Fimela.com, Jakarta Setiap orang punya kisah cinta yang unik. Ada yang penuh warna-warni bahagia tapi ada juga yang diselimuti duka. Bahkan ada yang memberi pelajaran berharga dalam hidup dan menciptakan perubahan besar. Setiap kisah cinta selalu menjadi bagian yang tak terlupakan dari kehidupan seseorang. Seperti kisah Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba My Love Life Matters ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Maryam Karim - Kudus
Suatu masa teman kuliah bercerita tentang kebahagiaannya bersuami seorang Jawa. Saya ikut senang sambil bercanda bahwa ia beruntung belaka. Dia berpikir bahwa yang ideal adalah orang Jawa sebab karakter mereka yang bersahaja dan setia. Saya menyebutnya sebagai orang yang beruntung. Sebagaimana laki-laki dari suku lain, laki-laki Jawa juga ada yang tak setia dan kebanyakan gaya.
Perempuan Jawa lain lagi urusannya. Banyak rambu-rambu dipasang agar perempuan tetap menjadi Jawa. Istilah lainnya adalah “njawani” atau bisa meresapi nilai tradisi Jawa dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam urusan pernikahan misalnya terdapat semacam aturan untuk menikah berdasarkan urutan kelahiran. Anak pertama menikah pertama kali dan seterusnya. Jika ada yang mendahului maka mereka yang melangkahi perlu melakukan beberapa hal sebagaimana diatur dalam tata cara melangkahi, termasuk meminta izin dan memberikan pelangkah kepada yang dilangkahi.
Saya adalah orang dilangkahi oleh adik sendiri. Dia sudah memiliki calon, calon istrinya baik menurut penilaian saya sebagai sesama perempuan, serta sudah mapan. Saya masih single dengan keadaan ekonomi yang juga belum stabil. Kini keluarga adik saya sudah lengkap berkat kehadiran putrinya sementara saya masih dalam keadaan yang sama.
Advertisement
Belum Menemukan Tambatan Hati
Dalam usia tiga puluhan usaha menemukan jodoh dengan berinteraksi dengan banyak orang adalah sebuah kewajiban. Saya pernah bertemu dengan orang yang baik tetapi tiap hari selalu membicarakan masalahnya di muka umum. Dia sangat ekspresif namun tak jarang menyinggung orang secara publik. Ia makan bersama dengan temannya dan masih sempat menyinggung teman satu lagi yang tidak membalas pesannya namun selalu minta ditraktir.
Saya bingung dengan caranya menyikapi masalah dan caranya berbahagia melalui sikap dan tindakannya yang kurang bijaksana ini. Saya pribadi memiliki banyak urusan termasuk kuliah dan bekerja di mana bisa saja terjadi masalah di dalamnya. Caranya menyikapi masalah membuat beban pikiran saya bertambah. Apabila dia membantu menyelesaikan masalah saya, saya pesimis dengan hasil akhirnya. Saya juga tidak bisa membantunya jika ia memilih masalah dengan cara yang demikian. Ini baru masalah saya dan dia. Ini belum masalah kami bersama. Kami sepertinya akan kelimpungan menghadapi persoalan rumah tangga di masa mendatang karena perbedaan haluan. Saya dalam dilema besar dan kemudian memutuskan untuk mengundurkan diri.
Saya sedih dan kecewa dengan nasib semacam ini. Usia terus bertambah namun saya belum menemukan tambatan hati untuk bersama menuju gerbang pernikahan. Ada masanya saya terpuruk mengingat adanya semacam "keyakinan" di masyarakat Jawa bahwa mereka yang dilangkahi menikah oleh saudaranya yang lebih muda maka akan lama bertemu jodohnya. Tentu saja rasanya saya segera putus asa karena tidak memiliki kelebihan apapun: saya orang yang dengan paras biasa saja, memiliki pencapaian yang sama biasanya, dan dari keluarga biasa pula.
Menanti Jodoh
Di lain waktu saya bertemu dengan orang yang suka menolong. Dia juga dengan jujur dengan masa lalunya. Saya sangat menghormatinya sebab sikap ini. Namun, saya kecewa karena kebiasaan membicarakan setiap orang yang ditolongnya. Mungkin ini nampak biasa di hadapan orang-orang tapi menjadi berbeda bagi saya yang lahir dan besar dengan banyak pertolongan di dalamnya. Dengan latar belakang semacam ini, menolong bagi saya bukan merupakan sesuatu yang luhur yang pantas dibanggakan. Ditolong juga bukan perkara memalukan karena manusia adalah makhluk lemah sehingga kerap membutuhkan orang lain.
Apakah cinta tidak penting bagi saya karena saya sibuk meributkan karakter? Justru saya ingin cinta yang awet maka saya ingin menemukan cinta dan karakter yang kuat. Cinta akan melemah dan menghadapi masalah maka karenanya saya berharap bersama dengan orang memiliki sikap yang satu frekuensi.
Saya terlalu lelah mendengar cerita cinta yang meletup-letup namun layu dalam jangka waktu yang pendek karena satu sama lain melabeli diri dengan tidak dewasa, kekanak-kanakan, dan label sejenis lainnya. Label itu, bagi saya, akan hilang jika sejak awal dibangun kesepahaman tentang beberapa hal termasuk menyikapi masalah. Bersama-sama juga bermakna saling bertumbuh bersama bukan? Tentu di dalamnya perlu saling tolong-menolong tanpa perlu merasa pamrih.
Dengan uraian semacam ini, mungkin bagi beberapa orang, saya sepertinya tidak punya urusan dengan perasaan bernama cinta. Saya memilikinya namun cinta yang saya yakini adalah cinta yang terus tumbuh. Dua pengalaman di atas memang menyedihkan namun saya percaya cinta saya akan bertumbuh di tempat lain seperti halnya juga mereka ini bersama orang lain. Saya pergi bukan karena pengkhianatan atau terjadi kekerasan selama berhubungan namun karena ketidakcocokan nilai dan prinsip. Saya bisa ikut bahagia karena mereka berdua kini sudah menemukan pelabuhan hati.
Keluarga sudah kembali menanyakan persoalan ini, bahkan mencarikan seorang kenalan. Saya tidak tahu sampai kapan akan menemui akhir perjalanan hati ini. Saya hanya yakin bahwa Tuhan Maha Mencintai. Tuhan tidak akan membiarkan hamba-Nya berjalan sendirian.
#GrowFearless with FIMELA