Fimela.com, Jakarta Revisi pernikahan anak menjadi minimal 19 tahun memang menjadi kabar baik bagi perempuan. Namun, masih ada kesetaraan gender yang masih harus diperjuangkan, seperti pendidikan.
Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan International Indonesia, menyampakain di daerah-daerah Nusa Tenggara Barat rata-rata umur 13 tahun sudah berhenti sekolah. Melihat permasalah kesetaraan gender ini yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) berupaya memperjuangkan hak-hak anak, salah satunya pendidikan.
“Bermula di Yogyakarta pada 1969, kini Plan Indonesia bekerja di 7 provinsi. Saat ini sedikitnya ada 36.000 anak dampingan Plan Indonesia, khususnya di terutama anak perempuan di Nusa Tenggara Timur,” ujar Dini saat ditemui dalam acara Plan berkarya selama 50 tahun, di Jakarta.
Advertisement
BACA JUGA
Di usianya ke 50 tahun, Plan pun sudah membantu anak-anak perempuan di Jawa Tengah yang pernah putus sekolah dan rentan dipaksa menikah karena faktor ekonomi, kini dapat kembali melanjutkan pendidikan. Anak-anak perempuan di Lombok yang pernah dalam eksploitasi seksual dan berisiko tinggi terhadap HIV, kini kembali bersekolah dan dibekali pelatihan kesiapan kerja.
Anak-anak perempuan dan laki-laki yang harus menempuh jarak jauh untuk mendapatkan air bersih, kini memiliki sumber air di desanya. Anak-anak perempuan di Nusa Tenggara Timur yang dulu sangat malu berbicara karena kendala budaya, kini berdiri memimpin gerakan untuk memperjuangkan hak kepemimpinan perempuan dan kesetaraan gender.
“Sebagai organisasi hak anak, kami akan terus berjuang untuk mendukung kesetaraan hak anak perempuan. Karena kami ingin anak-anak perempuan dapat menikmati kesempatan yang setara untuk pendidikan, pekerjaan, dan hal lainnya sehingga mereka dapat lebih berdaya,” ungkapnya.
Advertisement
Journey for Equality
Sebagai puncak acara perayaan 50 tahun, Plan International Indonesia menggelar malam apresiasi yang mengangkat tema ‘Journey for Equality’. Yayasan Plan International Indonesia memberikan ‘Kanaga Award’, yaitu apresiasi kepada individu maupun institusi yang telah mendukung kerja Plan International Indonesia dalam usaha untuk mewujudkan kesetaraan hak anak, terutama anak perempuan.
Penghargaan ini diberikan kepada Keluarga Sri Sultan Hamengkubuwono X, Bupati Rembang Abdul Hafidz, Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrullah, Atlet Bulu Tangkis Jonatan Christie, PT BTPN dan Pejuang Hak Anak di Sumba Timur, Selia Narwasti Nangi.
Pada malam apresiasi ini, Plan Indonesia turut menggandeng sejumlah anak dampingannya maupun organisasi anak yang menjadi mitra kerja untuk terlibat dalam acara. Diantaranya, Galatia Patrisius (anak dampingan Plan Indonesia di NTT), dan anak-anak dari Glowing Star, organiasi anak disabilitas. Selain itu,Seniman cilik Jaimee Maulana yang berusia 12 tahun turut ambil bagian dalam perhelatan ini.
Bersama anak-anak dan kaum muda berbakat dampingan Yayasan Plan International Indonesia, Jaimee membuat karya kolaborasi. Desain kolaborasi tersebut mengangkat tema kesetaraan anak-anak perempuan dan diimplementasikan dalam bentuk totebag dan scarf untuk tujuan penggalangan dana publik.
“Aku senang bisa sama-sama membuat gambar dan hasilnya digunakan untuk membantu anak-anak juga,” ungkap Jaimee.
Untuk menjalankan visi yang mengedepankan hak dan kesetaraan bagi anak perempuan, Yayasan Plan International Indonesia menggerakkan Girls Fund, sebuah inisiatif pendanaan publik untuk kepentingan anak perempuan yang terpinggirkan.
Girls Fund memiliki 3 (tiga) fokus area dalam pendanaan, yaitu: beasiswa (Girls School), dukungan pendanaan untuk kelompok organisasi kaum muda untuk pemberdayaan perempuan (Girls Initiatives), dan dukungan pembangunan infrastruktur untuk anak-anak terpinggirkan, khususnya perempuan (Safe Space for Girls).
“Kerja-kerja kami belum selesai dan masih banyak pekerjaan rumah yang menjadi tanggung jawab kita bersama. Diantaranya permasalahan perkawinan usia anak, dan juga tinginya persentase penganggur usia muda,” ungkap Dini. Untuk itu, dukungan kemitraan dari berbagai pihak menjadi hal mutlak.
“Kami tidak dapat bekerja sendiri, tapi memerlukan kemitraan untuk dapat bersama-sama memenuhi ambisi-ambisi pembangunan dan memenangkan bonus demografi,” tutup Dini Widiastuti.
Untuk memahami lebih dalam tentang Perempuan Fearless, yuk, daftarkan diri kamu di sini dan raih kesempatan untuk menghadiri FIMELA FEST 2019.
#Growfearless with Fimela