat SMA, Sugihara memutuskan untuk masuk ke SMA Jepang. Mendapat pelatihan tinju dari sang ayah, Sugihara tumbuh menjadi remaja yang tak ragu untuk melukai atau melumpuhkan siapa saja yang mengusiknya. Apalagi jika mengalami perisakan atau perundungan, Sugihara tak akan tinggal diam.
Sugihara bersahabat dengan Jeong-il dan Kato. Dari Jeong-il, Sugihara bisa meminjam berbagai buku. Sugihara dan Jeong-il bisa berbagai banyak hal karena ada persamaan yang begitu mengakar sekaligus menggelisahkan di antara mereka berdua. Bersama Kato, Sugihara merasa keberadaannya dihargai karena ayah Kato merupakan orang Yakuza. Suatu hari pada pesta ulang tahun Kato, Sugihara bertemu seorang gadis yang memberi warna tersendiri dalam hidupnya.
"Tekuk lututmu sedikit dan buat mereka terus bergerak. Jaga agar lututmu tetap longgar, dan mereka bisa menyerap kekuatan pukulan. Sebatang pohon yang tidak bengkok mudah patah dalam badai yang kuat. Namun, tidak demikian dengan rumput."
(GO, hlm. 63)
Pertemuan Sugihara dan Sakurai cukup unik. Bahkan Sakurai secara mengejutkan mengetahui sejumlah hal tentang Sugihara. Gadis misterius ini telah memikat Sugihara. Tak disangka keduanya ternyata memiliki selera yang sama mengenai musik dan film. Obrolan-obrolan mereka pun terasa sangat nyambung. Hanya saja, Sugihara belum berani mengungkapkan identitasnya yang sebenarnya.
"Terkadang aku berharap kulitku berwarna hijau atau semacamnya. Dengan begitu, orang-orang baik akan datang lebih dekat dan para pembenci akan menjaga jarak mereka. Itu akan membuat semuanya jauh lebih mudah." (GO, hlm. 195)
GO sebagai novel remaja tak fokus hanya pada hubungan percintaan remaja laki-laki dan perempuan. Melalui novel ini kita mendapat pengetahuan baru soal sejarah yang dimiliki Jepang dan Korea. Seperti dampak dari kejadian saat Jepang mengaku kalah setelah terjadi ledakan bom atom Hiroshima dan Nagasaki. Sosok Sugihara mewakili masyarakat yang harus berjuang menjaga identitasnya dan hidupnya.
"Berhentilah memaksaku masuk kategori-kategori sempit itu. Aku adalah aku! Tunggu, aku bahkan tidak ingin menjadi diriku lagi. Aku ingin bebas dari keharusan menjadi diriku."
(GO, hlm. 238)
Mendapat perlakuan rasisme dan menjadi korban perundungan jelas bukan pengalaman yang menyenangkan. Sugihara berusaha bertahan dengan "takdirnya" tapi dia juga tak mau menyerah begitu saja. Hubungannya dengan Sakurai mencipatkan hal yang begitu intens tapi ada luka yang tak bisa dihindari begitu saja. Sebuah kejadian yang tragis pun menimpa orang terdekat Sugihara.
Membaca novel ini kita akan merasakan pergolakan batin dan perjuangan Sugihara yang begitu kuat. Novel GO tidak hanya mengangkat kisah percintaan dua remaja tapi juga memberi kita wawasan baru mengenai sejarah sebuah negara. Proses perjuangan untuk menemukan identitas dan jati diri memang tidak sebentar. Tapi dari situ, hakikat hidup seorang manusia bisa ditemukan maknanya.
#GrowFearles with FIMELA